Mohon tunggu...
Zul Hendri Nov
Zul Hendri Nov Mohon Tunggu... Freelancer - Belajar Menjadi Penulis

Belajar Menulis... Akun lama saya : https://www.kompasiana.com/zul_hendri_nov

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ruang Media Sosial di Era Post-Truth Politik

7 Maret 2019   10:19 Diperbarui: 7 Maret 2019   10:31 1414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Post-Truth Politik Merupakan Sebuah Pola Politik yang cukup hangat dewasa ini. Pengistilahanya baru dimasukan dalam Kamus Oxford Pada Tahun 2016 Silam. Lalu Apa itu Post Truth dalam Pola Politik?  Post Truth sendiri dapat diartikan kedalam Bahasa Indonesia sebagai Politik Pasca Kebenaran. Menarik Bukan? 

Bahwa ada Politik Pasca Kebenaran Tentu kita akan terbawa juga untuk membayangkan lawan kata dari Kebenaran yaitu  Politik Kebohongan atau Omong Kosong.Dalam Tulisan Ini saya akan Menggambarkan Sebuah Fenomena Politik yang cukup hangat di indonesia. Berangkat dari beberapa Fenomena Politik yang mulai eksis dengan metode kampanye baru melalui media Sosial. 

Pada AwalTahun 2012 Penggunaan dan Pemanfaatan Media Sosial sebagai salah satu Alternatif untuk Berkampanye mulai digalakan. Hal ini seiring dengan peningkatan penggunaan media Sosial bagi Masyarakat untuk menggali informasi maupun hanya untuk sekedar Eksis berbagi cerita dalam akun media sosial yang dimiliki.

ProsesPenggunaan media sosial meningkat sebagai media Kampanye ketika akan dilaksanakanya Pemillihan Kepala Daerah di Ibu Kota Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012. 

Pada saat Itu Perebutan Kursi Nomor 1 di DKI Jakarta diperebutkan Oleh Ir.Joko widodo  dengan Wakilnya Basuki T.Purnama Melawan Fauzi Bowo dengan Wakilnya Nachrowi Ramli. Pemanfaatan Media Sosial  Oleh Masing-masing Tim sukses guna Merebut perhatian Publik Khususnya Pemilih di Wilayah DKI. 

Jakarta sangat efektif dan memberikan dampak dalam proses Pilkada. Terbukti melalui pemberitaan dan Kampanye di media Sosial yang Intens mengenai Ir. Joko Widodo mengantarkan beliau  menduduki Kursi Nomor satu di DKI Jakarta Mengalahkan Fauzi Bowo yang merupakan Pertahana. Seiring Berjalan Waktu Pemanfaatan Media Sosial inipun Sebagai Media Kampanye terus mengalami Peningkatan. 

Hal Ini dikarenakan Penggunaan Media Sosial sebagai media kampanye sangat populis dan dianggap bersentuhan lansung dengan masyarakat. Masyarakat bisa langsung mengakses dan melakukan interaksi dengan Kandidat  melalui akun media Sosial pribadi yang dimiliki.

 Pada Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014 dan Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017penggunaan media sosial sebagai media kampanye Mengalami Peningkatan yang sangat Signifikan.

Namun Pemanfaatan Media Sosial Sebagai Media Kampanye Mengalami Pergeseran kepada pola Politik Hegemoni. Melalui media Sosial Para Politisi dan Tim beramai-ramaiuntuk membuat akun pribadi guna berinteraksi dan Memberikan Pengaruh kepada  masyarakat atau konstituen Mereka. 

Sayangnya, akses media Sosial yang seharusnya digunakan sebagai alat untuk mempermudah Komunikasi dan Mendapatkan Informasi malah dimanfaatkan untuk mempelintir Isu atau Informasi. 

Sehingga tak jarang Informasi yang diberikan kepada masyarakat Cendrung menyesatkan demi tujuan dan kepentingan tertentu lalu menimbulkan Kecurigaan antara sesama masyarakat dan berakhir kepada Perpecahan

HOAX (Berita Bohong)

Hoax atau Berita Bohong Seolah sudah Menjadi Konsumsi rutin Bagi masyarakat Indonesia dalam Menerima Informasi. Pemanfaatan media sosial guna kepentingan Politik disalah-gunakan untuk merebut Perhatian dan Simpati Masyarakat. masyarakat Indonesia yang sangat aktif di Media Sosial cendrung Sulit untuk Membedakan Kebenaran Sebuah informasi yang mereka terima. 

Hal ini bukan hanya karena faktor pendidikan atau kecakapan Masyarakat dalam menerima dan Menyerap Informasi yang rendah, melainkan juga Karena Ulah Politisi yang menjadi Patron bagi masyarakat melakukan Kebohongan demi kebohongan dengan "Polesan tertentu" guna merebut Simpati Masyarakat. 

Hal inilah yang pada akhirnya memunculkan kebingungan dalam masyarakat untuk menilai Kebenaran Informasi yang mereka terima. Terlebih saat ini memasuki tahun Politik 2019, Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Serentak dengan Pemilihan Legislatif. 

Para Peserta Pemilu dengan Tim Sukses akan berlomba-Lomba untuk merebut perhatian dari masyarakat melalui media Sosial. Tak hayal, Politik Tuding dan saling Klaim Menjadi Tren dalam Kampanye Media Sosial.

Komoditas Post Truth Politic

Pasca Maraknya Pemeberitaan Hoax yang dianggap skandal kebohongan Publik yang besar dan menimbulkan Perpecahan. Komoditas Post Truth Politic atau Komoditas yang mengaku memiliki kebenaran muncul menjadi bahan yang dikampanyekan guna kepentingan tertentu. S

ayangnya, bukan cahaya dibalik gelapnya Hoaxyang ditawarkan Melainkan Penyesatan Publik melalui klaim kebenaran untuk menjatuhkan dan Menyerang lawan Politik yang diperlihatkan. 

Memanipulasi Fakta dengan menggunakan data-data Tertentu untuk mengeluarkanfakta tersebut dari Konteksnya dan memunculkan pendapat Individu yang dianggap sebagai sebuahkebenaran. di Era Post Truth Politic Ini Pembenaran Menjadi tolak ukur sebagai kebenaran dengan Metode Propoganda. 

Ruang Publik di Media Sosial yang di isi oleh Pesanan Kepentingan melalui Buzzer Media Sosial, tidak melahirkan dan meransang Pencerahan guna meningkatkan Mutu Sumber daya Manusia. 

Melainkan beralih fungsi menjadi alat Politik yang mematikan. Bahkan effek yang ditimbulkan tidak main-main, apalagi di Tahun-Tahun Politik hari ini. 

Perbedaan Pilihan Bukan Menjadi hal yang lumrah dalam sistem demokrasi melainkan menjadi permusuhan yang nyata dan berimpas kepada pola kehidupan sehari-hari. Seperti beberapa minggu lalu sebuah keluarga harus memindahkan makam keluarganya hanya karena perbedaan pilihan politik.

Pentingnya Literasi digital

Perkembangan Informasi melalui media sosial yang mengalir deras memang tidak bisa kita Hindari. Pembatas antara Kebenaran dan Pemberanan yang kian Tipis di Era PostTruth PolitikPerlu kita siasati. hal terpenting yang perlu kita pahami dalam arus deras yang tidak bisa kita bendung ini adalah dengan membuat jembatan dan mengaliri derasnya Informasi media Sosial dengan Memperbanyak Literasi digital.

 Proses mengkampanyekan cara menyebar Informasi melalui Media sosial "Saring lalu Sharing"  akan efektif bila alat penyaring seperti literasi digital diperbanyak. Mempermudah akses-akses terhadap artikel dan Jurnal ilmiah untuk pembanding dan Penyaring akan menjadi efektif. 

Menuntun pengguna media sosial untuk menyusun kerangka berfikir kritis dan mampu mengendalikan emosional adalah output yang diharapkan dari literasi digital pada Tahun-Tahun politik yang Krusial ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun