Mohon tunggu...
iza chan
iza chan Mohon Tunggu... Guru - Seorang pengembara yang belum mau pulang

Pembelajar di keheningan senja

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sebuah Perjalanan Antarbenua Menembus Covid-19

13 Agustus 2020   19:45 Diperbarui: 9 Juni 2021   07:33 2602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
makanan selama di wisma atlit, menu macam-macam, mulai dari daging, ayam hingga tempe tahu dan telur asin dan kerupuk | Dok. Pribadi

Setelah 8 jam di pesawat saya transit di Doha dan menunggu di ruang tunggu selama lebih kurang 2 jam. Tidak ada pemeriksaan sama sekali karena di bandara Doha para penumpang yang akan transit hanya diarahkan untuk menuju gate pesawat ke Indonesia.  

Sama seperti di pesawat Manchester--Doha, di pesawat Doha--Jakarta para penumpang duduk terpisah 1 kursi, tidak boleh berdekatan karena setiap 1 kursi diberi pembatas larangan duduk, kecuali keluarga.

Perjalanan dari Doha--Jakarta penumpang mengisi 2 kartu: Kartu Kewaspadaan Kesehatan (Health Alert Card) yang berwarna kuning dan Custom Declaration card yang berwarna putih.  

Di dua kartu ini kita harus mengisi informasi pribadi dan nomer passport, alamat tujuan, nomer penerbangan dan untuk kartu HAC yang warna kuning ada pertanyaan terkait kesehatan pribadi.

kartu kewaspadaan Kesehatan | Dok. Pribadi
kartu kewaspadaan Kesehatan | Dok. Pribadi
Sampai di Bandara Soekarno-Hatta, rombongan dari Doha yang datang jam 2 siang WIB hari Sabtu 25 Juli, disuruh duduk di kursi yang tersedia dan berikan 2 dokumen untuk diisi bagi yang tidak punya surat PCR dan hanya 1 dokumen bagi yang punya surat PCR, yaitu "Form Penyelidikan Epidemiologi Kasus Covid-19". 

Setelah selesai mengisi dokumen, rombongan dari Doha ini terpisah dua bagian, ke kanan bagi yang punya surat PCR dan ke kiri bagi yang tidak punya PCR.

Saya pindah ke kiri karena tidak punya surat PCR dan antre untuk diperiksa suhu tubuh memakai thermometer gun. Sempat cemas karena katanya berbahaya, tapi ternyata tidak menempel dan sekejap mata. Suhu tubuh saya 35.4 derajat celsius.

Setelah menyerahkan dokumen 1 dan mereka mencatat suhu tubuh saya, saya diminta menuju meja berikutnya. Di meja tersebut saya menyerahkan dokumen yang telah diisi dan mereka menanyakan apakah saya ingin menginap di hotel-hotel yang ditentukan oleh pemerintah ataukah di Wisma Atlet. 

Saya memilih Wisma Atlet karena katanya gratis tempat tinggal, makan, dan tes swab. Dari situ saya diminta ke meja 6 untuk diberikan kartu peserta menginap di Wisma Karantina Blok C Tower 8/9 Pademangan.

suasana di bandara saat periksa suhu tubuh dan menyerahkan dokument yang telah diisi | Dok. Pribadi
suasana di bandara saat periksa suhu tubuh dan menyerahkan dokument yang telah diisi | Dok. Pribadi
Selanjutnya, saya menuju imigrasi dan keluar mengambil bagasi dan digiring oleh TNI menuju bus DAMRI yang membawa calon peserta karantina dari Doha menuju Wisma Atlet Pademangan. Rombongan kami yang tidak punya PCR ini terdiri dari 21 orang. 

Mereka adalah para TKI, TKW, dan ABK Indonesia yang mudik ke daerah masing-masing. Kami dibawa ke Wisma Atlet Tower 9. Sampai di sana sekitar jam 4 sore Sabtu, rombongan saya ini diberikan beberapa instruksi termasuk bagaimana step-step selama tinggal di Wisma. 

Kami dilarang keluar dari kamar setelah melakukan PCR di Minggu pagi keesokan harinya. Setelah itu kami diberikan nomor meja untuk tes besok dan diminta untuk memilih 1 ketua yang akan mengambil hasil PCR dan membagikan kepada para anggotanya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun