Mohon tunggu...
Zidni Innayatur R
Zidni Innayatur R Mohon Tunggu... -

Sesuatu yang tidak berubah adalah Perubahan,... ^^

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bungsu

22 Januari 2012   10:23 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:34 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13272287771734069270

Dibesarkan dari keluarga sederhana dengan banyak anggota keluarga, membuatku terbiasa dengan kebersamaan. Sebagai seorang bungsu di keluarga, semua perhatian tercurah berlebih. Bungsu dari 4 bersaudara, dan semua kakak- kakakku perempuan. Mereka yang mengajariku tentang bagaimana menjalani sebuah kehidupan, di samping orangtua kami tentunya. Dengan karakter mereka yang berbeda- beda, berbeda pula cara mereka memberiku masukan atau solusi ketika aku sedang dalam masalah. Jarak tahun kelahiran kami yang tak terlalu jauh, membuat kami juga bisa saling beranggapan bahwa kami ini sekumpulan sahabat sebaya.

Kakak pertamaku, Kak Fanny, perempuan lemah gemulai, sensitifitas tinggi, yah, perempuan bangetlah. Dengannya aku belajar cara berdandan, cara berbicara di depan orang, cara menempatkan diri ketika bertemu dengan orang lain. Belajar tentang adab dan kesopanan, itu ke dia.

Kak Rena, kakak tertomboyku. Kegiatannya banyak dilakukan di luar rumah. Pulang larut malam demi membela tim karate yang digelutinya saat ini. Darinya, aku belajar sedikit ilmu bela diri yang selama ini dipelajarinya. Walaupun aku harus rela menahan sakit ketika sering dia ajak latihan bersama. Karna aku pastinya hanya dijadikan alat pukul. Tapi rela kulakukan hanya untuk mencuri sedikit ilmunya. Biar buat bekal nanti, sewaktu- waktu ada apa di jalan, buat jaga- jaga lah.

Kakak terpintar, kakakku ketiga, Kak Shofi. Dari Sekolah Menengah Pertama hingga saat ini sedang menyelesaikan pendidikan S2 di salah satu perguruan tinggi terkemuka di kota kami, tanpa sepeser biaya pun dikeluarkan orangtua kami untuk membiaya pendidikannya, ya, dia selalu mendapat beasiswa. Itu yang mengantarkan dia menuju cita- citanya.

Dan aku, Dini, adik kecil yang selalu mengganggu kehidupan kakak- kakakku dengan sedikit masalah yang tentunya mereka juga pernah merasakan (mereka kan pernah seumuran aku, tapi aku belum seumur mereka). Merka selalu memberiku masukan versi mereka sendiri- sendiri sesuai dengan karakter mereka masing- masing. Dan aku pun kadang masih merasa seperti bunglon yang selalu berubah warna karena kadang menuruti saran dari Kak Fanny yang dengan gaya keibuannya dalam menyelesaikan masalah, membuatku berkarakter seperti dia. Acuh dan tidak terlalu mau tau tentang segala masalah, aku dapatkan dari si tomboy, Kak Rena, mungkin karena temannya kebanyakan adalah cowok- cowok yang  acuh dengan masalah mereka, kakakku pun ikut terbawa acuh, dan itupun diterapkannya sampai rumah, selalu acuh dengan keadaan rumah. Tapi dibalik keacuhannya, perhatian dan sayang dia ke keluarga sangatlah besar. Hingga mau memberiku saran saat bermasalah yaitu hadapi dengan keacuhan. (haduh). Kak Shofi, sedikit sekali waktu untuk bisa berkumpul dengan dia. Dengan kesibukkannya belajar dan sebagai asisten dosen, memaksa dia untuk pulang larut. Tapi ketika mendapat libur dan waktu istirahat, dia mau mendengarkan celotehan- celotehanku dan juga membantuku dalam mengerjakan tugas sekolah.

Dulu, kebersamaan kami seakan tak bisa terlepas, dan aku ingin akan begini selamanya. Mereka selalu menemaniku, mereka selalu mendukungku. Tapi aku tersadar, ketika Kak Fanny akan berkeluarga. Saat itu, akulah yang mungkin tidak rela kalau dia ikut Kak Anto (calon suaminya dan sekarang sudah menjadi suaminya) pulang ke rumah mereka sendiri ketika sudah resmi menjadi suami istri. Di satu sisi, aku senang karena kakakku sudah menemukan kehidupannya yang baru. Tetapi di sisi lain, aku sedih, karena pasti akan kehilangan kakak terdekatku, meskipun dia bilang akan sering berkunjung, tetapi tetap saja, intensitas kami bertemu akan jauh lebih berkurang. Dan alhasil, saran- saran bijak yang biasa keluar darinya juga akan berkurang. Tapi apa mau dikata, dia juga punya kehidupan sendiri, dan akupun tak boleh memaksanya untuk selalu ada menemaniku.

Diantara mereka bertiga, memang aku paling dekat dengan Kak Fanny, karena dia yang sering berada di rumah dibandingkan dengan Kak Rena dan Kak Shofi yang sibuk dengan urusan mereka masing- masing. Dengan tipe pendiam dan tak terlalu banyak main keluar rumah, Kak Fanny yang selalu setia menemaniku bermain dan menyelesaikan tugas- tugas sekolahkku.

Hari- hari terasa jauh berbeda ketika Kak Fanny meninggalkan rumah demi ikut sang suami yang bekerja di luar kota. Serasa tak ada lagi yang biasa diajak sharing tentang semuanya. Tapi tenang, masih ada Kak Rena yang sekarang sudah tak terlalu disibukkan dengan urusan kecowokannya. Waktu bertemu kami di rumahpun juga meningkat. Posisi Kak Fanny sebagai motivator pun tergantikan oleh Kak Rena. Meskipun motivasi- motivasi yang dia beri bertentangan dengan apa yang selama ini aku dapatkan dari Kak Fanny.

Ketika Kak Rena menjadi yang terdekat sekarang, dia malah akan pergi dari rumah juga. Pekerjaan yang menuntut dia pergi ke luar kota. Dipindah tugaskan sebagai kepala Human Resource Development di cabang perusahaannya yang baru. Yah, rasa itu akan kembali lagi, rasa kehilangan seorang kakak. Rasa itu yang mendorongku untuk sedikit "mempengaruhi" orangtua kami untuk tak memberi izin Kak Rena ke luar kota. Sebenarnya rasa itu pula yang membuatku mencegah kepergiannya. Tapi aku sadar, dia juga punya kehidupan sendiri dan tentunya ingin lebi sukses dari sekarang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun