Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru
....
Engkau bagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa tanpa tanda jasa
Lirik lagu diatas tentu bukan hal asing ditelinga kita. Guru adalah sebuah profesi yang sangat mulia karena tugas dari guru ialah mentransfer ilmu pengetahuan, pengalaman, penanaman nilai budaya, moral dan agama. Selain itu guru juga bertugas sebagai motivator.
Pentingnya posisi guru tersebut perlu mendapatkan perhatian khusus terutama mengenai kesejahteraan, karier dan nasib seorang guru khususnya guru honor.
Coba cermati bait terakhir lagu hymne guru diatas, "Engkau patriot pahlawan bangsa tanpa tanda jasa".
Muncul sebuah pertanyaan disini, apakah guru, pahlawan tanpa tanda jasa bisa diartikan juga sebagai guru yang mengajar dan mengamalkan ilmunya tanpa imbalan (upah/gaji), mengabaikan aspek kesejahteraannya sebagai manusia?
Apakah mungkin seorang dapat berbuat maksimal jika kebutuhan hidupnya tidak bisa terpenuhi? Diera globalisasi dan ditengah-tengah krisis multi dimensional dimana harga barang melambung tinggi mempengaruhi biaya hidup ikut tinggi, rasanya hal itu tidak mungkin.
Jasa guru (terutama guru honorer) di Indonesia masih dihargai jauh dibawah nilai UMR, sungguh sangat memprihatinkan dan menyedihkan.
Guru, dalam hal ini guru honorer, boleh saja ikhlas mengabdi dalam mengemban tugas mengajar, tetapi guru honor juga manusia yang butuh dan perlu memikirkan kehidupan dan kesejahteraan dirinya sendiri beserta keluarganya.
Ada saja diantara guru honorer tersebut yang akhirnya bekerja serabutan, jadi tukang ojek, mengajar ditempat lain dan pekerjaan-pekerjaan lain hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tentu hal ini akan memberikan dampak psikologis dimata anak didiknya dan masyarakat, serta bisa berimplikasi kepada menurunnya jumlah generasi muda yang ingin mengabdi dan berprofesi menjadi guru.
Indonesia sendiri saat ini masih kekurangan ribuan bahkan ratusan ribu tenaga pengajar terutama dipelosok-pelosok desa yang jauh dari kota besar.
Berubahnya sistem pendidikan dan lahirnya sejumlah peraturan pemerintah serta undang-undang dibidang pendidikan, ternyata belum mampu menyentuh dan memperbaiki kesejahteran hidup guru honorer.
Ada baiknya pemerintah lebih memfokuskan dan memproritaskan, peningkatan kompetensi, profesionalisme, peningkatan status, kesejahteraan dan pembinaan organisasi profesi guru honorer. Harapan akan adanya keseimbangan peningkatan kesejahteraan guru honorer tentu akan selaras peningkatan kompetensi, profesionalisme, peningkatan kualiatas guru honorer dan kualitas pendidikan.
Harapan harus menjadi kenyataan, sehingga nasib si "OEMAR BAKRIE" (guru honorer), menjadi pahlawan yang berjasa, bukan tanpa tanda jasa.