Mohon tunggu...
Zen Muttaqin
Zen Muttaqin Mohon Tunggu... wiraswasta -

AKU BUKAN APA-APA DAN BUKAN SIAPA-SIAPA. HANYA INSAN YANG TERAMANAHKAN, YANG INGIN MENGHIDUPKAN MATINYA KEHIDUPAN MELALUI TULISAN-TULISAN SEDERHANA.HASIL DARI UNGKAPAN PERASAAN DAN HATI SERTA PIKIRAN. YANG KADANG TERLINTAS DAN MENGUSIK KESADARAN. SEMOGA BERMANFAAT.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi, "Bunga di Tepi Jalan"

30 Maret 2014   23:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:17 1111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

“Bunga di Tepi Jalan”.

Suatu kali ku temukan

Bunga di tepi jalan…

Siapa yang menanamnya

Tak seorang pun mengira

Bunga di tepi jalan

Alangkah indahnya…


Oh kasihan… kan ku petik

Sebelum layu…


Disekitar belukar dan rumput gersang

Tak seorangpun akan mau

Memperhatikan…


Biarlah kan kuambil

Penghias rumahku


Oh kasihan… kan ku petik

Sebelum layu…


Bunga di tepi jalan

Alangkah indahnya…

Oh kasihan… kan ku petik

Sebelum layu…

Oh kasihan…, Sebelum layu…

Oh kasihan… kan ku petik

Oh kasihan…, Sebelum layu…

Sheila On seven kembali menggemakan lagu lama Koes Plus, lagu yang sendu menyentuh kalbu, menceritakan betapa indahnya bunga yang tumbuh di pinggir  jalan,  yang menarik dan diambil sebelum layu,"Bunga di Tepi Jalan" adalah sebuah gambaran tentang solusi keindahan yang akhirnya diperoleh justru di pinggir jalan.

Jokowi adalah ibarat bunga yang tumbuh di pinggir jalan bukan di taman, menjadi jawaban kegalauan masyarakat tentang kehidupan berbangsa dan bernegara kita sekarang ini.

Galau, ya begitulah kira kira perasaan yang mendera sebahagian besar Rakyat Indonesia, justru semakin menghabiskan tahun 2014, semakin terlihat kekacauan yang ada sekaligus menutup semua jalan yang mungkin bisa mengentaskan Bangsa Indonesia dari keterpurukan yang panjang.

Orde Baru yang menjanjikan tinggal landas hanya dengan 5 pelita, menghadapi akhir penantian 25 tahun yang justru mengalami hempasan yang mempurukkan kehidupan bangsa Indonsia kedalam jurang yang lebih dalam, namun toh demikian masih ingin melanjutkan dengan segala cara dan tawaran yang lebih baik.

Dari sekian cara dan jalan yang di tawarkan, maka berhasillah dan berjalanlah era Reformasi, yang jelas merupakan upaya menegakkan kembali rezim kekuasaan masa lalu, dengan dalih memperbaiki yang sudah ada yang selama 25 tahun sebelumnya di rintis dan dijalankan oleh Orde Baru, Reformasi adalah indikasinya.

Artinya memang system politik dan pengelolaan negara tidak beralih dan beranjak dari semangat dan tujuan semula yang melahirkan Orde Baru pasca lengsernya Bung Karno, hanya disana sini dilakukan perbaikan ( maksudnya) atau reformasi, namun sejatinya hanyalah upaya untuk melanggengkan kekuasaan yang selama rezim Suharto Berkuasa.

Dengan segala akses dan kekuasaan yang ada maka lahirlah amandemen UUD yang merupakan landasan pokok Orde Reformasi, yang nota bene merupakan manifestasi alihan dari Orde Baru sebelumnya, yang jelas masih melandaskan pengelolaan Negara dengan mempertahankan sendi sendi Neo Liberalis.

Namun ternyata tidak mampu mempertahankan kinerja dan mempertahankan tampuk kekuasaannya yang sudah mulai dirasakan oleh generasi penerus, para anak anak muda yang di presentasikan oleh para Mahasiswa, sejak tahun 2005 yang lalu.

Tahun 2005 adalah titik awal kesadaran Rakyat untuk melanjutkan cita cita perjuangan kemerdekaan 17 Agsutus 1945, dan sekaligus titik nadir kekuatan lama dalam mempertahankan kekuasaannya disegala bidang pengelolaan Negara, ditandai dengan hancurnya kredibilitas pengelolaan negara dimata Rakyat, ketika begitu marak kasus kasus korupsi dan mega korupsi yang dilakukan oleh hampir seluruh lembaga Negara, yang seharusnya menjadi penjaga dan pengaman Negara.

Sejak tahun 2005 itulah, mulai terkelupas seluruh selubung yang menutupi segala borok dan penyakit korupsi yang melanda seluruh lembaga Negeri ini, yang hingga saat ini masih terus bergulir membongkar kasus kasus yang semakin luas dan semakin menyentuh kepada lembaga2 Kekuasaan tinggi dan tertinggi Negara.

Keresahan Rakyat yang membuncah, mulai terlihat bergema dan mencari titik konsolidasi seluruh kekuatan rakyat Indonesia, melalui segala macam jalan dalam proses aktivitas penyelenggaraan Negara , bahkan hingga pada tingkatan penyelengaraan negara di tingkat paling bawah.

Pencarian yang panjang seluruh Rakyat menghasilkan banyak sekali titik titik konsolidasi yang semakin lama menjadi semakin besar dan terus meraih porsi dalam wujud kekuatan dalam kancah perpolitikan Nasional.

Diskursus dan diskusi2 terus dijalankan dengan intens, sedemikian sehingga telah mulai mewujud dengan mencoba menjadi kekuatan baru didalam masyarakat. Model dan karakter pemimpin dari seluruh potensi yang ada yan tersebar di seluruh Indonesia, mulai mendapatkan jalan dan menerobos seluruh rambu2 dan melompati rintangan2 yang ada yang tercipta oleh tatanan dan pranata penghuni establism.

Keberhasilan Jokowi dan Ahok memenangkan Kursi Gubernur DKI, adalah bukti telah terwujud konsolidasi baru didalam masyarakat, yang merupakan gerakan tersembunyi dan paralel dengan berjalannya partai partai dan seluruh aktivitas penyelenggara negara diseluruh Indonesia.

Jokowi dan Ahok yang begitu menakjuban telah mengagetkan seluruh kekuatan politik yang ada, termasuk PDIP sendiri dan juga Gerindra, yang tidak menyangka sama sekali, akan menjadi jalan bagi rakyat untuk mengkonsolidasikan dirinya, membawa bangsa ini kepada perubahan masa depan.

PDIP  yang sama sekali tidak pernah memproyeksikan Jokowi sebagai pemimpin masa depan, mulai terperengah ketika model kepemimpinannya telah menjadi realitas sebagai pilihan rakyat, tidak hanya konstituen PDIP saja, namun sudah merambah kepada publik umum non partisan.

Jokowi sebgai titik konsolidasi Rakyat merupakan lampu kuning, bagi kekuatan lama yang jelas berlawanan dengan Rakyat yang mendaulatnya, yang dengan sadar telah mengalami kekecewaan panjang sejak Orde Baru hingga Reformasi, yang tak kunjung meraih keberhasilan dalam mencapai cita cita seperti yang termaktub didalam Preambule UUD 1945.

Seluruh Partai dan lembaga2 penyelenggara Negara, jelas mengalami krisis kepercayaan yang akut, apabila masih mempertahankan keberadaannya dengan keukeuh menyandarkan kepada jargon2 lama serta landasan berfikir lama, yang telah terbukti tidak lagi dipercaya oleh Masyarakat.

System politik hingga system ekonomi yang amburadul, merupakan bukti autentik kegagalan Orde Baru dan Orde lanjutannya Orde reformasi.

Kini Rakyat menghendaki kembali kepada khittohnya, mendasarkan semuanya kepada landasan yang sudah diletakkan fondasinya oleh para pendiri bangsa, yaitu Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945. Preambule UUD 1945 adalah landasan pokok cita cita bangsa Indonesia menjadi bangsa yang merdeka sederajad dengan bangsa lain di bumi.

Cita cita menjadi Bangsa berdaulat yang memiliki martabat sebagai bangsa, yang sama sederajad dengan bangsa lain di bumi, merupakan harga mati yang harus terus dijadikan inti semangat dari seluruh penyelenggaraan Negara.

Jokowi hanyalah Bunga yang tumbuh di pinggir jalan, yang ditanam dan tumbuh dan berkembang di pinggiran oleh rakyat dan kini mesti dipetik untuk digunakan. Rakyat kini mendaulat bunga yang tumbuh di pinggir jalan.

Bukan bunga yang tumbuh ditaman yang dipelihara, yang telah meninggalkan esensi kehidupan dijalanan, meninggalkan kehidupan masyarakat kebanyakan yang tak terselesaikan semua masalahnya, kerusakan yang systemic dalam penyelenggaraan Negara dan ekonomi masyarakat yang stagnan.

Senandung Sheila on seven kembali menggema menyadarkan kembali kepada berharganya bunga2 yang tumbuh di pinggir jalan, yang murni dan indah menjadi tumpuan harapan masyarakat.

Kini seluruh rakyat telah memilih mengejawantahkan seluruh kekuatannya, untuk terus mewujudkan cita citanya menjadi manusia merdeka, yang memiliki harkat martabat sebagai bangsa sederajad dan sama tinggi dengan bangsa bangsa di dunia.

Dengan seluruh Kekuatannya maka Rakyat akan terus berjuang mewujudkannya.

Merdeka ! Merdeka ! Merdeka !

Jakarta, 30 Maret 2014

Zen Muttaqin

.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun