ABSTRAK
Perkembangan psikososial anak usia dini terlihat pada kemampuan anak dalam berinisiatif menyelesaikan masalahnya. Perkembangan psikososial anak tidak terlepas dari peran penting dari orang tua. Untuk itu orang tua perlu memiliki pengetahuan dalam perkembangan psikososial anaknya. Pendidikan dan pola asuh yang baik dari orang tua akan memengaruhi perkembangan psikososial anak ketika anak mencapai usia dewasa nantinya.
Teori Perkembangan Psikososial
Perkembangan psikososial anak usia dini atau prasekolah adalah proses perkembangan kemampuan anak dalam berinisiatif menyelesaikan masalahnya sendiri sesuai dengan pengetahuannya. Kemampuan ini diperoleh jika konsep diri anak positif karena anak mulai berkhayal dan berkreatif serta meniru peran–peran disekelilingnya.[1]
Banyak teori mengenai perkembaangan psikososial, yang paling banyak dianut adalah teori psikososial dari Erik Erikson. Teori psikososial dari Erik Erikson meliputi delapan tahapan yang saling berurutan sepanjang hidup. Hasil dari tiap tahap tergantung dari hasil tahapan sebelumnya, dan resolusi yang sukses dari tiap krisis ego adalah penting bagi individu untuk dapat tumbuh secara optimal. Ego harus mengembangkan kesanggupan yang berbeda untuk mengatasi tiap tuntutan penyesuaian dari masyarakat. Adapun tahapan-tahapan perkembangan psikososial anak menurut Erik Erikson, yaitu sebagai berikut:[2]
- Bayi (0-18 bulan): kepercayaan dan kecurigaan. Tahap ini yang menentukan bayi akan mudah percaya atau tidak percaya dengan orang lain. Orang yang berperan penting dalam tahap ini adalah ibu. Pada tahap ini bayi akan ketergantungan pada ibu dan ekspresi frustasi seorang ibu. Selain itu, bayi sering kali merasa takut dengan sekitarnya terutama orang yang tidak dikenalnya dengan baik.
- Anak (2-3 tahun): pengendalian diri versus rasa malun dan ragu. Tahap ini, anak sudah bisa melakukan pengendalian diri dan madiri. Erikson percaya bahwa anak-anak yang mengendalikan diri secara otomatis mersa lebih mandiri. Misalnya, ketika anak bisa memilih mau makan apa, mainan favorit, dan baju yang dipakai. Hasil dari tahap ini yaitu keinginan atau kemauan. Jika Anda berhasil anak akan memiliki kekuasaan atas dirinya, apabila gagal akan merasa malu dan penuh keraguan.
- Usia prasekolah (3-5 tahun): aktif versus rasa bersalah. Tahap ini anak mulai berpartisipasi dalam permainan dan interaksi sosial. Tahap ini yang akan membentuk karakter seorang anak untuk memiliki tujuan atau tujuan dalam hidup. Jika Anda melakukakannya dengan baik, anak akan merasa bisa memimpin orang lain, sedangkan mereka yang gagal seringkali merasa bersalah sehingga meragukan kemampuan orang lain dan jarang mengambil inisiatif. Hasil ini hanya dapat dicapai jika anak dapat menyeimbangkan momen inisiatif dan momen kerjasama dengan orang lain.
- Usia sekolah (6-11 tahun): industry versus ketidakmampuan. Pada usia ini, anak mengahadapi tantangan berupa tujuan sosial dan akademik. Selama fase ini, orang-orang di puncak akan merasa kompeten, sedangkan mereka yang gagal merasa mencela diri sendiri. Hasil akhir dari tahap ini adalah kepercayaan. Anak usia sekolah yang jarang dihargai atau didukung oleh orang terdekatnya akan meragukan kemampuannya untuk berhasil.
- Remaja (12-18 tahun): kebingungan identitas dan peran. Tahap ini yaitu ketika remaja mencari jati diri yang akan mempengaruhi kehidupannya dalam jangka Panjang. Remaja yang sukses akan konsisten pada diri sendiri, sedangkan orang yang tidak sukses akan merasa bingung tentang siapa dirinya. Identitas ini terkait dengan keyakinan, cita-cita dan nilai-nilai yang membentuk karakter seseorang. Jika berhasil, aka nada hasil akhir berupa loyalitas, kemampuan untuk hidup berdampingan dengan harapan dan norma masyarakat.
- Masa dewasa awal (19-40 tahun): lebih dekat dan terisolasi. Tahap ini dikaaitkan dengan hubungan cinta dengan pasangan. Jika berhasil orang dapat membangun hubungan yang kuat, sebaliknya jika gagal seseorang akan berhenti. Tahap ini juga berkaitan dengan tahapan sebelumnya yaitu terkait identitas. Orang-orang yang tidak yakin akan identitas mereka lebih cenderung merasa kesepian dan menjadi depresi. Hasil akhir dari tahap ini adalah cinta.
- Dewasa (40-65 tahun): pertumbuhan versus stagnasi. Pada tahap dewasa, seseorang selalu ingin melakukan sesuatu yang berguna untuk dirinya sendiri. Jika berhasil, akan ada rasa memiliki tujuan. Sebaliknya, jika mereka gagal, akan mersa bahwa berpartisipasi di dunia tidak aka nada artinya. Hasil akhir dari tahap ini adalah penyembuhan. Dari menyaksikan bayi Anda tumbuh hingga merasa dekat dengan pasangan Anda adalah bagian penting dari tahap ini.
- Kedewasaan (65 tahun – hingga meninggal dunia). Tahap ini merupakan tahap dimana seseorang merenungkan apa yang mereka lakukan ketika mereka masih muda. Jika Anda puas dengan pencapaian Anda akan merasa cukup. Sebaliknya, jika Anda tidak merasa puas, Anda akan merasa menyesal dan putus asa. Hasil akhir dari tahap ini adalah Wisdom atau kebijaksanaan. Seseorang yang puas dengan apa yang mereka lakukan di masa mudanya akan siap menghadapi akhir hidup dengan damai. Teori perkembangan psikososial Erikson tidak berarti Anda harus sepenuhnya positif atau negative untuk melihatnya. Sebaliknya, yang paling penting adalah keseimbangan antara dua aspek.
- Â
Peranan Orang Tua dalam Perkembangan Psikososial AnakÂ
Faktor yang mempengaruhi perkembangan psikososial pada anak usia sekolah salah satunya yaitu cinta dan kasih sayang yang di dapat dari orang tua. Anak memerlukan kasih sayang dan perlakukan yang adil dari orang tuanya. Anak-anak yang merasa aman di lingkungan kelompoknya akan merasa bebas mengutarakan segenap kreativitasnya, sebaliknya anak-anak yang merasa tidak aman akan bersifat tertutup dan takut untuk berbuat sesuatu. dalam keluarga harus diciptakan suasana aman bagi anak-anak agar perkembangannya dapat optimal.[3]Â
Berbagai faktor yang mempengaruhi psikososial anak prasekolah yaitu lingkungan sosial, baik orang tua, sanak keluarga, dan teman sebaya. Apabila lingkunga sosial tersebut memfasilitasi atau memberikan peluang terhadap perkembangan anak secara positif maka anak akan mencapai perkembangan psikososial yang optimal.Â
Namun apabila dalam hal ini orang tua tidak memfasilitasi dan tidak memberi peluang terhadap perkembangan psikososial anak secara positif maka anak gagal memahami dirinya dan peran-perannya, misalnya anak menjadi tidak percaya diri (malu untuk tampil), pesimis (tidak memiliki minat dan keinginan), takut salah dalam melakukan sesuatu, sangat membatasi aktivitasnya sehingga terkesan malas dan tidak mempunyai inisiatif.
Untuk mengatasi masalah perkembangan psikososial dalam mencapai perkembangan psikososial yang optimal.
Yaitu beri kesempatan kepada anak untuk mencapai kemampuan tertentu yang dapat dipelajarinya (seperti naik sepeda, menulis, menggambar, menyusun balok, dan puzzle), dukung anak untuk bermain berkelompok, beri kesempatan pada anak untuk bermain peran menggunakan alat–alat yang sesuai (seperti memasak, sekolah, berperan sabagai orang tua), beri tugas yang sesuai dengan kemampuan anak, jadi role model bagi anak mengenai cara menerima keunikan orang lain, beri pujian terhadap keberhasilan yang dicapai oleh anak, dengarkan seluruh keluhan anak dan diskusikan cara mengatasi rasa tidak mampu yang dialami anak.[4]