Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sekolah Memang Bukan Satu-satunya Jalan Bahagia, tapi...

15 Januari 2020   16:20 Diperbarui: 17 Januari 2020   09:03 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrated by pixabay.com

Menyoal pendidikan dari berbagai kasus yang ditemui, dan dirujuk dengan segala sudut pandang, bakal tiada habisnya. Bahkan seperti terjadi penyatuan energi pikiran bersama, bahwa perihal pendidikan mesti dibahas dengan serius.

Mulai dari presiden, gubernur hingga bupati tak tinggal diam, serta memiliki keinginan yang sama. Beragam program pendidikan ditawarkan untuk menyiasati kendala itu. Termasuk bantuan beasiswa serta penelitian dari BUMN, sektor swasta, lembaga donor dalam dan luar negeri.

Aku  ingin begini, aku ingin begitu

Aku ingin ini, ingin itu, banyak sekali

Tulisan di atas, dikirim seorang teman. Ternyata larik dari lagu pembuka film animasi Doraemon. Kukira, mewakili banyaknya keinginan dan harapan terhadap sektor pendidikan. Gegara kemarin, kubagikan di WAG, tulisanku di Kompasiana, artikel edukasi "Kenapa Minat Belajar Anak Sering Berubah?"

Pada artikel itu kutulis, mungkin saja perubahan minat belajar pada anak, karena pemenuhan rasa ingin tahu yang tersendat, seiring pertambahan usia dan pengalaman. Ada kekeliruan dalam metode pembelajaran, serta ajakan melakukan refleksi bersama antara guru, anak dan orangtua.

Refleksi belajar, berfungsi tak sekedar untuk mendapatkan nilai-nilai pembelajaran. Namun juga akan menumbuhkan kesadaran diri. Kemudian, perlahan fungsi guru serta orang tua adalah mendorong anak untuk menemukan minat dan cara belajar versi anak itu sendiri.

Berbicara pendidikan, benak kita secara sadar akan terarah pada proses belajar di sekolah hingga kuliah, entitas yang berada di dalamnya, serta unsur-unsur penunjang dalam penyelenggaraan pendidikan.

Jika kembali pada rumusan awal makna sekolah dari kata "Skole" di masa Yunani yang bermakna "waktu luang" atau "waktu senggang". Maka sekolah dapat dikatakan sebagai "waktu luang yang digunakan secara khusus untuk belajar."

Kenyataannya? Kita dihadapkan pada keadaan bahwa bersekolah tak seluang dan sesenggang yang dibayangkan, tah?

Sekolah Susah, Gak sekolah salah!

Fenomena perjalanan yang semakin panjang dan penuh perjuangan usai mendapatkan selembar ijazah. Secara pilu dipaparkan Iwan Fals dalam lagu "Sarjana Muda". Ada juga yang bilang, ijazah adalah bukti pernah sekolah.

Realita sekarang, selembar ijazah masih menjadi penentu hitam-putih kehidupan seseorang. Selembar kertas itu, bagaikan tiket sekali jalan. Jika memiliki kesempatan memanfaatkannya, maka kehidupannya akan aman.

Sebulan lalu, temanku bercerita. Dia jurusan pendidikan. Tak lulus seleksi berkas saat mendaftar jadi CPNS. Padahal memiliki IPK di atas 3,5. Perihnya, alokasi yang tersedia sangat terbatas.

Bahkan ada juga, temanku yang tak memiliki alokasi penerimaan yang tersedia sesuai dengan jurusannya. Hingga bertempur pada lowongan CPNS yang berjudul "semua jurusan".

Kecepatan pergeseran zaman di era 4.0 di mana semua telah berbau digital, termasuk kebutuhan kompetensi pada tenaga kerja. Namun tak seirama dengan deretan puluhan pelajaran atau puluhan mata kuliah yang dipelajari.

Ijazah masih menjadi acuan utama untuk mendapatkan pekerjaan, tak peduli angka dan huruf yang tertera hasil contekan, usaha jujur, atau asal ada nilai. Bahkan, besar dan kecilnya pendapatan, juga ditentukan oleh tinggi dan rendahnya tingkatan ijazah.

Tak cukup ijazah. Sekarang malah mesti diperkuat oleh sertifikat. Apapun bidangnya, perlu sertifikat dan mesti bersertifikasi.

Sudah? Belum! Lembaga yang mengeluarkan ijazah mesti terakreditasi. Melalui berbagai rute penilaian dengan indikator tertentu. Akhirnya, semua cara dihalalkan dan dilakukan, agar mendapatkan sertifikat serta akreditasi. Kualitas? Urusan lain.

Sekolah Memang Bukan Satu-Satunya Jalan Bahagia. Tapi...

Semua orangtua, pasti ingin anaknya bersekolah. Apapun dilakukan dan diusahakan. Agar anaknya bisa menyelesaikan pendidikannya. Banyak kisah-kisah inspiratif yang tersaji, bagaimana perjuangan orangtua untuk itu.

Begitu juga sang anak. Akan hadir rasa bahagia berkumpul bersama teman sebaya. Menghabiskan waktu bersama dan menikmati pengalaman yang sama. Tentu saja akan menumbuhkan rasa percaya diri.

Namun, adakalanya dihadapkan pada pilihan-pilihan sulit dan rumit. Hingga orangtua dan anak memutuskan melupakan hal yang berkaitan dengan sekolah. Faktor ekonomi, pengaruh lingkungan, hingga tuntutan kehidupan jamak ditemui sebagai alasan.

'Karena keadaan!" adalah kalimat lugas yang bisa diujarkan. Walau dalam hati, orangtua masih berkeinginan, anaknya bisa menjalankan kehidupan dengan kebahagiaan. Mempunyai pekerjaan mapan, hingga menikah dan memiliki keluarga idaman.

Walau tertatih, namun mesti melatih diri untuk menjalani lembaga pendidikan terbesar yaitu"Universitas Kehidupan." Bahwa kehidupan tak hanya ditentukan oleh pendidikan formal. Hingga terpaksa menjalankan kalimat Roem Topatimasang :

Setiap tempat adalah sekolah,

setiap orang adalah guru, dan

setiap buku adalah ilmu.

Kalimat di atas, kukira upaya berdamai dengan keadaan dan aral melintang yang ditemui dalam kehidupan. Untuk menetralisir keseragaman pikiran yang ada sekarang. Seragam?

Ada keseragaman kebahagiaan orangtua, ketika melihat anaknya ke sekolah mengenakan baju seragam. Memiliki seragam impian, jika anaknya bersekolah dengan nilai tinggi atau rangking. Seragam keinginan, anaknya mendapatkan pekerjaan. Seragam ini, seragam itu. Terus begitu, kan?

Mungkin butuh waktu untuk menggeser cara berpikir. Bahwa anak tak lagi sebagai kertas kosong, atau rak perpustakaan, di mana ilmu pengetahuan itu dicurahkan, dituliskan, disimpan. Begitu juga sekolah, bukanlah sebuah ruang. Di mana pengetahuan, kebenaran dan pemahaman itu terjadi.

Ketika, secara terus menerus dilakukan upaya menggali nilai pembelajaran dan pengalaman. Maka setiap orang akan memaknai keinginan dalam hidupnya.

Curup, 15.01.2020

Zaldychan

[ditulis untuk Kompasiana]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun