Mohon tunggu...
Zofrano Sultani
Zofrano Sultani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Historian, Researcher, Research Consultant, and Social Observer

Follow my Instagram: zofranovanova94. The researcher has an interest in the fields of East Asian History, South Asian History, the History of International Relations. and International Political Economy. He is an alumnus Bachelor of Arts in History degree currently pursuing a postgraduate in the field of socio-politics with a hobby of reading books, watching movies, listening to music, and foodies. Education level has taken: Private Kindergarten of Yasporbi II Jakarta (1998-1999), Private Elementary School of Yasporbi III Jakarta (2000-2006), Public Junior High School 41 Jakarta (2006-2009), Private Senior High School of Suluh Jakarta (2009-2012), and Department of History, Faculty of Social Sciences, State University of Malang (2012-2019). He has the full name Zofrano Ibrahimsyah Magribi Sultani.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memantapkan Ke-Asia-an Peserta Drag Queen Asian-American dalam Acara Kompetisi RuPaul's Drag Race (2009-2020) Part 1

7 Desember 2020   23:48 Diperbarui: 31 Desember 2020   09:58 648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
5 drag queen Asia-America on RuPaul's Drag Race (2009-2020).

RuPaul's Drag Race adalah serial televisi kompetisi realitas dan hiburan Amerika Serikat untuk minoritas seksual seperti LGBTIQ dan menampilkan sisi kefeminiman dari pria sebagai waria, yang pertama dalam Drag Race Franchise, diproduksi oleh World of Wonder untuk Logo TV, WOW Presents Plus, dan, dimulai dengan musim kesembilan di bawah produksi VH1. Acara itu mendokumentasikan RuPaul dalam pencarian "superstar drag America berikutnya/America's next drag superstar". RuPaul berperan sebagai pembawa acara, mentor, dan ketua juri untuk seri ini, karena kontestan diberikan tantangan yang berbeda setiap minggunya. RuPaul Drag Race mempekerjakan panel juri, termasuk RuPaul, Michelle Visage, dan sejumlah juri tamu lainnya, yang mengkritik kemajuan kontestan selama kompetisi berlangsung. Judul pertunjukannya adalah permainan drag queen dan drag racing, dan urutan judul serta lagu "Drag Race" keduanya memiliki tema drag race. Sampai saat ini (2020), sudah ada dua belas pemenang acara: BeBe Zahara Benet, Tyra Sanchez, Raja, Sharon Needles, Jinkx Monsoon, Bianca Del Rio, Violet Chachki, Bob the Drag Queen, Sasha Velour, Aquaria, Yvie Oddly, dan Jaida Essence Hall. Acara ini merepresentasi kelompok minoritas seksual LGBTIQ (Lesbian, Gay, Bixesual, Transgender, Intersexual, and Queer) yang diwadahi dalam sebuah ajang pencarian bakat untuk mengasah soft skill, art, and social awareness and concern. Peserta (contestant) dengan orientasi seksual dan identitas gender apa pun berhak mengikuti audisi, meskipun sebagian besar kontestan hingga saat season 12 adalah lelaki gay. Peserta/kontestannya pun dari latarbelakang profesi seperti penata rias dan tata busana, aktor, pembawa acara televisi, komedian, artis, karyawan, penyanyi, dan lain sebagainya.

RuPaul Drag Race ini telah berlangsung dua belas musim dan terinspirasi spin-off menunjukkan RuPaul Drag U, RuPaul Drag Race All Stars dan RuPaul Secret Selebrity Drag Race. Acara tersebut telah menjadi program televisi dengan rating tertinggi di Logo TV dan VH1, dan mengudara secara internasional, termasuk di Inggris Raya, Australia, Uni Eropa, Kanada, India, Malaysia, Jepang, Korea Selatan, Singapura, Meksiko, Brazil, Chile, Kolombia, Argentina, Belanda, Prancis, Spanyol, Portugal, Thailand, Rusia, Indonesia, Irlandia, dan Israel. Acara ini memberi RuPaul lima Emmy Awards berturut-turut (2016 hingga 2020) untuk Host Luar Biasa untuk Program Realitas atau Persaingan Realitas (Outstanding Host for a Reality or Reality-Competition Program). Pertunjukan itu sendiri dianugerahi sebagai Penghargaan Emmy Primetime untuk Program Kompetisi Realitas Luar Biasa (Primetime Emmy Award for Outstanding Reality-Competition Program) pada tahun 2018, 2019 dan 2020, dan penghargaan Program Realitas Luar Biasa (Outstanding Reality Program award) di Penghargaan Media GLAAD ke - 21 (21st GLAAD (Gay & Lesbian Alliance Against Defamation) Media Awards). Itu telah dinominasikan untuk empat Penghargaan Televisi Pilihan Kritikus (Critics' Choice Television Award) termasuk Best Reality Series - Competition dan Best Reality Show Host untuk RuPaul, dan dinominasikan untuk Creative Arts Emmy Award untuk Outstanding Make-up for a Multi-Camera Series atau Special (Non-Prosthetic). Kemudian pada tahun 2018, pertunjukan tersebut menjadi pertunjukan pertama yang memenangkan Penghargaan Emmy Primetime untuk Program Kompetisi Realitas Luar Biasa (Primetime Emmy Award for Outstanding Reality-Competition Program) dan Penghargaan Emmy Primetime untuk Host Luar Biasa untuk Program Realitas atau Kompetisi Realitas (Primetime Emmy Award for Outstanding Host for a Reality or Reality-Competition Program) di tahun yang sama, sebuah prestasi yang telah diulangi sejak itu dan mengalahkan sesama acara kompetisi dan bakat Amerika Serikat lainnya. 

Calon kontestan Drag Race mengirimkan audisi video ke perusahaan produksi acara, World of Wonder. RuPaul, tuan rumah dan ketua juri (judges), melihat setiap rekaman dan memilih pesaing musim. Setelah kumpulan pemain yang dipilih di lokasi syuting, mereka memfilmkan serangkaian episode, masing-masing biasanya diakhiri dengan dikeluarkannya satu kontestan dari kompetisi. Jarang, hasil dari sebuah episode adalah eliminasi ganda, tidak ada eliminasi, diskualifikasi kontestan atau pemindahan kontestan atas dasar medis. Setiap episode menampilkan apa yang disebut tantangan maxi (maxi challenge) yang menguji keterampilan pesaing dalam berbagai bidang drag performance. Beberapa episode juga menampilkan mini challenge, yang hadiahnya sering kali berupa keuntungan atau keuntungan dalam maxi challenge yang akan datang. Mengikuti maxi challenge, kontestan menampilkan penampilan bertema di runway walk.  RuPaul dan panel juri kemudian mengkritik kinerja masing-masing kontestan, mempertimbangkan di antara mereka sendiri, dan mengumumkan pemenang minggu tersebut dan dua pesaing terbawah. Dua ratu (queen) terbawah bersaing dalam apa yang disebut Lip Sync for Your Life; pemenang lip sync tetap dalam kompetisi, dan yang kalah tersingkir. Umumnya, kontestan yang menurut juri paling menunjukkan "karisma, keunikan, keberanian, dan bakat (charisma, uniqueness, nerve, and talent)" (CUNT) adalah yang maju ke babak selanjutnya dan menjadi the winner. Tiga atau empat kontestan terakhir yang tersisa bersaing dalam episode final khusus di mana pemenang musim dinobatkan. Pada musim-musim awal, final telah direkam sebelumnya di studio tanpa penonton. Baru-baru ini, final telah mengambil bentuk turnamen sinkronisasi bibir (lip sync tournament) di hadapan penonton langsung. Pada musim 12 final difilmkan dari jarak jauh karena pandemi COVID-19 yang menyebar ke seluruh negara di dunia.

Dari season 1 (2009) hingga season 12 (2020) terdapat kurang lebih 150 kontestan yang berkompetisi di RuPaul Drag Race (RPDR) di Amerika Serikat. Sasha Velour (season 9) tidak setuju mantan kontestan/peserta RPDR berubah sepenuhnya menjadi wanita dan keluar dari identitas sebagai drag queen, dengan metweet: "My drag was born in a community full of trans women, trans men, and gender non-conforming folks doing drag. That's the real world of drag, like it or not. I thinks it's fabulous and I will fight my entire life to protect and uplift it". Adapun peserta dari season 1-12 tidak hanya berasal dari Afrika, Afrika-Amerika, Eropa Timur, Kanada, Eropa-Amerika, dan Latino/Hispanik, tetapi juga berasal dari Siberia, Asia Tengah, Asia Timur, Asia Selatan, Asia Tenggara, Pasifik/Oseania, dan/atau Timur Tengah/Asia Barat Daya sebanyak 17 orang namun 1 orang berasal dari Amerika yang mengikuti RuPaul's Drag Race di Thailand. Sejak itu, setiap tahun saya menunggu pengumuman peserta apakah seorang drag queen Amerika keturunan Asia akan menjadi bagian dari kompetisi. Jika demikian, saya bertanya-tanya bagaimana dia akan tampil di acara itu dan - yang lebih mendesak - bagaimana dia akan memanfaatkan identitas keAsiaannya meskipun pindah ke Amerika untuk bermukim dan mencari penghasilan atau memiliki keturunan darah Asia dari keluarga mereka. Akankah dia menggambarkan stereotip dari warisannya? Akankah dia menghormati tradisi budayanya? Atau mungkin, seperti banyak seniman lainnya, dia akan mendarat di suatu tempat di tengah, menyebarkan stereotip orientalis di samping penghormatan yang mendalam pada tanah air (nationalism). 

Fenomena ini diperumit oleh politik rasial dan gender yang tertanam dalam budaya Amerika, Asia, dan gay/LGBTIQ. Seperti yang ditulis C. Winter Han (2015) dalam Geisha of a Different Kind: Race and Sexuality in Gaysian America, "cara pria Asia digambarkan di berbagai media tidak hanya merampas maskulinitas mereka tetapi juga menampilkan mereka sebagai hal yang tidak diinginkan secara seksual baik bagi pria maupun wanita". Tradisi media Barat yang sudah lama mengebiri pria Asia dapat menelusuri akarnya langsung ke undang-undang anti-miscegenation dan undang-undang imigrasi xenofobia membuat para kontestan dari darah Asia sulit menginterpretasikan budaya Amerika sesuai style Asia.

Politik ini memengaruhi penampilan drag queen Amerika-Asia di RuPaul's Drag Race. Han (2015:133-135) mengajukan analisisnya bahwa karakter Asia sangat rasial dengan cara yang tidak dilakukan oleh kontestan lain, dan yang lebih penting, acara tersebut memberi penghargaan kepada kontestan Asia semakin mereka melakukan Orientalisasi diri, terutama dengan Manila Luzon Pada RuPaul's Drag Race season (Musim) 3, Manila Luzon memenangkan tantangan di mana ia menampilkan keaslian Asianya dengan memakai cheongsam, menggunakan aksen pan-Asia, dan beringsut di atas panggung sambil mengayunkan nunchucks dalam episode "Jocks in Frocks" . Ratu keturunan Asia lainnya telah mengikuti jalan yang sama, termasuk Jujubee di Musim 2, Raja di Musim 3, dan Yuhua Hamasaki di Musim 10 menggunakan Chinese style, belum lagi Gia Gunn (Musim 6), Soju (Musim 11) dan Plastique Tiara (Musim 11), serta Rock M. Sakura (Musim 12)  yang menggunakan Japanese, Koreanese, and Vietnamese style. 

Banyak, jika tidak semua, peserta drag queens berwarna harus menavigasi identitas ras, gender, dan seksual mereka yang berpotongan dalam membangun karakter drag mereka dari peserta lain. Dalam artikel ini bertujuan mengeksplorasi dan menganalisis cara-cara di mana waria Amerika-Asia khususnya melakukan ras, gender, dan seksualitas di atas panggung dan di layar kompetisi tanpa bermaksud rasisme. Tidak hanya mempertimbangkan gaya kostum dan penampilan mereka, tetapi juga cara mereka berbicara tentang diri mereka sendiri dan dibicarakan oleh orang lain (misalnya oleh juri dan kontestan lain). Drag queens Asia-Amerika tidak dapat dihomogenisasi menjadi satu gaya atau estetika drag, dan tidak menjudge buruk apalagi mengagungkan mereka dengan lebih transparan menulis mengenai seluk-beluk drag queen selaku minoritas seksual melalui pendekatan sosiologi, psikologi, dan antropologi. Sebaliknya, para peserta RPDR dari Asia-Amerika berpotensi menantang representasi tubuh aneh Asia di atas panggung dan di layar yang didominasi oleh kulit putih dan kulit hitam. Dalam bukunya Gender Trouble (1999), ahli teori feminis Judith Butler menguraikan teorinya tentang kinerja gender, dengan alasan bahwa:

"Acts, gestures, and desire produce the effect of the body, through the play of signifying absences that suggest, but never reveal, the organizing principle of identity as a cause. Such acts, gestures, enactments, generally construed, are performative in the sense that the essence or identity that they otherwise purport to express are fabrications manufactured and sustained through corporeal signs and other discursive means" (Butler,1999: 173). 


GENDER TROUBLE PESERTA DRAG QUEEN ASIA-AMERIKA

Menurut Butler (1999:174), gender tidak selalu merupakan fakta biologis, melainkan sebuah identitas yang dibangun secara sosial yang dibuat melalui tindakan performatif, yang kemudian ditorehkan di permukaan tubuh sebagai identitas seksual meskipun menjadi bagian dari minoritas sosial dalam hal gender. Meskipun gagasan Butler tentang performativitas gender mengacu pada semacam  tindakan sosial, kata 'performance' di sini  sangat penting mengenai para peserta drag race. Butler (1999:174) juga mengakui hal ini, menunjuk drag sebagai parodi gender yang berpotensi subversif, yang secara efektif mengejek baik model gender yang ekspresif dan gagasan tentang identitas gender yang sebenarnya. Tindakan drag dengan demikian merupakan pelanggaran terhadap biner gender, mengungkapkan ketidakkonsistenan dan permeabilitasnya bahwa pria dapat melakukan feminitas menunjukkan bahwa gender tidak dapat dengan mudah dipisahkan menjadi kategori diskrit 'pria' dan 'wanita'. Dalam Bodies That Matter (2011), Butler berhati-hati untuk membantah pembacaan feminis tentang drag sebagai hal yang secara inheren merendahkan wanita, dengan alasan bahwa:

"Drag adalah situs ambivalensi tertentu, yang mencerminkan situasi yang lebih umum yang terlibat dalam rezim kekuasaan yang dengannya seseorang dibentuk dan, karenanya, terlibat dalam rezim kekuasaan yang ditentangnya" (Butler,2011:85).

Daripada membentuk pemikiran kebencian terhadap waria, Senelick (2000) menyarankan bahwa waria terlibat dengan sumbu kekuasaan yang tidak stabil, terutama dalam hal gender dan seksualitas, tetapi juga dalam hal ras dan kelas. Ide ambivalensi ini pada tindakan merangkul atau melebih-lebihkan stereotip dalam upaya untuk menantang ideologi yang berlaku tentang ras, gender, dan seksualitas yang heteroseksualitas. Kehadiran minoritas seksual terutama waria (shemale/drag queen/lady boy) mewakilkan gender dan seksualitas pria gay (atau kadang-kadang wanita transgender) saat penampilannya di RuPaul's Drag Race yang biasanya tampil dalam pertunjukan kabaret dengan kostum yang menampilkan versi feminitas yang berlebihan. Ajang bakat RPDR ini membedakan antara waria yang tujuan utamanya adalah untuk menghibur (entertain) dan pria yang berpakaian silang (cross-dress) untuk tujuan fetisistik.  Di dalam budaya Asia, waria dari aktor laki-laki yang memerankan peran perempuan dalam karya drama atau teater, seperti contoh teater Elizabethan dan peran onnagata (女方)/oyama (女 形) dalam kabuki Jepang tampil atau berpakaian  tidak selalu membuat seseorang menjadi 'waria' (drag queen) karena penampilan kostum/pakaian yang dikenakan yang membuatnya berperilaku feminim di depan penonton layaknya seorang wanita dari segi biologis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun