Mohon tunggu...
Sabri Leurima
Sabri Leurima Mohon Tunggu... Freelancer - Ciputat, Indonesia

Sering Dugem di Kemang Jakarta Selatan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Hancur Rasa di Stasiun Bogor

5 September 2019   01:03 Diperbarui: 5 September 2019   01:03 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: ( Ig surga_bogor )

Kereta tujuan Bogor baru saja keluar dari Stasiun Duri, begitulah informasi yang aku dengar lewat suara speaker stasiun. Aku yang hendak menunggu di Stasiun Tanah Abang bersama masyarakat imigrant lainnya sedang berdiri di dekat peron kereta.

Sudah jam berapa kah sekarang dek? tanya seorang bapak disampingku. Jam 9 lewat Pak aku menjawabnya. Berdiri dan menunggu merupakan konsekuensi pengguna KRL. Tidak mungkin aku menduduki kursi yang telah disediakan bagi para penunggu. Sementara persediaan kursi juga terbatas. Emak-emak umuran juga banyak, lebih baik untuk mereka saja.

Sebelah bahu kiriku tercium aroma parfum harum berasal. Aku menolehnya dengan senyuman, dia gadis manis berwajah Holland. Hp android membuatnya menundukan kepala sambil mengetik pesan. Mungkin pesan dari ibunya atau pacarnya. Aku tidak tahu, tapi firasatku berkata demikian.

Selanjutnya, kereta pun tiba. Banyak orang menyambutnya dengan mendekatkan badan di ujung peron rel kereta. Prip... prip...suara pluit berbunyi. Ternyata itu adalah teguran dari security agar tidak terlalu merapat ke ujung peron. Perlahan langkah kaki kami kemudian mundur sedikit.

Pintu kereta kemudian terbuka, ada informasi lagi bahwa dahulukan penumpang yang sedang turun. Sementara aku yang paling depan terasa terdorong dari belakan. Untung saja penumpang yang turun tidak terlalu banyak sehingga aku bisa leluasa untuk masuk lebih awal dan mencari tempat duduk.

Saat dikereta aku mengambil posisi tempa duduk yang paling ujung. Aku senang bila duduk bangku ujung sehingga aku memilihnya. Perempuan wangi yang sempat aku hirup parfumnya berdiri di depanku dan berdesakan dengan banyak penumpang lainnya. Ia terlihat tidak betah terbukti dari kspresi wajahnya.

Mba, duduk disini aja. Aku menawarkannya tempat duduk. Ia tersenyum manis menerima tawaranku. Ohh..senangnya dalam hati, aku merasakan itu. Terimakasih bang, kata itu ia ucapkan dari mulut bibirnya yang tipis kemerahan. Aku terdiam, tapi bahagia. Hanya tidak ingin mengeksposenya saja.

Tanah Abang menuju Bogor harus melewati 18 Stasiun. Tentu perjalanan yang masih panjang. Mau bagaimana lagi. Kereta mungkin salah satu trasnportasi yang paling murah menuju Bogor. Memakai Bus agak sedikit boros. Biarlah aku lelah berdiri demi gadis wangi ini asalkan duitku tidak tekor banyak.

Walau kedua kakiku sudah terasa perih di betis.Hinggap berjinjit aku lakukan agar bisa mensteril rasa perih itu. Kadang-kadang juga hanya satu kaki yang menacap ke lantai kereta, kaki sebelahnya aku naikin tapi secara bergantian.

Gadis wangi itu masih sibuk dengan handponenya. Aku hanya bisa menatap kesibukan yang diperagakan lewat jari-jarinya. Bermata bulat dan hidung agak mancung terus membuatku senang. Dengan harapan apakah aku bisa memilikinya?

Saat tiba di Stasiun Depok Baru, dalam kereta kini mulai agak sepi. Pengalamanku bila berbondong-bondong dari Tanah Abang atau Manggarai, pasti akan berkurang jika telah sampai di Depok Baru. Para imigran ke Jakarta itu ternyata banyak dari area Depok dan Citayam.

Terlepas dari itu aku bisa duduk lagi ditempat duduk yang sudah agak kosong. Aku tidak memilih duduk disamping gadis wangi tersebut. Tempat duduk sebrang aku memilihnya agar bisa bertatap muka secara damai dengan si gadis walau sekali-kali.

Dalam hatiku bertanya, di Stasiun apakah nanti gadis wangi ini akan menghabiskan perjalanan menggunakan kereta yang sedang kita naiki? Ya semoga saja Bogor, sehingga aku bisa memaksimalkan rasa ini. Tidak, aku jangan kepedean. Siapa tahu dia sudah ada yang punya.

Pada penghujung stasiun Bogor, kereta terlihat sedikit melambat. Ternyata sedang menunggu pergantian jalur, kira-kira 10 menit aku menghitung waktu pergantian jalur itu. Tatapan itu tiba-tiba memandangiku. Aku terlihat malu awalnya. Pelampiasan rasa maluku sengaja aku geserkan ke arah pekerja seorang perempuan berbaju kuning yang tengah mengepel lantai kereta.

Tak lama kemudian kereta berjalan dari sejenak menunggu pergantian jalur. Tak ada rasa malu lagi, prinsipku jangan sampai rasa ingin kenal ini cuman mitos semata. Lalu kemudian aku memberanikan diri untuk mendekatkan rasa ini sebelum gadis wangi yang kutemukan turun lebih awal. Oh tidak, jangan sampai sia-siakan.

Akhirnya aku beranikan diri untuk bertanya. Pertanyaan yang simple tapi terlihat kaku bagiku untuk mengucapnya.

Di Bogor tinggal daerah mana mba?

Dengan spontan dia pun menjawab: Katulampa bang, ada apa emangnya?

Semoga dia bertanya balik, pikirku. Eh ternyata tidak, kereta telah sampai. Orang-orang lekas bergegas turun meninggalkan kereta. Di juga bergegas keluar dari kereta tanpa bertanya pamrih kepadaku. Siapa namanya juga aku belum tahu.

Rasa dan tatapan pertama hancur begitu cepat di Stasiun Bogor. Aku tidak menghirup harumnya wangi farfum itu lagi. Penyelasan hanya bisa terbayang dalam pikiran, akibat gerakan yang tidak progres.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun