Mohon tunggu...
Zaky ya yahya
Zaky ya yahya Mohon Tunggu... freelance

Terus belajar hingga akhir hayat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sejarah "Pengemis" Dari Sedekah Pakubuwono 10 Surakarta

15 Agustus 2025   06:47 Diperbarui: 15 Agustus 2025   06:47 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi gambar pengemis

Munculnya istilah pengemis di Indonesia ternyata memiliki fakta unik, dalam sejarahnya pengemis muncul dari tradisi di Keraton Surakarta pada masa pemerintahan pakubuwono ke 10 (1893-1939), hal tersebut diungkap dalam kajian yang dilakukan oleh Resianita Carlina dan Latif Kusairi dalam Journal of Indonesian History.

Pakubuwono X merupakan raja atau sunan yang terkenal dermawan, bahkan ia memiliki kebiasaan rutin untuk memberikan sedekah setiap hari kamis. Hari kamis dijadikan oleh pakubuwono X sebagai momentum untuk Ia melihat kondisi rakyatnya kemudian dalam perjalanannya, terutama menuju Masjid Agung Surakarta, para rakyat akan berbaris rapi di sepanjang jalan dengan tangan menengadah menunggu pemberian dari Sang Raja yang dikenal sebagai "udhik-udhik" yakni uang koin yang disebarkan kepada masyarakat.

Disebabkan tradisi ini dilakukan pada setiap hari kamis, maka yang datang untuk mengharap berkah dari Raja disebut sebagai wong kemisan (dalam bahasa jawa) atau wong ngemis yang kemudian istilah tersebut melekat untuk menyebut orang yang meminta-minta, selanjutnya diserap dalam bahasa Indonesia menjadi pengemis.

Dalam kamus Bahasa Melayu tahun 1939 mencatat, kata Kemis yang berarti hari yang kemudian menjadi asal dari kata Ngemis, berkemis dan pengemis. Berdasarkan laporan dari wartawan surat kabar Bromartani tahun 1895, istilah pengemis pertama kali muncul setelah Raden Samingoen Nitiprodjo meliput kegiatan sedekah Pakubuwono X di hari kamis.

Meski pada saat ini pengemis banyak dilakukanan oleh sebagian masyarakat dan dapat kita temui diberbagai tempat, namun awal dari tradisi kemisan memiliki motivasi yang berbeda. Dahulu pengemis atau ngemis hanya dilakukan pada saat hari kamis di sekitaran Masjid Agung Surakarta sebagai bentuk mengharap berkah dari sang raja akan tetapi pada saat ini pengemis menjadi sebuah profesi untuk mencari nafkah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun