Semalam, saya berkesempatan kembali menyaksikan penampilan sebuah band yang dahulu sempat dianggap telah mati, namun berhasil dibangkitkan kembali pada tahun 2023 melalui panggung Cherrypop Festival. Sejak saat itu, mereka berkomitmen untuk terus aktif bermusik, meskipun hanya tampil dua kali dalam setahun. Penampilannya pun selalu eksklusif, dengan tiket terbatas dan konsep yang intimate.
Konser kali ini mengusung tajuk "syukuran penerbitan ulang album Manifesto" oleh band Jenny. Namun yang membuat konser ini begitu unik adalah tema yang mereka angkat: "Gelar Sarjana." Poster konser dirancang menyerupai halaman depan skripsi lengkap, mulai dari layout, font, hingga penulisan informasi konser, semuanya mengikuti format akademik yang sangat detail dan kreatif.
Sesuai dengan karakter Jenny yang tak pernah tampil dengan konsep biasa-biasa saja, malam itu dibuka oleh penampilan band asal Solo, The Skit. Pemilihan The Skit sebagai band pembuka bukan tanpa alasan. Menurut Jenny, semangat dan energi The Skit mengingatkan mereka pada masa muda mereka dulu, sebuah refleksi yang sangat personal.
Salah satu segmen paling menarik malam itu adalah kehadiran para dosen (teman personil Jenny sewaktu kuliah dan saksi perjalanan Jenny) yang tampil di atas panggung dengan format seperti "kuliah umum." Para dosen ini menjelaskan dengan lugas: siapa itu Jenny, bagaimana band ini terbentuk, visi dan inisiasi yang akan mereka jalankan ke depannya, serta berbagai paparan menarik lainnya.
Yang paling menggelitik adalah ketika salah satu dosen dari perguruan swasta di Makassar, yang diketahui merupakan pengelola kedai buku Jenny dan juga pendiri Sekolah Jenny, sekolah seni untuk anak-anak di bawah usia 5 tahun. Dosen tersebut menutup sesi kuliahnya dengan memberikan "tugas" kepada penonton. Ya, tugas! Ia meminta semua penonton menulis esai minimal 600 kata, membuat suasana konser seolah benar-benar seperti perkuliahan. Penonton pun dibuat tertawa dan merasa terlibat secara unik dalam momen tersebut.
Lalu, kenapa saya begitu tertarik dengan band ini?
Menurut saya, tidak ada alasan untuk tidak mengagumi Jenny. Mereka adalah simbol dari perjuangan, pengorbanan, kehangatan dalam pertemanan, dan kesetaraan. Mereka selalu menolak tampil dengan panggung tinggi atau pembatas besi yang menciptakan jarak antara penonton dan musisi. Setiap konser mereka terasa sangat dekat, intim, dan eksklusif. seolah kita bukan hanya penonton, tapi bagian dari cerita mereka.
Konser tadi malam terasa begitu hangat dan sarat akan nostalgia. Lokasinya di JNM Bloc, tempat di mana album Manifesto pertama kali dirilis, menambah kedalaman makna acara ini.
Mas Farid Stevy, vokalis Jenny, dalam salah satu segmennya mengatakan:
"Ziarah itu biasanya dilakukan untuk sesuatu yang sudah hilang atau meninggal. Jenny rasanya seperti itu. Jika kami ingin bicara kepada Jenny, kami ingin bilang bahwa kami ternyata baik-baik saja, dan kami akan segera menyusul... untuk kemudian ikut mati dan dikuburkan."
Sebuah pesan yang dalam, penuh refleksi, dan menyentuh hati.
Selamat kembali mengebara, Jenny. Perjalananmu tak pernah benar-benar usai, hanya bereinkarnasi dalam bentuk yang lebih bermakna.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI