Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Dianggap Enteng, Surya Paloh Gerah, Nasdem Nelangsa

9 November 2019   22:59 Diperbarui: 10 November 2019   00:59 909
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi diambil dari partainasdem.id

Pasca pengumuman kemenangan resmi Pilpres 2019 lalu 7 (tujuh) partai yang bernaung dalam koalisi pendukung Jokowi - Ma'ruf Amin berbinar-binar rasanya. Semua merasa paling berjasa sejak dari perencanaan, proses yang alot dan rumit hingga meraih kemenangan.

PDIP misalnya merasa paling berjasa karena merasa perolehan suaranya paling banyak. Meski pilpres berbeda dengan pileg tapi perolehan suaranya  yang terbesar mau tak mau merasa dari merekalah dukungan untuk Jokowi mengalir sehingga "mimpi" jadi kenyataan.

Partai Golkar yang berada pada posisi ke tiga tak kalah merasa berjasa karena memindahkan dukungan mereka pada Jokowi dari sebelumnya berada dalam Koalisi Merah Putih. Pada 16/5/2016 Golkar resmi keluar dari KMP dan memberikan dukungan penuh untuk Jokowi periode ke dua.

PKB dan PPP juga merasa tak kalah berjasa mengantarkan Jokowi menjadi Presiden untuk ke dua kali. Dari lumbung ormas keagamaan dari kader-kader mereka mampu mendongkrak suara untuk kemenangan Jokowi.

Nasdem sendiri juga berjasa untuk sukses Jokowi. Selain perolehan suara dari kader-kadernya media cetak dan elektronik milik Surya Paloh (SP) tak henti-hentinya mengkondisikan situasi apapun guna membentuk oponi dan citra untuk Jokowi sejak pemilu presiden 2014 dan berulang lagi pada 2019 lalu.

Sudah biasa, media milik SP dianggap corong pemerintah. Media milik SP sukses 2 kali bahkan mungkin 3 kali berturut-turut sejak mendukung SBY periode kedua dalam pilpres 2009 (meskipun partai Nasdem belum lahir pada saat itu).

Benchmark media milik SP jadi corongnya pemerintah berkuasa bukan rahasia lagi. Belum lagi pengeluaran SP untuk "memodali" kampanye Pilpres pada periode tersebut tentu bukan rahasia lagi meskipun tidak diketahui berapa jumlahnya secara pasti.

Dan ketika salah satu partai pendukug Jokowi memperlihatkan tingkah polahnya bagaikan pemilik imperium politik di negeri ini sekaligus pemilik kemenangan politik JokowI tentu membuat Surya Paloh (representasi Nasdem) merasa kecewa berat.

SP yang tahu banyak dan tahu persis bagaimana perjuangan bersama itu terlaksana dari nol hingga finish, tak mampu menutupi kekecewaannya melihat Jokowi dililit gurita partai yang menganggap paling berkuasa SP menantang siapa nanti yang paling setia pada Jokowi.

Nasdem nelangsa tidak dilibatkan diskusi dalam menentukan menteri. Nasdem galau karena pengorbanannya dianggap sepele. Nasdem jadi murung melihat parpol penguasa imperium politik negeri ini bagaikan gurita melilit tangan, kaki dan hati presiden Jokowi.

Wujud terakhir kegelisahannya, Nasdem minggat alias "sporing" dari rumah koalisi menuju rumah rekan jauhnya Partai Keadilan Sejahtera. (PKS). Sayangnya partai ini bukan teman sepermainan Nasdem yang cocok karena beda dalam segala hal.

Akhirnya seluruh penghuni Nasdem bikin acara "Kongres Nasional ke 2." Disanalah Surya "pak Brewok" Paloh menumpahkan uneg-unegnya dihadapan penghuni sendiri. 

Entah ngambek atau masih nelangsa, SP tidak mengundang pimpinan partai politik manapun bahkan tidak mengundang presiden Jokowi. Yang diundang justru Gubernur DKI sosok yang digadang-gadang Nasdem (hingga saat ini) untuk bursa Pilpres 2024.

Mereka bikin rencana, bikin taktik, bikin strategi hingga cara-cara mengawal dan mewujudkannya. Mereka berteriak "Oposisi..Oposisi.!! Teriakan itu membahana bagaikan meredam hingar bingarnya Jakarta.

Pilihan oposisi Nasdem tampaknya belum sepenuh hati karena setelah "tekanan" memilih oposisi dari penghuninya SP justru meredam niat tersebut dengan mengingatkan agar jangan bertindak bodoh. "Bodoh sekali Nasdem jika meninggalkan presiden Jokowi," ujarnya. 

SP bahkan mengingatkan biarlah waktu yang akan membuktikan siapa nanti yang akan lebih setia pada presiden Jokowi, sebuah firasat tentang masa depan kepemimpinan Jokowi yang mungkin tidak akan mulus tapi Nasdem akan membuktikan di sisi Jokowi.

Entah karena nelangsa berlarut-larut SP dituding emosi akibat pernyataannya meragukan nasionalisme partai yang mengaku paling nasionalis. Bawaannya marah-marah saja. Berangkulan dengan partai non koalisi pun dituding macam-macam. "Padahal rakyat tidak merasakan propaganda nasionalisme yang didengungkan partai mengaku paling nasionalis dan pancasilais tersebut," ujar SP.

Irma Suryani Chaniago menuding hal senada. Menurutnya ada partai merasa paling pancasilais dan nasionalis tapi sinis terhadap Nasdem, tanpa menyebut partai mana.

Salah satu petinggi PDIP Andreas Hugo Pareira marasa partainya dituding menanggapi "Terlalu emosional dan tidak bermakna idiologis," ujar politisi asal NTT lulusan Doktor Politik Internasional dari Universitas Giessen, Jerman tersebut.

Restorasi yang lama diidamkan SP terbukti belum terlaksana sepenuhnya dari masa SBY hingga Jokowi periode 1. Selain itu "pengorbanan" Nasdem terasa tenggelam oleh kiprah penguasa politik saat ini. Ditambah lagi sikap setengah hati beroposisi makin melengkapi nuansa nelangsa Nasdem.

Nasdem perlu lakukan restorasi ke luar dan  ke dalam, dan resetting langkah politiknya termasuk cermat memilih oposisi seperti apa yang pas untuknya. 

Berdasarkan situasi dan kondisi di atas, melalui kongres nasional ke 2 ini hendak dibawa kemanakah Nasdem oleh penghuninya terutama jika nelangsa tidak juga memberi dampak positif apapun misalnya?

abanggeutanyo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun