Mohon tunggu...
zulma dwi satrio
zulma dwi satrio Mohon Tunggu... survival

Seorang Bapak anak 3 yang suka mengamati kebijakan publik yang aneh-aneh

Selanjutnya

Tutup

Politik

Judi Bareng Menkeu Si Paling Koboi

12 September 2025   13:02 Diperbarui: 12 September 2025   13:02 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Struktur fiskal negara pada dasarnya memiliki dua fungsi utama: menyalurkan belanja dan menjaga stabilitas makro. Salah satu instrumen penyangga stabilitas itu adalah Saldo Anggaran Lebih (SAL), yakni akumulasi sisa pembiayaan anggaran yang secara hukum ditetapkan sebagai cadangan fiskal. Fungsinya bukan sekadar simpanan, melainkan bantalan likuiditas untuk mengantisipasi risiko fiskal yang tidak terduga, seperti pelemahan penerimaan pajak, guncangan global, atau kebutuhan pembiayaan darurat.

Dalam kerangka tersebut, Menteri Keuangan  mewacanakan pemindahan sekitar Rp200 triliun dari SAL yang saat ini ditempatkan di Bank Indonesia untuk ke enam bank BUMN dengan dalih percepatan pertumbuhan ekonomi. Secara permukaan, langkah ini tampak sebagai optimalisasi dana yang tidak produktif. Namun secara teknis, kebijakan koboi ini mengandung mismatch fungsi fiskal. SAL dirancang sebagai buffer risiko, bukan instrumen ekspansi kredit. Pemanfaatannya di luar fungsi cadangan berpotensi menimbulkan distorsi pada tata kelola fiskal, stabilitas moneter, serta menimbulkan persoalan legalitas pengelolaan keuangan negara.

SAL Uang Nganggur?

Secara normatif, Saldo Anggaran Lebih (SAL) tidak pernah dimaknai sebagai dana bebas. Ia memiliki status hukum sebagai cadangan fiskal negara. Posisi ini ditegaskan berulang kali dalam regulasi utama:

UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

Pasal 12: APBN hanya dapat ditetapkan melalui undang-undang, artinya setiap pergeseran saldo harus tunduk pada mekanisme legislatif.

Pasal 13: Komponen APBN terdiri atas pendapatan, belanja, dan pembiayaan---SAL berada pada ranah pembiayaan, bukan pos belanja.

Pasal 15 ayat (5): Pengelolaan keuangan negara wajib memenuhi prinsip efisiensi, efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas.

Pasal 23: Setiap penggunaan dana negara hanya sah bila sesuai peraturan perundang-undangan.

PP No. 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Kas Negara lebih tegas lagi: SAL adalah cadangan fiskal yang hanya dapat digunakan dalam kondisi tertentu, dengan mekanisme yang jelas dan terukur.

Dengan konstruksi hukum semacam ini, menyebut SAL sebagai "uang tidur" sama sekali tidak berdasar alias serampangan. Ia bukan idle balance yang bisa dipindahkan dengan klaim pragmatis. SAL adalah bantalan institusional, diciptakan justru untuk menutup ruang manuver kebijakan ad hoc.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun