[Hai perempuan, jangan genit ya! Ini HP-bapakku, sekarang aku yang pegang! Jangan sok cantik! Bener-bener kamu perempuan tidak tahu diri ya?]
Rien yang baru saja pulang dari kantor mendapati pesan semacam itu tentu berpikir. Ini siapa kok marah-marah nggak jelas dan kata-katanya sangat memojokkan perempuan yang masih terlihat cantik meski usianya sudah berkepala lima lebih.
Tidak ada angin tidak ada hujan, mendapat pesan lewat aplikasi berwarna hijau itu hatinya menjadi bergemuruh. Ingin rasanya marah dan membalas pesan yang tidak berakhlak kata-katanya, tapi masih ditahannya.
Sabar Rien, bisik hatinya mencoba berdamai.
Sore yang cukup mendung, rasa lelah dan tubuh kotor Rien setelah sehari bekerja membuatnya ingin segera membersihkan diri dan berisitirahat.
Namun, pesan yang beberapa kali memang ditujukan padanya tidak pernah ditanggapi serius. Setelah dibaca kalimatnya langsung dihapus.
Telinganya sempat memerah juga saat membaca pesan dari seseorang yang memperkenalkan diri sebagai anak salah seorang sahabatnya.
[Aku Fina, anak Pak Purwadi. Hey perempuan, jangan sok menggoda bapakku ya. Ntar kamu kutemui di rumah]
Pesan yang bernada ancaman itu pun segera dihapusnya.
Rien hanya mampu mendesah pelan.
Huh, untuk apa aku tanggapi, nggak penting juga, jadi racun saja, pikir Rien dalam hati.