Ada banyak puisi yang harus dibaca dan diresapi dalam kumpulan puisi "hati prajurit di negeri tanpa hati ini" yang perlu untuk dihayati bagaimana harapan besar yang ingin diwujudkan olehnya. Seperti harapan untuk pembangunan bangsa, pemberantasan tirani, pencegahan terhadap korupsi, manifulasi, dan budaya kapitalis.Â
Dimana orang-orang besar yang memiliki otoritas sesuka hatinya saja mempermainkan rakyat kecil. Kemudian menutupi diri dari kebohongan yang mereka buat. Demi popularitas dan kekayaan, hidup dituntun pada sesuatu yang terlarang.
Begitu juga dengan kebohongan dan kezaliman yang diperbuat oleh orang-orang tertentu dalam memimpin negeri ini. Kejujuran tersingkirkan karena kepentingan. Kebohongan ditutupi untuk suatu tujuan. Jika ada yang bernai mengusik, maka bersiap-siap untuk tersingkirkan dari permainan tersebut.
Banyak hal yang bisa diambil hikmah dan ibrah dari puisi-puisi yang ditulis Sastri, puisi yang memiliki bahasa sederhana namun kuat dalam makna. Puisi yang bernuansa religi yang memiliki nilai-nilai agama yang terkandung di dalamnya.Â
Secara sederhana, ada beberapa tema yang diangkat oleh Sastri dalam puisi ini, seperti tema kepemimpinan : (Antara Buranga dan Kalisusu, Gunung-gunung awan itu Tuan Presiden, Surat untuk Presiden). Tema Politik dan kebijakan: (Denting Dawai piano, Bentuk tanpa Makna, Dalam Angka. Tema Perjuagan (Jika Kalau, kebenaran tanpa rasa takut, keindahan berjung pahit), dan masih banyak tema-tema dalam buku puisi ini yang pada umumnya bernuansa religi dan berorientasi pada semangat juang dalam menegakkan kebenaran dan keadilan.
Kumpulan puisi hati prajurit di negeri tanpa hati ini berbicara tentang simbol keadilan. Di mana setiap unsur masyarakat, pejabat, pemimpin harus memiliki jati diri dan integritas yang mampu mengembankan amanah dengan baik. Setiap unsur tersebut memiliki cirikhas dan peran masing-masing, yang harus diemban dan dilakoni dengan jujur, teladan, loyal, serta bermatabat.Â
Dalam puisi berjudul "Jadilah Kamu Sebagaimana Kamu Berada" (h. 129). Puisi ini berusaha menggabungkan puisi-puisi yang ada dalam buku ini. Membentuk sebuah kesimpulan dan substansi dari puisi-puisi yang ia tulis bersama ayahnya Zaidin Bakry. Dalam puisi tersebut semua tergambar dengan jelas sesuai dengan harapan masing-masing. Seperti bait puisi itu:
"ketika kau menjadi orang miskin jadilah orang miskin.
Ketika kau jadi orang kaya jadilah orang kaya.
Ketika menjadi pejabat jadilah sebagai pejabat.
Ketika kau jadi anak buah jadilah anak buah... dan seterusnya.