Mohon tunggu...
Susanti Susanti
Susanti Susanti Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker Susanti

Mari Berkarya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Latih Ketangkasan Renang dalam Acara Syukuran Tahunan di Gunung Papan

2 Desember 2019   10:44 Diperbarui: 2 Desember 2019   12:56 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bangunan Kelenteng | dokpri

Pengungkapan rasa terima kasih kepada Tuhan atas keberhasilan panen dapat diwujudkan dalam berbagai kegiatan. Di Gunung Papan, Desa Tanjung Batu Kecil, Kecamatan Buru, Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau, acara syukuran tahunan yang unik diprakarsai oleh pengurus sebuah kelenteng setempat (Kelenteng Yuan Tian Shang Di) dan digelar setiap tahun pada tanggal 1 bulan 11 berdasarkan kalender China.

Pada tahun 2019, acara yang dalam bahasa Teochew disebut "Sia Kang" ini dilaksanakan pada hari Selasa, 26 November 2019. Pertama, umat bersembahyang di kelenteng dengan membakar dupa (hio), dan lilin. Berbagai sajian juga sudah ditata rapi di atas meja altar, meliputi buah-buahan, kue,  sa she (atau tiga hewan kurban yang mewakili tiga unsur, yakni udara, darat, dan air), serta uang kertas sembahyang.

Altar Kelenteng Yuan Tian Shang Di (Dokumentasi Pribadi)
Altar Kelenteng Yuan Tian Shang Di (Dokumentasi Pribadi)
Adapun kue yang kerap ditemui pada meja altar adalah kue mangkok, yang dalam bahasa Teochew disebut huatkue, melambangkan rezeki yang akan selalu mekar (berlimpah). Pada sajian hari itu, masing-masing meja altar menggunakan sebuah huatkue berwarna merah muda dan sa she berupa seekor ayam mewakili udara, sepotong babi mewakili darat, dan seekor bebek mewakili unsur air.

Setelah dupa dan lilin hampir habis terbakar, umat mengambil tumpukan uang-uang kertas sembahyang, lalu mengayunkan tiga kali di depan meja altar (sebagai tanda pamit mengambil barang sehabis dipersembahkan di meja altar). Kemudian, uang-uang kertas sembahyang tersebut dipersembahkan dengan dibakar dalam bangunan yang khusus untuk pembakaran uang kertas. Semerbak dupa wangi dan kobaran api yang mengubah kertas menjadi abu merupakan pengindraan yang selalu ada di kelenteng terutama saat hari-hari sembahyang atau perayaan.

Pembakaran Uang Kertas Sembahyang di Depan Kelenteng (Dokumentasi Pribadi)
Pembakaran Uang Kertas Sembahyang di Depan Kelenteng (Dokumentasi Pribadi)
Lalu, gong dibunyikan sepanjang jalan dari kelenteng menuju pinggir laut. Seterusnya gong juga terus dibunyikan hingga berakhirnya prosesi ini. Kemeriahan acara pun semakin bertambah seiring meningkatnya warga yang menghampiri pinggir laut ingin melihat puncak kegiatan syukuran tahunan ini.

Sekitar jam 1 siang, sepotong kardus dibentangkan pada ujung pelabuhan sebagai alas untuk bersembahyang. Buah, huatkue, berbagai makanan dan minuman, serta tumpukan uang kertas sembahyang ditata di atas kardus. Setelah pengurus kelenteng menyalakan lilin dan dupa, para umat bergiliran untuk berdoa menghadap ke laut menggunakan masing-masing tiga dupa yang dibagikan oleh pengurus kelenteng. Sambil menunggu dupa dan lilin habis terbakar, para hadirin dipersilahkan untuk menyantap makan siang yang telah disediakan. 

Lebih banyak hadirin di pinggir pelabuhan ini. Umat yang bersembahyang juga lebih banyak dibandingkan yang bersembahyang di kelenteng tadi. Seluruh masyarakat tanpa memandang suku dan agama diperbolehkan untuk memeriahkan prosesi ini. Beberapa warga dengan kostum siap cebur sudah bersiaga dekat ujung pelabuhan yang tanpa pembatas.

Penebaran Uang Kertas Sembahyang ke Laut Mengawali Prosesi (Dokumentasi Pribadi)
Penebaran Uang Kertas Sembahyang ke Laut Mengawali Prosesi (Dokumentasi Pribadi)
Prosesi diawali dengan menebarkan uang kertas sembahyang ke laut. Kemudian satu persatu unggas diayunkan tiga kali di depan altar dadakan yang digelar, lalu dilantingkan ke laut lepas. Diawali dengan seekor ayam yang dibebaskan, ayam yang kurang jago berenang itu tampak terjun pasrah di atas air laut. Warga pun dengan mudah menggapai si-ayam, lalu membawanya naik ke daratan.  Selanjutnya, ayam kedua, ayam ketiga, lalu bebek.

Peserta Mengejar Bebek Dalam Acara Syukuran Tahunan Gunung Papan (Dokumentasi Pribadi)
Peserta Mengejar Bebek Dalam Acara Syukuran Tahunan Gunung Papan (Dokumentasi Pribadi)
Berbeda dengan ayam, saat petugas melepas bebek dari tangan, bebek dengan cekatan mengepakkan sayapnya hingga kemudian mendarat elegan di tengah laut. Warga pun mulai menyeburkan diri ke arah bebek. Melihat ada orang yang berenang kearahnya, si-bebek pun mulai berenang menjauh. Sorak-sorai penonton baru mulai terdengar saat pengejaran bebek-bebek. Prosesi berebut tiga ekor ayam dan tiga ekor bebek ini berlangsung cukup singkat, yaitu sekitar 5 menit.

Peserta Mengejar Bebek dalam Acara Syukuran Tahunan Gunung Papan (Dokumentasi Pribadi)
Peserta Mengejar Bebek dalam Acara Syukuran Tahunan Gunung Papan (Dokumentasi Pribadi)
Sebenarnya tidak ada peraturan yang dipatok, ada juga peserta melompat dari kapal yang sedang berlabuh di sebelah kanan pelabuhan saat si bebek berenang mendekati kapal tersebut. Warga yang mencemplungkan diri memang tidak lebih dari sepuluh orang. Jadi, unggas berikutnya baru dilemparkan setelah peserta yang sebelumnya sudah sedia berlaga kembali.

Selain dapat membawa pulang unggas yang berhasil diselamatkan dari laut, adapula dermawan yang memberikan apresiasi tambahan dengan membagikan angpao (amplop merah berisi uang) kepada peserta yang berhasil menangkap unggas-unggas tersebut. Nilai angpao menurun dari ayam atau bebek pertama hingga ayam atau bebek ke tiga.

Yang hadir hari itu meliputi warga setempat, dan pulau sekitar, putra daerah yang berkunjung kembali ke tanah kelahiran, dan hanya segelintir pengunjung yang sengaja datang untuk menyaksikan acara syukuran tahunan yang istimewa ini. Tidak tersedianya kapal penumpang agar pengunjung dapat pulang hari dan kurang tersebarnya informasi acara bisa jadi merupakan alasan kurangnya pengunjung dari luar Gunung Papan.

Semoga panen darat dan laut masyarakat Gunung Papan terus berlimpah di masa depan, sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan memajukan daerah yang tercinta.

Catatan:

Pernyataan "Tidak ada satu pun binatang yang dilukai dalam acara ini" tampaknya tidak berlaku dalam acara ini.

Selain penebaran uang kertas sembahyang ke laut saat awal prosesi, tidak adanya tong sampah yang disediakan di area pelabuhan dan kebiasaan masyarakat membuat sampah yang kurang tepat juga menyebabkan semua hadirin membuang sampah sembarangan ke laut (termasuk alat makan sekali pakai (piring sterofoam, sendok plastik, garpu plastik), tisu, bekas makanan dan minuman hari itu).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun