Pagi tadi, WA seorang teman mengirim info A1 jumpa pers Rohidin Mersyah, Gubernur Bengkulu tentang kasus pertama positif corona. Serta diajak menyimak secara live kegiatan tersebut! Aku pasti mengejar info itu, kan?
Aih, ternyata aku telat! Dalam jarak 10 menit, jumpa pers secara live itu belum lagi selesai. Nyaris secara bersamaan, ponsel jadulku mengalami "tsunami berita" tentang kasus tersebut.
Tiba-tiba, setiap orang merasa perlu dan berkewajiban membagikan berita tersebut. Tak peduli, jika sudah ada informasi sebelumnya di grup mengenai hal itu.
Begitulah! Terkadang, ajakan "indahnya berbagi" itu sering salah arah, ya? Gejala itu yang kutangkap, usai menyimak deretan informasi yang nyaris sama tak henti dan silih berganti di semua WAG yang kumiliki
Hingga kemarin, saat Bengkulu masih zona hijau. Virus Corona masih dianggap "teman". Tapi, sejak pagi tadi, covid 19 adalah musuh bersama!
![sumber foto : https://news.detik.com](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/03/31/48e8f30f-f3d8-4fc0-8110-485c717759cb-169-5e833f60097f36087679d732.jpeg?t=o&v=770)
Simpati dan empati yang hadir, ketika menyimak berita di daerah atau Negara lain, berubah menjadi kecemasan dan kekhawatiran. Tak butuh waktu lama, usai gelaran jumpa pers Gubernur Bengkulu, berubah lagi menjadi ketakutan dan kepanikan.
Banyak yang menghubungiku, mencari tahu bagaimana cara meracik handsanitizer mandiri dan sibuk berburu bahan-bahan tersebut, mencari masker, juga berlomba membeli suplemen vitamin C.
"Pasar sepi, Bang!"
"Di apotik, masker dan vitamin C habis!"
"Dimana mencari lidah buaya dan jeruk nipis, Bang?"