Mohon tunggu...
Acet Asrival
Acet Asrival Mohon Tunggu... Guru - Guru

www.berandaedukasi.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Esai | Suara Hati untuk Negeri

10 Agustus 2018   00:18 Diperbarui: 10 Agustus 2018   00:20 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: www.gong-online.com

Barangkali bumi pertiwi ini akan menangis setelah sekumpulan puisi ini ditulis dari hati seorang prajurit sejati, seperti Zaidin Bakry. Siapa yang akan menyenandungkan, siapa yang akan mengorasikan di tengah gejolak negeri yang tiada berkesudahan. Mana suara anak-anak negeri yang mencintai bumi pertiwi. Di mana para pemuda-pemudi yang memiliki jiwa patriot sejati. Kemana tuan pejabat yang berjanji memakmurkan negeri, apakah penguasa menutup diri dari kedustaan para pengkhianat itu?

Di tengah gejolak itu, lahir seorang tokoh yang melantunkan puisi di tengah-tengah kekacauan negeri ini, Sastry Bakri- buah hati Zaidin sendiri. Seorang 'prajurit' generasi yang mencintai bumi pertiwi. Seorang tokoh perempuan yang berjuang di jalannya sendiri. 

Menegakkan kebenaran, memberantas tirani dan kezaliman. Memperjuangkan hak-hak rakyat kecil, mengembalikan gelap pada terang, terang yang selalu muncul sepanjang hari, bersinar di malam hari.

Maka bacakanlah wahai anak negeri, puisi-puisi Hati Prajurit di Negeri Tanpa Hati ini, sebagai bukti cinta pada negeri, sebagai dukungan dalam menegakkan kebenaran, untuk kesejahteraan kita bersama. Karena dalam puisi-puisi tersebut, ada semangat juang yang tinggi, rasa solidaritas antar sesama, jiwa patriot sebagai ucapan selamat tinggal pada penjajah-penjajah itu.

Zaidin Bakry, dikenal sebagai seorang angkatan (militer), yang memiliki semangat yang besar dalam membangun negeri. Memiliki jiwa intelektual yang terintegritas. Melalui sajak-sajak Zaidin Bakry, kita diajak untuk sejenak hadir dalam kenangan masalalu, pada masa penjajahan di negeri ini, pada masa pemberontakan diri negeri ini, pada kekacauan yang terjadi setelah kemerdekaan kita raih, namun diperebutkan kembali karena politik dan ambisi para pengkhianat negeri.

Betapa sosok Zaidin Bakry adalah seorang prajurit yang berhati nurani. Memperjuangkan bangsa di negeri tanpa hati, hati yang sudah dirasuki iblis, yang kemudian menjelma pada ujung senapan, pada mata pedang, pada peluru yang menembus jantung anak-anak negeri. 

Seperti dalam salah satu judul puisi yang ditulis Zaidin dengan judul "Hati Prajurit" (h. 48) berbunyi; "Jurang yang menganga di antara kita adalah luka duka di wajah dunia; siapapun engkau di sana dan aku di sini keduanya punya hati." dalam puisi tersebut Zaidin seperti sebuah peluru pada senapan negeri yang siap dilepaskan kapan saja, di mana saja, kepada jantung musuh. 

Zaidin mengibaratkan bahwa kebenaran, kezaliman, tirani, harus siap diberantas di negeri ini, karena negeri ini negeri yang punya hati nurani. Lanjut Zaidin, "senapanku, merapatlah di sisiku, merapatlah di pipiku dan ketika hatiku meratap bisu, senapan setiaku muntahkan peluru.

Semangat juang itu mengalir dalam hati Sastri Bakry, seorang tokoh perempuan kelahiran 1958. Anak dari Zaidin Bakry dan Fatimah Noer. Hidup dalam lingkungan keluarga yang mencintai seni dan kesusasteraan. Maka jiwa kesenian itu telah meresap dalam kehidupan Sastri hingga kini buku kumpulan puisi yang ia tulis bersama dengan ayahnya masih menandakan bahwa jiwa seni dan sastra tidak memudar dalam dirinya, meskipun beliau disibukkan dengan berbagai macam pekerjaan dan amanah.

Puisi-puisi yang ditulis Sastri pada umumnya bernuansa pada sekelumit keadaan yang menimpa negeri ini. Keadaan-keadaan tersebut terlihat jelas dalam puisi-puisi yang ia tulis. Seperti puisi "Antara Buranga dan Kalisusu" (h. 67). Dalam puisi ini ia menggambarkan dua sisi yang terjadi dalam negeri ini. Satu sisi ada daerah yang sudah sangat maju dengan berbagai sarana dan prasarananya. 

Di sisi lain masih terdapat daerah yang terisolir, tertinggal, dan tidak memiliki sarana dan prasarana yang cukup.  "hatiku terpaut keduanya, tapi pilihan harus ditetapkan, dan kesepakatan itu kita capai, dan aku damai dalam titah undang-undang." puisi ini menggambarkan betapa besar keinginanya dalam membangun negeri agar di setiap daerah yang sama-sama mendapatkan fasilitas, bantuan, pembangunan, dan lain-lain. Namun karena satu dan lain hal, keinginan hatinya dan kepeduliannya tersebut masih belum terwujud dengan sempurna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun