Mohon tunggu...
Fauzia Noorchaliza Fadly Tantu
Fauzia Noorchaliza Fadly Tantu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Sedang bertumbuh

Berjejak, tak berjasad

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi | Mencari Mu

29 September 2016   18:57 Diperbarui: 29 September 2016   19:04 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

MencariMu katanya sulit. Engkau bisa melihatku, namun untuk menemuimu, aku harus mencariMu. MelihatMu rasanya rumit. Engkau bisa menatapku, namun untuk benar-benar melihatMu, aku harus banyak meratap. Tidak cukup hanya sekali-dua kali ratap. Berkali-kali aku berupaya ‘tuk melihatMu, aku tak bisa meski hanya dalam samar.

Aku harus terbang diantara awan, namun yang kudapati hanyalah angan. Menari bersama mentari namun yang kulakoni hanya mimpi. Bercerita bersama bulan, namun yang kurasakan adalah kerinduan. Menemani bintang namun yang kunikmati bukanlah tenang. Bernyanyi dan menari di puncak pelangi ku lakoni, namun yang kurasakan adalah sepi.

Nyatanya, kata langit malam, Engkau tidak bisa didapatkan lewat itu semua. Karena Engkau tidak ada diatas awan. Engkau tidak pernah menari bersama matahari. Engkau tidak pernah merindu bersama sang bulan. Engkau tidak pernah mengajak berbincang para bintang yang terkadang kesepian. Bahkan meluangkan waktu untuk pelangi pun Engkau tidak pernah. Karena Engkau adalah Sang Pemiliknya.

Engkau hanya ada dialam sana. Didalam doa-doa, sepanjang ruang dan waktu, disepertiga malam yang biasa ku singgahi. Engkau ada didalam hati setiap insan yang terus berusaha mendekatiMu, yang nyatanya Engkau selalu ada bersemayam di relung nurani. Nyatanya, Engkau selalu ada didekatku. Sangat erat, sangat dekat karena sebenarnya aku tidak pernah melepaskanMu, bahkan menghempaskanMu. Hanya saja aku tidak melihatMu, tidak menyadariMu dan malah melupakan keberadaanMu yang sedekat nadi.

Nyatanya, Engkau masih tetap disini, didalam setiap denyut jantung dan aliran darahku, Menemaniku, menjaga dan mengawasi setiap langkahku.  Maafkan aku,  karena aku tidak dapat melihat nyataMu,  bahkan menyadari keberadaan dan kehadiranMu. Engkau, tertutupi awan kelabuku. Tersembunyi dibalik kelamnya kedangkalan pikiranku. Dan aku terus berusaha mencariMu meski Enggkau ku yakin ada didekatku.

Engkau adalah harapan, cahaya penerang kala aku tersungkur dalam ruang dan waktu yang kelam. Aku tersadar di sudut ruang,’ di ujung waktu, ketika harapan itu terasa dekat, kupeluk erat, namun aku tak dapat meraihMu. Mungkin karena aku sulit untuk merasa bahagia. Karena Aku terusmenerus berpikir bahwa akulah makhluk paling malang di seluruh altar bumi.

Kini Aku sadari Engkau dekat, tetapi Aku tak mampu melihatMu, bahkan merasakanMu Aku terbutakan oleh gelimang curahan nikmat rahmatMu. Akhirnya, aku terus mengejar angkasa. Aku terbelenggu oleh keegoanku. Sehingga, meski kini Aku terbang diatas awan, aku ingin mencapai langit di atas langit. Aku terkungkung oleh kenaifan dunia. Sehingga manakala aku tersungkur dan jatuh, aku sulit mendapatkan tenang yang nyatanya selalu ada dan lebih dekat dari hulu nadiku. Selalu hadir dalam setiap langkahku.bahkan, selalu ada di setiap detikku.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun