Mohon tunggu...
Ahlis Qoidah Noor
Ahlis Qoidah Noor Mohon Tunggu... Guru - Educator, Doctor, Author, Writer

trying new thing, loving challenge, finding lively life. My Email : aqhoin@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Ketika Cinta Harus Memilih

22 Mei 2018   13:09 Diperbarui: 22 Mei 2018   13:22 876
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

" Teman is Teman, suami dan istri juga demikian. Aku akan berikan saran yang orang awam juga tahu harus bagaimanaa. Biarpun hatimu sakit oleh semua perlakuannya tetapi kamu tak boleh bertindak tidak manusiawi terhadap orang yang sedang lemah tak berdaya ", kata Dinda sedikit panjang lebar. Baru kali ini Dinda sedikit menceramahi dia tentang kehidupan.

Bulan di langit masih terang bendarerang dan bintang masih saja memantulkan sinarnya. Sayup terdengar jangkerik menyanyikan senandung malam. Dinda baru saja menyelesaiakan tugas terakhirnya, menidurkan si kecil dan menemani suaminya mengobrol malam.

Kebiasaan rutin yang dia lakukan untuk menjaga sinergitasnya sebagai ibu rumah tangga dan istri bagi suaminya. Baru saja dia hendak menyelonjorkan kaki , telpon berdering. Dinda ijin suamnya untuk mengangkatnya, karena sudah sangat larut.

Terdengar di sana suara yang bertangisan di iringi sesenggukan seorang wanita yang mengucapkan salam dengan lirih. Ternyata itu suara si Avelin.

" Ada apa, Avelin. Ada kabar apa denganmu? Kenapa banyak terdengar suara tangis di rumahmu ? ", tanya Dinda beruntun.

" Suamiku, Dinda...dia meninggal setengah jam yang lalu ", kata Avelin terisak.

Ah. Begitu cepat Tuhan memanggilnya. Ahamdulillah mereka masih bersama saat suaminya meninggal. Mereka masih berdua mempertahankan biduk yang hampir goyah. Mereka terus bertahan walau kapal itu hampir karam . Tuhan menyelesaikannya dengan indahnya. Tuhan mempertahankan harkat Avelin sebagai perempuan penjaga amanah suami untuk anak- anaknya.

Dinda datang pagi sekali sekitar pukul 7 karena pemakaman akan dilakukan pukul 10 pagi. Terlihat Avelin masih sembab. Matanya merah. Digendongnya si kecil yang diam tak rewel seperti anak kebanyakan. Ya , Imaz adalah si kecil yang manis. Dia telah menjadi Yatim dalam usia yang belum genap sepuluh dan Avelin harus berjuang untuk semuanya.

Di ujung lorong tampak jenazah suami Avelin sedang bersemayam. Ditunggui oleh kerabat yang sedang mendoa. Semoga dia pun mendapat tempat yang layak sesuai amal perbuatannya. Dinda berjalan mendekat untuk melihat kali terakhir wajah almarhum. Wajah yang menurut Avelin sangatlah tidak layak menjadi suami yang baik. Kini suami itu telah dipanggil oleh Tuhan dan Avelin harus sanggup memaafkan semua kesalahan.

Terlepas dari baik buruknya suami Avelin , Dinda tidak sanggup menilai . Dinda hanya duduk di samping dan mendoa bagi kebaikan almarhum dan keluarga yang ditinggalkan. Dinda tak berhak setuju ataupun tidak setuju atas penilain Avelin terhadap almarhum. Biarlah hanya Tuhan yang tahu segalanya.

Dipeluknya Avelin dan diciumnya Imaz sebelum mereka berangkat ke tempat pemakaman. Ternyata masih ada cinta di hati Avelin. Meskipun sedkit tapi Dinda  melihat ada cinta di sudut matanya. Masih ada rasa sedih ditinggal oleh suaminya. Ah, Tuhan memang Maha Adil . Dia tidak akan pisahkan manusia yang saling mencintai walaupun prosentasenya patut untuk dikhawatirkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun