Mohon tunggu...
Zulfatussaadah
Zulfatussaadah Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa

Mahasiswa dan suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Komunikasi Efektif dalam Praktik Keperawatan yang Sesuai dengan Nilai Profesionalisme Keperawatan

14 Desember 2021   10:21 Diperbarui: 14 Desember 2021   10:24 547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

            Perawat mempunyai peran yang sangat penting dalam pelayanan kesehatan. Hal itu tentunya menyebabkan perawat mempunyai hubungan yang sangat dekat dengan pasien. Dalam hubungan tersebut tentunya menyebabkan keduanya memiliki komunikasi yang terjalin dengan erat. Namun, komunikasi tersebut tidak hanya sebatas komunikasi biasa. Komunikasi antara perawat dan pasien menjadi hal yang sangat penting dalam praktik keperawatan serta berdampak pada hasil praktik keperawatan. Oleh karena itu, perawat harus memiki pemahaman tentang bagaimana melakukan komunikasi efektif dengan pasien.

            Perawat memberikan asuhan keperawatan yang mencakup kebutuhan biopsikososial dan spiritual pasien. Dalam melakukan hal tersebut, perawat tidak hanya membutuhkan pengetahuan saja (Kourkuota & Papathanasiou, 2014). Namun, perawat juga harus memiliki keterampilan seperti melakukan komunikasi efektif. Terdapat beberapa keterampilan yang perlu dimiliki oleh perawat dalam melakukan komunikasi yang efektif. Apabila perawat menerapkan dengan baik keterampilan tersebut maka pasien akan merasa nyaman berinteraksi dengan perawat sehingga mendukung proses penyembuhan.

            Dalam suatu pertemuan antara perawat dan pasien, perawat perlu menjalin interaksi yang positif. Interaksi positif yang dilakukan akan membuat pasien bahagia dengan kehadiran perawat (Raphael-Grimm, 2015). Interaksi positif antara perawat dan pasien dapat terjalin walaupun dalam waktu yang cukup singkat dan belum saling mengenal sebelumnya. Perawat dapat membina hubungan positif dan hubungan saling percaya dalam setiap pertemuannya dengan pasien. Interaksi yang positif dalam setiap pertemuan akan memberikan dampak positif terhadap kondisi pasien. Pasien yang sedang menghadapi penyakit ataupun trauma sangat membutuhkan kehadiran orang lain seperti perawat (Ferrucci, 2006).

            Interaksi positif yang terjalin akan membuat pasien merasa terhubung serta mendapat dukungan dari orang lain. Hal itu kemudian akan menyebabkan pasien merasa diperhatikan, dihargai, dipahami, dan dihormati oleh orang lain. Perasaan tersebut akan membentuk kekuatan penyembuhan pada pasien. Oleh karena itu, perawat perlu menerapkan pola komunikasi dalam interaksi positif sehingga dapat meningkatkan kualitas dan hasil pelayanan keperawatan (Baumann, 2007).

            Dalam menjalin komunikasi dengan pasien, perawat perlu memberikan perhatian yang penuh. Hal itu dapat ditunjukkan dengan sikap perawat yang memperhatikan pasien sepenuhnya dengan mengurangi berbagai gangguan yang ada. Perawat harus menumbuhkan rasa keinginan untuk mengetahui serta memahami kondisi pasien dan keluarganya baik pemikirannya, perasaannya, maupun kebutuhannya. Kehadiran perawat yang memberikan perhatian penuh sangat membantu penyembuhan pasien (Siegel, 2010). Tidak hanya berdampak positif pada pasien, perhatian penuh yang dilakukan perawat juga akan berdampak positif pada perawat. Melalui perhatian penuh, perawat akan lebih mudah mengidentifikasi serta merespon secara tepat dan efektif terkait dengan pemenuhan kebutuhan pasien dan keluarganya.

            Selain memberikan perhatian yang penuh dalam komunikasi dengan pasien, perawat juga harus memiliki rasa empati terhadap kondisi pasien. Empati didefinisikan sebagai kemampuan untuk memahami orang lain serta dapat membayangkan bagaimana rasanya mengalami hal yang dialami orang lain tersebut (Rousseau, 2008). Melalui empati, perawat lebih mudah untuk mengerti masalah yang dihadapi oleh pasien yang berkaitan dengan kondisi kesehatannya saat ini. Hal tersebut nantinya akan membuat pasien lebih semangat dalam proses penyembuhan sehingga dapat mempercepat penyembuhan.

            Selanjutnya, dalam komunikasi antara perawat dan pasien, perawat perlu menerapkan teknik listening. Walaupun terlihat begitu sederhana, dalam faktanya teknik listening ini kerap kali dilupakan oleh sebagian orang. Teknik listening dapat diwujudkan dengan memberikan perhatian yang penuh kepada pasien yang sedang berbicara. Perawat perlu berhenti berbicara ketika pasien berbicara. Namun, tidak hanya sebatas itu saja, perawat juga perlu memahami informasi dan bagaimana cara pasien dalam menyampaikan informasi tersebut (Raphael-Grimm, 2015). Ketika pasien berbicara, perawat harus mencoba merasakan hal yang dialami oleh pasien.

            Selama interaksi, perawat perlu mendengarkan dengan fokus terhadap penyampaian informasi oleh pasien. Hal itu akan berdampak positif pada kondisi pasien. Pasien akan merasa nyaman dengan sikap yang ditunjukkan perawat. Disini perawat perlu membuat pasien merasa lebih bebas dalam mengungkapkan perasaan dan pemikirannya. Hal itu sangat diperlukan mengingat pasien yang seringkali memiliki keraguan untuk mengungkapkan pemikiran mereka. Oleh karena itu, perawat perlu menghormati, menghargai, serta melibatkan pasien dan keluarganya selama asuhan keperawatan.

            Dalam kode etik yang menjadi pedoman bagi perawat menurut ANA (American Nurses Association, 2015) perawat perlu melakukan praktik keperawatan dengan compassion and respect. Artinya, perawat harus memiliki belas kasih serta menghormati martabat manusia atas keunikannya. Rasa hormat yang tinggi oleh perawat dapat ditunjukkan selama komunikasi. Perawat yang menghormati pasien akan menjadikan hubungan perawat dan pasien menjadi baik. Pasien juga akan memiliki nilai kepercayaan kepada perawat.

            Di samping itu, perawat juga perlu memperhatikan penggunaan kata selama proses komunikasi. Perawat harus memahami bahwa tidak semua pasien dan keluarga pasien memahami kosakata yang digunakan dalam kesehatan. Pasien seringkali bingung dan tidak mampu untuk memahami secara tepat terkait informasi yang disampaikan oleh perawat (Raphael-Grimm, 2015). Oleh karena itu, perawat perlu menggunakan kata atau bahasa yang lebih sederhana dan sejelas mungkin sehingga dapat mengurangi kemungkinan ketidakpahaman pasien dan keluarganya terhadap informasi yang disampaikan. Perawat juga harus menerapkan strategi yang tepat dalam komunikasi pada pasien yang memiliki kesulitan dalam berkomunikasi, seperti kesulitan berbicara atau mendengar (American Nurses Association, 2015).

            Dapat disimpulkan bahwa komunikasi yang efektif sangat memengaruhi kondisi pasien. Komunikasi efektif dapat dilakukan dengan menjalin interaksi positif, pemberian perhatian yang penuh, empati, teknik listening, dan pemilihan kata yang tepat. Dengan memperhatikan dan menerapkan hal tersebut, perawat akan menciptakan komunikasi yang efektif antara perawat dan pasien. Melalui komunikasi efektif, perawat dan pasien akan sama-sama diuntungkan karena dapat mendukung proses penyembuhan pasien selama pemberian pelayanan kesehatan oleh perawat. Oleh karena itu, sebagai perawat yang professional, perawat harus menjalin komunikasi yang efektif dengan pasien.


Referensi


American Nurses Association. (2015). Code of ethics with interpretative statements. Silver Spring, MD.

American Nurses Association. (2015). Nursing Scope and Standards of Practice (3rd Ed.). Georgia: Nursesbooks.org.

Baumann, A. (2007). Healthy work environments best practice guidelines : Professionalism in nursing. Ontario: Registered Nurses Association of Ontario (RNAO).

Ferrucci, P. (2006). The Power of Kindness : The unexpected benefits of leading a compassionate life. New York: Penguin.

Kourkuota, L., & Papathanasiou, I. V. (2014). Communication in Nursing Practice. Retrieved from htts:///www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3990376/

Raphael-Grimm, T. (2015). The Art of Communication in Nursing and Health Care. LLC: Springer Publishing Company.

Rousseau, P. (2008). Emphaty. The American Journal of Hospice & Palliative Care , 261-262.

Siegel, D. (2010). The mindful therapist : A clinical's guide to mindsight and neural integration 1st Ed. New York: W. W. Norton & Co.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun