Mohon tunggu...
Zenwen Pador
Zenwen Pador Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis

Menulis buat Sesama

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Vonis Media Sosial

2 Mei 2022   22:50 Diperbarui: 2 Mei 2022   22:58 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Sebagai kaum terdidik, kita semua merasa terpanggil bagaimana mendorong rakyat memiliki kesadaran hukum yang tinggi. Sehingga hukum bisa menjadi budaya."

Begitu salah satu seruan Adnan Buyung Nasution, pendiri Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang hingga kini tetap eksis membangun kesadaran dan budaya hukum masyarakat.

Setidaknya seruan tersebut pada banyak hal nampak semakin menggembirakan. Terlihat dari menjamurnya aksi-aksi hukum yang dilakukan masyarakat, tentu saja dengan memanfaatkan lembaga dan mekanisme hukum yang tersedia dalam memperjuangkan hak-hak hukumnya.  

Salah satunya, besarnya minat dan antusiasme kalangan masyarakat khususnya masyarakat kecil mengajukan gugatan ke Mahkamah Konsititusi. 

Langkah hukum terbaru misalnya  seorang karyawan Es Teler 77 yang tinggal di daerah Surabaya mengajukan permohonan uji materiil pasal 35 ayat 2 dan 37 ayat 1 Undang-Undang (UU) 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang telah diubah menjadi UU 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Pemohon yang bernama Samiani menilai, pasal 35 ayat 2 dan 37 ayat 1 belum mengatur klausul tentang pencairan dana jaminan hari tua (JHT) apabila seorang karyawan mengundurkan diri atau mengalami pemutusan hubungan kerja (Mediaindonesia.com,23/3/2022).

Dalam kerangka Negara Hukum, progresivitas sikap berhukum Samiani sebagai representasi rakyat jelata ini selayaknya diapresiasi. Samiani tak memilih jalur frontal seperti berdemo apalagi melakukan aksi-aksi yang cenderung fisik dan anarkhis yang pada akhirnya tentu akan bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum.

Kontras

Namun, langkah hukum Samiani seakan sangat kontras dengan apa yang dilakukan sekelompok orang yang menghakimi Ade Armando dalam momen aksi mahasiswa menolak wacana tiga periode beberapa waktu lalu.

Mirisnya kemudian, banyak kalangan seakan "memaklumi" kekerasan yang menimpa dosen yang juga pegiat media sosial tersebut. Banyak yang percaya bahwa tindakan penganiayaan tersebut sebagai akumulasi kemarahan publik akibat status "kebal hukum" yang selama ini dinikmati yang bersangkutan.

Memang, sudah beberapa kali Ade di laporkan ke Kepolisian tetapi tak satupun yang berhasil menjadikannya sebagai terpidana. Jangankan menjalani hukuman, dalam banyak kasus sepertinya hanya menjadikan Ade sebagai Terlapor, beberapa saja yang sampai menyandang status tersangka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun