Mohon tunggu...
Ahmed Tsar Blenzinky
Ahmed Tsar Blenzinky Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger | Content Creator | Sagitarius

Co-Founder BRid (Blogger Reporter Indonesia) | Sekarang Lebih Aktif di https://ahmedtsar.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Arif L Hakim: Sosok Pengajar Muda Pemantik Pelita

2 Mei 2012   05:27 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:51 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_178635" align="aligncenter" width="540" caption="Lihatlah begitu cerianya mereka (sumber potongan video youtube.com/user/SuperAriflukman)"][/caption]

Pelita itu menyala dari botol. Temaramnya bagai sinar lilin. Satu anak mendekatkan buku ke pelita untuk menulis dan mengeja pelajaran dan tiga anak lainya dengan berpelukan, mengamati sembari menyerap apa yang dibaca anak yang mengeja itu. Di sisi gelap pelita, ada beberapa anak bertelungkup sembari memegang alat-alat tulis juga menyimak pelajaran yang sedang dieja. Walaupun tak cukup menerangi, anak-anak yang setengah mengelilingi pelita itu terlihat begitu semangat belajar. "Terbukti prestasi mereka yang kelas 4, 5 dan 6 cukup bagus," ujar Arif L Hakim kepada penyiar Sindo Radio. Arif L Hakim adalah Guru bantu di SDN Tarak, Distrik Karas, Fakfak, Papua Barat.

Gambaran adegan itu terjadi ketika mereka para murid sedang les belajar di waktu malam. Menurut Arif kalau malam memang tak ada penerangan listrik di Distrik Karas. Gambaran inilah yang membuat salah-satu peserta program Indonesia Mengajar ini terharu. Kurang lebih ia membatin: "Di zaman Indonesia yang modern begini, ternyata masih ada beberapa anak yang masih semangat belajar walau lampu penerangnya hanya terbuat dari pelita." Dari gambaran ini juga, Arif menuliskan sebuah kutipan: Dibawah cahaya pelita inilah kami dilahirkan dan dibesarkan.

Kutipan tersebut beserta adegannya dapat disaksikan melalui video yang diunggah di Youtube milik Arif sendiri di sini. Video itu berjudul "Terima kasih Pelita-Cerita Dari Pengajar Muda Di Papua."

[caption id="attachment_178636" align="aligncenter" width="540" caption="Sumber: youtube.com/user/SuperAriflukman"]

13359362971935047647
13359362971935047647
[/caption]

Mendobrak

Bagi anda yang telah menonton video tersebut setidaknya juga sama dengan pria kelahiran Brebes ini, akan terharu. Bagaimana tidak, ternyata (ya ternyata) tingkah polah mereka para siswa SDN Tarak sama seperti anak-anak SD seusianya di Jakarta. Cerianya, bagaimana mereka bermain dan cara belajarnya. lalu mengapa masih ada sebagian orang yang masih mendiskriminasikan mereka yang lahir dan besar di Papua. Salah-satu adegan lain yang membuat terharu juga adalah ketika para siswa menyanyikan lagu "Dari Sabang Sampai Merauke" karya R Suharjo. Ketika mereka bernyanyi seakan imajinasi penonton akan terbawa ke suatu jiwa nasionalisme yang berkata kurang lebih: "Ya mereka anak-anak Papua juga bagian dari Indonesia, jadi mengapa mereka terus-menerus didiskriminasi."

Diantara diskriminasi yang mereka terima adalah kurangnya porsi pendidikan yang mereka dapatkan. "di SDN Tarak cuma ada dua guru dengan jumlah 107 siswa," Kata pria lulusan UGM tersebut. Oleh karena itulah, Arif sebagai guru bantu di sekolah itu mencoba berusaha menanamkan kepada mereka untuk berani mendobrak keterbatasan para siswa. Ya itu tadi dengan cara memberikan les tambahan. Atau dengan cara, mengekplorasi kegiatan bermain mereka. "Mereka sangat giat bermain di air dan hutan pada umumnya. Saya melihat ada sesuatu di balik permainan mereka itu. Mereka berbakat dengan hal-hal yang mendekati alam seperti scientist yang tidak hanya terpaku pada teori tapi aplikasinya. Bakat lainnya mereka sangat ahli bekerja pada departemen kelautan dan perikanan karena mereka tahu betul cara mengolah ikan, cara menjaga karang dan sebagainya," ujar pria yang telah mengabdi di SDN Tarak selama 11 bulan itu.

Ya dapat kita saksikan di video "Terima kasih Pelita," ada beberapa adegan yang mengambarkan anak-anak siswa Arif berkelana di hutan, memancing mendapatkan ikan serta menyelam bersama Arif. Dari sinilah pria yang juga Kompasianer itu, memberi saran ke pemerintah: "Sayang kalau mereka meninggalkan muatan-muatan kearifan lokal demi berseragam dan belajar di sekolah. Bisa-bisa pendidikan karakter dari daerah mereka akan hilang. Kalau bisa materi pelajaran di daerah tertentu disesuaikan dengan muatan-muatan kearifan lokal yang mereka geluti disana sebagai suatu potensi yang luar biasa."

Selamat Hari Pendidikan Bagi Arif L Hakim Dan Para Pengajar Muda Di Program "Indonesia Mengajar."

Sumber berita: Rekaman wawancara Arif L Hakim dengan penyiar Sindo Radio

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun