Anda tahu Pulau Buton? Apa yang anda ketahui tentang Pulau Buton? Iya, Pulau Buton merupakan tempat tambang aspal terbesar di Indonesia. Bagaimana dengan wisata Pulau Buton?
Pada akhir Oktober 2022, saya dan teman-teman mengunjungi Pulau Buton, dengan suatu jasa private trip, yaitu sewa mobil beserta supir, yang mana sang supir juga bertanggungjawab untuk memandu wisata dan mendokumentasikan perjalanan kami dalam bentuk foto, dan video menggunakan kamera DSLR, kamera Go Pro, dan kamera drone. Yang perlu kami urus di luar paket wisata ini adalah akomodasi dan konsumsi. Jadi, kami mencari penginapan sendiri, lalu setiap jam makan, kami minta tolong supir untuk mengantar kami ke tempat makan sesuai jenis makanan yang kami inginkan, serta menanggung konsumsi supir selama menemani perjalanan kami.
Perjalanan menuju Buton
Dari ibukota negara, wisatawan dapat menempuh perjalanan pesawat dari Jakarta ke Kendari sekitar 2,5 jam, selanjutnya menggunakan kapal feri dari Pelabuhan Nusantara, Kendari menuju Pelabuhan Murhum, Pulau Buton dengan dua jadwal kapal yang tersedia per hari.
Kami naik kapal pada tanggal 28 Oktober 2022. Setiba di pelabuhan, kami membeli tiket di loket dekat gerbang, tiket tersedia dalam kelas eksekutif dan VIP. Pada tiket dewasa, Rp235.000 untuk tiket eksekutif, dan Rp315.000 untuk VIP. Saat membeli tiket, kami bertanya bedanya, dan apakah ruangan ber-AC, lalu kami diberitahu, "sama-sama ruangan ber-AC, tetapi pastinya VIP lebih nyaman." Jadi, kami memutuskan untuk membeli tiket eksekutif saja.
Sembari menunggu keberangkatan kapal, kami makan siang dulu di pelabuhan. Ada beberapa warung makanan yang berjualan di sini, selain berbagai camilan, minuman suhu biasa maupun suhu dingin, menu yang disajikan hampir sama, yaitu mi instan (dengan aneka pilihan rasa), dan pada masing-masing meja sudah disiapkan buras (lontong) untuk lebih mengenyangkan. Mi instan yang disuguhkan bersama 1 telur ayam rebus (telur bulat) dihargai senilai Rp15.000.
Nah, di Pelabuhan Nusantara Kendari ini, calon penumpang dapat makan sambil memandangi Jembatan Teluk Kendari yang merupakan salah satu spot ikonis Kendari. Namun, yang agak disayangkan di sini adalah ruang tunggunya bukan area bebas asap rokok.
Kemudian, sekitar jam 12.30 kami berjalan menuju kapal, karena pada tiket kapal, tertulis jam berangkat 13.00 WITA. Tetapi kapal hari itu baru jalan jam 13.28. Kapal feri ini ber-AC dan setiap tiket kapal sudah dilengkapi dengan nomor kursi, jadi para penumpang duduk sesuai kursi masing-masing. Tempat duduk di kelas eksekutif sudah cukup nyaman, dan AC berfungsi dengan baik, kami menebak mungkin beda dengan kelas VIP adalah tempat duduk yang lebih lowong atau area kaki yang lebih lapang.
Layaknya kapal feri destinasi lainnya Indonesia, selalu ada penjual yang menjajakan makanan dan minuman sebelum kapal berangkat, dan awak kapal yang menjual makanan dan minuman selama perjalanan. Selain bisa mengatasi kelaparan dan kehausan selama perjalanan berjam-jam, wisatawan juga bisa membeli buah dan jajanan khas lokal.
Dalam perjalanan, kami melihat indahnya pulau-pulau sekitar Sulawesi, dan langit senja hari itu. Sekitar jam 16.28-16.43, kapal berlabuh di Pelabuhan Nusantara Raha untuk menaik-turunkan penumpang. Selama perjalanan sekitar lima jam, berganti 3 film yang diputarkan pada televisi dalam kapal, dengan genre thriller atau horror.
Akhirnya, kami tiba di Pelabuhan Murhum jam 18:28 WITA, kemudian kami berjalan kaki ke penginapan yang berdasarkan google maps jarak tempuhnya 4 menit. Keluar dari gerbang pelabuhan, belok kanan, restoran-restoran makanan lokal berjejer di kedua sisi jalan. Jadi, kami makan malam dulu sebelum tiba dan beristirahat di hotel. Banyak pilihan penginapan di sekitar Pelabuhan Murhum, yang mana berdekatan dengan restoran-restoran makanan lokal Indonesia maupun makanan siap saji.
Karena trip kami baru akan dimulai besok, maka kami mengurus diri masing-masing saja malam itu, hingga keesokan harinya dijemput di depan penginapan. Kota Baubau, Kabupaten Buton, Kabupaten Buton Selatan, dan Kabupaten Buton Utara merupakan kabupaten/ kota yang terdapat di Pulau Buton ini. Selamat menjelajah besok!
Hutan Pinus Samparona
Sesuai janji, pagi itu kami dijemput tepat waktu pada jam 7 WITA oleh pemandu wisata kami. Karena tempat penginapan tidak menyediakan sarapan, dan kami hanya makan biskuit yang dibawa dari rumah, iapun menyarankan kami untuk mampir sarapan dulu sebelum memulai perjalanan, sebab hanya sedikit penjual makanan di lokasi yang akan dituju hari ini.
Tempat yang dituju pertama adalah Hutan Pinus Samparona. Mula-mula, kami memasuki Bumi Perkemahan Samparona yang ditandai dengan ikon tunas kelapa berukuran jumbo. Kemudian, kami tiba di gerbang hutan pinus. Setelah memarkirkan kendaraan, kami masuk dan berfoto ria.
Pepohonan pinus tumbuh cukup rapat dan rapi, lantai pagi itu agak licin karena masih basah. Ada beberapa wahana dalam kawasan hutan pinus ini, namun sayangnya wahana-wahana tersebut kurang terawat, sehingga sebagian sudah rusak.
Tadi saat masuk, loket di depan belum dibuka, sehingga belum ada petugas untuk membayar tiket masuk. Jadi, saat kami akan pulang, kami bertemu dengan penjaga loket dan membayar tiket masuk sebelum menuju ke mobil untuk berangkat ke destinasi wisata berikut. Saat itu, kami juga melihat beberapa warga membawa perlengkapan berkebun, dan berjalan menuju belakang hutan pinus untuk menggarap kebun mereka.
Lokasi: Kelurahan Kaisabu Baru, Kecamatan Sorawolio, Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara
Bukit Rongi
Bukit Rongi atau disebut juga Bukit Lamando adalah sabana yang hijau dan luas, dengan kontur berbukit-bukit. Tidak ada penjaga untuk membayar tiket masuk. Di antara rerumputan, ada jalan setapak yang tidak berumput untuk dilalui pengunjung.
Pengunjung yang menggunakan mobil biasanya memarkirkan kendaraan di tepi jalan raya, atau bila mobil kuat menaiki tanjakan maka bisa dibawa hingga melewati tanjakan pertama yang mana jalan setapaknya cukup lebar. Ada beberapa saung yang dibangun di sekitar sini. Bila menggunakan motor, maka bisa dibawa hingga ke agak pertengahan puncak.
Selain rumput hijau, terdapat pula bebatuan dan pohon di antaranya. Dari bukit ini, pengunjung juga dapat melihat pemandangan kawasan pemukiman penduduk Buton.
Lokasi: Desa Sandang Pangan (Desa Rongi), Kecamatan Sampolawa, Kabupaten Buton Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara
Pantai Lagunci
Pantai Lagunci dikenal pula sebagai Pantai Bahari, atau lebih tepatnya Pantai Lagunci, di Desa Bahari. Pantai pasir putih ini diperelok dengan gugusan batu-batu berbentuk menyerupai payung.
Siang itu, matahari sangat terik, dan air laut sedang surut. Bentuk batu yang menyerupai payung tidak hanya sebagai objek foto tetapi juga tempat berteduh. Adapun penyewaan topi pantai yang bisa dijadikan sebagai peneduh ataupun properti berfoto, dan beberapa saung yang menjual minuman dan makanan instan di Pantai Lagunci ini.
Hari itu, kami menemukan beberapa biota laut pada cekungan di batu-batu karang, yang sepertinya terbawa arus saat gelombang pasang, kemudian tertinggal dalam cekungan, yang sedang menunggu gelombang untuk membawa mereka kembali ke laut lepas. Banyak bintang laut cantik dengan aneka bentuk dan ukuran yang teramati dalam air laut bening sekitar batu-batu karang, ada yang sedang berenang sendirian, ada yang bertumpukan. Saat kami sedang heboh menghitung, "di sini ada dua, di sana ada lima," lewat segerombolan anak-anak yang mungkin seumuran siswa bangku SD, dan berteriak dari kejauhan, "Patrick." (Hehehe, iya, kami sedang mengamati "Patrick" (nama tokoh bintang laut dalam kartun SpongeBob)).
Selain itu, juga ada monumen kapal boti (kapal tradisional Buton) yang baru dibangun dengan dana desa tahun 2021 sebagai salah satu primadona di Pantai Lagunci ini. Monumen ini dibangun di atas sebuah batu karang tinggi, sehingga pengunjung yang membayar tiket masuk (Rp5.000 untuk dewasa, dan Rp3.000 untuk anak-anak) ke atas monumen ini dapat menikmati pemandangan gugusan batu pada sebelah kiri, dan pemandangan kapal nelayan yang sedang berlabuh secara berjejeran di sebelah kanan.
Lokasi: Desa Bahari Tiga, Kecamatan Sampolawa, Kabupaten Buton Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara
Â
Bonus di Jalanan Buton Selatan
Mobil melaju di jalan raya beraspal, memandang ke kiri jalan adalah rumah warga di tepi laut, perairan dengan kapal-kapal berlayar, serta daratan di seberang sana yang terlihat ramai rumah penduduknya, sedangkan memandang ke kanan jalan adalah rumah penduduk yang didominasi rumah kayu, dan adanya tanaman di hampir setiap rumah.
Dalam perjalanan menuju destinasi berikut, kami melewati sebuah halte di depan sekolah yang mana bertuliskan aksara Korea di atapnya. Karena ini merupakan private trip, jadi kami bisa bebas mengatur perjalanan, sehingga kamipun meminta untuk turun dan berfoto dengan hal unik ini.
Menurut info pemandu wisata, ini adalah Bahasa Ciacia, yang mana aksara yang digunakan adalah aksara Korea, namun bahasanya adalah bahasa Ciacia, jadi tulisan tersebut tidak diartikan dalam bahasa Korea, melainkan dalam bahasa Ciacia.
Pulang dari perjalanan ini, sayapun mencari informasi bahwa Bahasa Ciacia merupakan bahasa yang digunakan oleh masyarakat Ciacia di Sulawesi Tenggara. Walikota Baubau, Sulawesi Tenggara pada Agustus 2009 memutuskan kebijakan mengadaptasi aksara Korea (Hangeul) menjadi aksara Ciacia karena Bahasa Ciacia tidak mempunyai aksara sendiri, yang berfungsi penting sebagai alat pendokumentasian untuk melestarikan bahasa dan budaya (Nurrochsyam, 2015).
Kebijakan menggunakan aksara Korea bermula dari sebuah Simposium Internasional Pernaskahan ke-9 pada 5-8 Agustus 2005. Seusai simposium, ketika para peserta melakukan wisata keliling kota, Chun Tai-Hyun, seorang ahli Bahasa Malaysia dan sekaligus sebagai Ketua Departemen Hunmin Jeonggeum Masyarakat Korea, bercanda bahwa bahasa lokal yang didengarnya di sini mengingatkan pada Korea. Dikatakannya bahwa aksara Hangeul dapat digunakan sebagai aksara untuk bahasa Ciacia yang sedang mengalami kepunahan. Pernyataan Chun Tai-Hyun segera direspon positif oleh Walikota Baubau (Song, 2013). Walaupun menggunakan aksara Hangeul sebagai aksara Ciacia menuai kontra seperti mengadaptasi sebuah budaya asing dalam kultur budaya lokal di Indonesia, tetapi juga ada yang menyatakan pro bahwa penggunaan aksara ini bisa memicu supaya generasi muda dapat meminati bahasa daerah Ciacia (Nurrochsyam, 2015).
Lokasi: Desa Bangun, Kecamatan Sampolawa, Kabupaten Buton Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara
Pantai Jodoh
Pantai Jodoh ini berdekatan dengan Pantai Lagunci. Tidak ada pengunjung lain saat kami berkunjung ke Pantai Jodoh. Ini merupakan pantai pasir putih lembut juga, dan ombaknya cukup kencang memukul hingga lutut kami padahal kami hanya ingin membasahi tungkai kaki, tetapi pantai ini agak kotor dengan banyaknya sampah-sampah di pinggir pantai.
Lokasi: Kampung Jodoh, Desa Bola, Kecamatan Batauga, Kabupaten Buton Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara
Benteng Keraton Buton
Benteng Keraton Buton (Benteng Wolio) terletak di Desa Limbo Wolio, Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara, yang termasuk salah satu dari 50 besar desa wisata dalam Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) tahun 2022.
Pada tahun 2006, Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) bersama dengan Guinness Book Of World Record menobatkan Benteng Keraton Buton sebagai benteng pertahanan terluas di dunia dengan luas 23,375 Ha dan keliling benteng sepanjang 2.740 meter. Benteng Keraton Buton terletak di puncak setinggi 100 mdpl. Dari ketinggian tersebut, kita dapat melihat pemandangan Kota Baubau beserta dengan selat Baubau dan pulau Muna yang berhadapan langsung dengan Kota Baubau.
Benteng yang dibangun mengelilingi kompleks istana dan berfungsi sebagai benteng pertahanan ini terdiri dari bastion-bastion, pintu gerbang, benteng kecil, parit, dan sistem persenjataan seperti meriam. Selain itu, juga terdapat masjid kuno, makam-makam sultan, dan peninggalan lainnya yang telah berusia kurang lebih setengah abad.
Tidak ada tiket masuk yang perlu dibayar untuk memasuki kawasan benteng ini. Di dalam benteng, masih terdapat rumah-rumah penduduk berarsitektur Buton yang dihuni oleh masyarakat setempat. Pohon-pohon berbuah tropis, dan tanaman-tanaman berbunga indah tumbuh subur di depan rumah mereka. Adapun warga yang juga berbisnis di rumahnya, seperti menjual makanan, minuman, dan pulsa. Suasana cukup tenang di sini, kicauan burung, dan suara hewan-hewan peliharaan warga terdengar dengan jelas. Terdapat pula saung-saung yang dibangun untuk berehat, gerobak-gerobak penjual makanan (seperti bakso ayam dan sapi), serta tong-tong sampah di berbagai titik untuk memastikan kebersihan lingkungan terjaga.
Berdasarkan info dari pemandu wisata, bila pagi hari, pengunjung dapat menikmati pemandangan berkabut, sedangkan kami berkunjung saat sore hari, jadi kami disuguhi keindahan senja dengan duduk di atas tembok benteng dan menghadap ke matahari terbenam. Garis-garis merah membentang, menipis, lalu menghilang.
Namun, ada satu hal yang kami sayangkan dalam perjalanan kali ini adalah pemandu wisata kami tidak banyak menceritakan tentang sejarah dan makna dari setiap struktur benteng, serta tidak adanya pramuwisata sejarah yang kami temui untuk bisa diajak bercerita dengan kami di situ.
Lokasi: Kelurahan Melai, Kecamatan Murhum, Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara.
Bila anda juga tertarik untuk mengunjungi Buton dengan private trip seperti ini, anda dapat menghubungi Instagram @privatetripbuton atau kamerawan keren kami @xaverius_endro
Selamat mengeksplorasi Indonesia!!!
Referensi
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. 2022. Berkunjung ke Benteng Keraton Buton (Benteng Wolio). Available online at https://jadesta.kemenparekraf.go.id/atraksi/berkunjung_ke_benteng_keraton_buton_benteng_wolio [diakses pada tanggal 1 November 2022].
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. 2022. Desa Wisata Limbo Wolio. Available online at https://jadesta.kemenparekraf.go.id/desa/limbo_wolio [diakses pada tanggal 1 November 2022].
Nurrochsyam, Mikka Wildha. 2015. Persoalan Pelestarian Bahasa Ciacia: Refleksi atas Etika Diskursus. Jurmal Pendidikan dan Kebudayaan, 21(2): 153-166.
Song, W. S. 2013. Being Korean in Buton? The Cia-Cia's Adoption of The Korean Alphabet and Identity Politics in Decentralized Indonesia. Jurnal KEMANUSIAAN, 20(1), hlm. 51--80.
Catatan:
1. Harga dan kondisi tempat yang dikunjungi adalah sesuai dengan kenyataan pada 28-31 Oktober 2022. Bila anda berkunjung ke Pulau Buton dan ternyata kondisinya sudah berbeda, bagikan juga cerita anda ya...
2. Ini merupakan blog liburan pribadi, bukan merupakan travel review yang profesional. (Doakan semoga kelak menjadi travel blogger berkualitas ya...)
3. Semoga bermanfaat ya!!! Selamat berliburan!!!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI