Mohon tunggu...
Ajinatha
Ajinatha Mohon Tunggu... Freelancer - Professional

Nothing

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Saya Buruh Para Kapitalis

26 November 2015   10:40 Diperbarui: 26 November 2015   13:08 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Gambar : www.fspbun.com"][/caption]Sebagai buruh kapitalis, untuk menaikkan tarap hidup, saya terus berusaha meningkatkan kreativitas, melakukan inovasi dan meningkatkan produktivitas, bukan mengubah gaya hidup agar semakin konsumtif. Karena semakin konsumtif maka akan semakin besar beban biaya hidup saya, dan akan semakin besar pula pengeluaran saya, dan sangat tidak mungkin gaya hidup tersebut akan saya bebankan pada perusahaan, sementara posisi saya cuma sebagai buruh biasa.

Cara berpikir inilah yang saya terapkan dalam hidup, untuk meningkatkan tarap hidup. Perusahaan hanyalah sarana tempat kita bekerja, tempat kita mengasah ketrampilan dan menggali ilmu, sambil mendapat upah. Sebagai buruh biasa tidak ada yang bisa saya andalkan selain terus meningkatkan kemampuan, karena meningkatnya kemampuan secara otomatis akan meningkat pula penghasilan, itu sebuah proses alami yang memang harus dilalui.

Kedisplinan dan memiliki tanggung jawab moril terhadap profesi, adalah dua hal yang harus selalu dijaga. Dua hal ini pulalah yang bisa mempertahankan etos kerja, dan menaikkan kredibilitas. Dengan memiliki kredibilitas yang baik, maka kepercayaan perusahaan pun akan terus terjaga. Kalau perusahaan sudah percaya terhadap kredibiltas dan kemampuan yang saya miliki, maka penyesuaian penghasilan pun diupayakan perusahaan tanpa perlu saya menuntut.

Sebagai seorang buruh harus ada kesadaran dalam menggunakan penghasilan, besar kecilnya pengeluaran haruslah sesuai dengan penghasilan. Memang tidak bisa dipungkiri, bahwa ada kecenderungan manusia membelanjakan penghasilan melebihi pendapatan bulanan, hal ini disebabkan adanya tuntutan gaya hidup yang tidak menyesuaikan dengan penghasilan. Bisa dibilang ini manusiawi, selama tidak mengorbankan orang lain.

Tidak mengorbankan orang lain yang saya maksudkan adalah, jangan karena untuk memenuhi kebutuhan gaya hidup, pada akhirnya kita pinjam sana-sini, atau menuntut pada perusahaan untuk menaikkan gaji, hanya karena merasa kekuarangan. Padahal kekuarangan tersebut disebabkan ketidakmampuan mengelola penghasilan. Nah yang seperti inilah yang banyak terjadi. Penghasilan bertambah, pengeluaran juga ditambah, sehingga devisit setiap bulannya.

Tidak ada jalan lain untuk meningkatkan penghasilan, selain dari meningkatkan kemampuan dan produktivitas. Karena dengan meningkatnya kemampuan dan produktivitas, diharapkan memberikan kontribusi pada pendapatan perusahaan, dengan demikian secara otomatis timbulnya kesadaran prusahaan untuk menaikkan gaji karyawan sesuai dengan kemajuan yang diperoleh perusahaan. Kalau sudah demikian, maka tidak perlu membuang enerji untuk menuntut perusahaan menaikkan gaji.

Ini hanyalah sebuah pengalaman saya sebagai buruh para kapitalis, pada perusahaan yang bergerak dalam bidang advertising dan perfilman, saya rasa sama saja kondisinya dengan perusahaan-perusahaan pada umumnya, yang membayar upah berdasarkan kelayakan dan kemampuan kerja, serta produktivitas kerja. Semoga saja pengalaman ini bisa bermanfaat bagi pembaca.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun