Sedih sebenarnya Ramadhan tahun ini terasa berbeda. Kita diharuskan di rumah untuk kebaikan bersama. Tak ada ceramah Ramadhan, buka bersama dan tadarusan bareng teman-teman, apalagi ngabuburitan.
Namun, dibalik kesedihan ini tentu ada hikmah yang harus kita syukuri. Aku sebagai anak rantau sejak tahun 2013 hingga tahun ini selalu merasakan lebih sering berpuasa sendiri daripada bersama keluarga.Â
Tahun 2013-2017 awal aku kuliah dan pulang hanya liburan semester genap. Mengingat dana yg minim, aku pulang hanya saat libur smster genap dan libur mau lebaran Idul Fitri. Berpuasa sendiri, tentu ada kesedihan tersendiri di dalam hati. Tak ada suara ibu yang membangunkan sahur, aroma masakan ibu yang khas serta senda gurau bersama keluarga.
Pada saat aku mulai bekerja, ada sekali aku berpuasa bersama keluarga setelah itu aku pun mendapat pekerjaan lagi di rantau.Â
Tahun ini aku sedih dan bahagia. Sedih karena situasi pandemi, pulang menjadi odp dan tidak bisa leluasa dalam bertindak. Namun, aku bersyukur tahun ini aku bisa membuka Ramadhan bersama keluarga lengkap bersama Ayah, Ibu, kakak, adik, abang ipar dan keponakan ku yang menggemaskan.Â
Ramadhan tambah bernuansa khidmat, karena tahun ini adik laki-laki ku bukan lagi menjadi makmum di mesjid. Kondisi korona yang mengharuskan sholat tarawih di rumah menuntut adik laki-laki ku menjadi imam sholat tarawih di rumah. Kami memulai dari pengarahan mengenai ibadah dan muraja'ah ayat hingga menghafal ayat Al-Qur'an.
Wabah membawa kami senantiasa mengintropeksi diri dari dosa dan kekurangan serta membawa kami mencapai kebahagian.