Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Petromak dan Kucing Hitam

28 April 2018   16:31 Diperbarui: 30 April 2018   16:23 2944
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melihat kecongkakan Baya yang bergegas menuju kamar tidurnya, darah dendam mengalir ke seluruh tubuh Menik. Karena kematian si Hitam telah menghancurkan kenangan terindah Menik dengan Rostawa. Mendiang pacarnya yang memberikan kado kucing hitam itu sewaktu berulang tahun.

***

Selepas dluhur, Baya terbangun dari tidur. Dengan perut keroncongan, Baya menuju ruang makan. Melahap makanan yang terhidang di atas meja. Sesudah kenyang, Baya beranjak dari kursi. Namun sebelum meninggalkan ruang makan, Menik sudah berdiri di depan Baya dengan senapan ketupai. Tanpa sepatah kata, Menik menghujani butiran-butiran peluru ke kepala Baya. Tidak sampai hitungan menit, Baya terjatuh dengan darah mengalir dari kepalanya yang botak.

Melihat Baya yang terkapar di lantai ruang makan itu tidak bernapas lagi, Menik bergegas meninggalkan rumah dengan membawa senapan ketupai. Dengan menumpang angkutan kota, Menik menuju kantor polisi. Menyerahkan diri dan senapan ketupai sebagai tanda bukti.

***

Malam sesudah pertiwa berdarah, rumah Baya yang menjadi tempat kerja Menik sebagai germo itu mendadak senyap. Baya telah membujur di liang lahat. Menik meringkuk kedinginan di dalam tahanan. Jarkisah, Sri Koplak, Rulyati, Yanti dan Kasimah tidak tampak duduk di teras rumah itu untuk menunggu tamu.

Rumah Baya telah menyerupai cungkup kematian. Tidak ada cinta yang memancar seperti lampu petromak. Tidak ada rezeki yang dijaga kucing hitam atas serbuan tikus-tikus keparat. Tiga hari kemudian, rumah itu hancur ketika gempa bumi mengguncang dengan sangat dahsyat!

-Sri Wintala Achmad-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun