Mohon tunggu...
ziadatunnisa ilmi
ziadatunnisa ilmi Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa IPB University

Departemen Teknologi dan Manajemen Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University Bogor, Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Marikultur dan Paradigma Pembangunan Nasional

9 September 2020   09:37 Diperbarui: 9 September 2020   10:19 1285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keramba Jaring Apung Masyarakat Kepulauan Seribu, DKI Jakarta

Suatu negara dapat disebut negara maritim, karena negara tersebut memiliki daerah teritorial laut yang lebih luas dibandingkan daratannya. Dalam arti lain juga bahwa negara maritim ini memiliki banyak pulau. Selain itu juga negara maritim memiliki wilayah kekuasaan laut yang luas dan tersimpan berbagai kekayaan sumber daya alam. 

Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum, Indonesia tercatat memiliki 17.504 pulau. Disamping itu, dua pertiga wilayahnya merupakan lautan sehingga memungkinkan Indonesia untuk memiliki angkatan lautnya sendiri.

Dengan anugerah tersebut tentunya Indonesia menyimpan banyak potensi sumber daya alam dari laut. Bangsa maritim, julukan bagi kami yang hidup diantara gugusan kepulauan Republik Indonesia. Laut sebagai pemersatu, sebagai sawah bagi nelayan, dan jalan bagi para pelayar.

Sektor maritim menjadi sektor yang paling strategis dalam pembangunan bangsa sesuai dengan cita-cita dan mandat proklamasi bangsa Indonesia. Salah satu yang dapat dikembangkan yakni perikanan, terutama budidaya perairan laut (marineculture).

Marikultur memiliki peluang besar penyelamat sektor perikanan budidaya, jika dilihat potensi sumber daya alam daratan di Indonesia hanya berkisar 190 juta ha sedangkan lautan mencapai angka 580 juta ha dan masih belum termanfaatkan secara optimal. Potensi marikultur bernilai setara dengan sektor energi, sumberdaya dan mineral (ESDM) yang jatuh pada angka 210 miliar USD/tahun

Berbagai ragam jenis karakteristik daerah pesisir dapat dikembangkan menjadi wilayah marikultur seperti, perairan teluk, perairan selat, perairan terumbu karang, ataupun paluh.

Sistem budidaya yang dapat diterapkan berdasarkan wadah pemeliharaan komoditas budidaya marikultur antara lain yaitu sistem pen culture (kandang), keramba jaring tancap (KJT), dan keramba jaring apung (KJA). Selain pesisir, wilayah laut lepas (offshore) juga sangat memiliki prospek besar marikultur, dan menjadi tantangan yang paling sulit untuk mengembangkan budidaya offshore.

Di samping sulitnya tantangan dalam pengembangan budidaya offshore tersimpan keunggulan besar yang merupakan paradigm pembangunan nasional maritim nusantara. Kegiatan budidaya offshore merupakan jawaban bagi beberapa pertanyaan besar seperti, pemenuhan pangan dunia, pemanfaatan potensi sumber daya alam, penyedia lapangan pekerjaan, permintaan pasar global, serta wujud bela negara.

Marikultur adalah penggerak utama pertumbuhan akuakultur Indonesia, dengan budidaya rumput laut sebagai komoditas penghela. Produksi rumput laut nasional mencapai angka 9,9 juta ton pada tahun 2019 dan mendominasi sebesar 60% lebih tehadap total produksi perikanan budidaya nasional. Berdasarkan data dari FAO (2019) Indonesia merupakan penghasil rumput laut terbesar di dunia, ekspor utamanya adalah menuju China yang 80% berupa bahan mentah.

Tidak hanya rumput laut, komoditas marikultur Indonesia juga menjadi penyumbang terbesar pendapatan negara, seperti udang, ikan kerapu, ikan kakap, lobster, dan lain sebagainya. Hal tersebut adalah contoh kecil dari besarnya potensi pengembangan budidaya perikanan di laut Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun