Pertanyaan paling penting dari semua ini adalah: apa sesungguhnya tujuan penjara? Apakah sekadar tempat untuk mengurung pelaku kejahatan? Atau sebagai wadah rehabilitasi sosial? Jawaban ideal tentu adalah yang kedua. Namun dalam praktiknya, banyak lembaga pemasyarakatan di Indonesia justru menjadi ladang bisnis dan arena pertukaran kepentingan politik ekonomi.
Penjara seperti Nusakambangan mestinya bisa menjadi ikon pembaruan dalam sistem keadilan kita, bukan sekadar tempat "mengasingkan" para penjahat. Di sinilah perlunya keterlibatan nyata dan integritas tinggi dari ketiga pilar kekuasaan negara. Tanpa itu, penjara hanya akan menjadi simbol kepalsuan yaitu terlihat keras di luar, tapi rapuh di dalam.
Menyimak Ulang Pesan Dari Masa Lalu
Alcatraz pernah menjadi simbol kekuatan negara dalam menghadapi kejahatan, namun ditutup karena tidak lagi relevan secara ekonomi dan kemanusiaan. Nusakambangan bisa saja menjadi simbol baru ketegasan hukum, asalkan dijalankan bukan hanya dengan tangan besi, tapi juga dengan hati nurani. Reformasi pemasyarakatan tidak cukup hanya dengan membangun tembok tinggi tapi kita juga perlu membangun sistem yang adil, transparan, dan manusiawi.
Alcatraz ditutup bukan karena kurang keras, tapi karena tidak efisien. Nusakambangan bisa jadi jauh lebih relevan jika mampu mengedepankan nilai keadilan, etika, dan efektivitas dalam rehabilitasi pelaku kejahatan. Tapi syaratnya, negara harus hadir secara jujur tanpa retorika, tanpa kepentingan sesaat. Bukan hanya soal membangun tembok yang tinggi, tapi juga membangun sistem yang adil.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI