Mohon tunggu...
Zaldi Euli
Zaldi Euli Mohon Tunggu... -

warga negara yang gemar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Menguji Lemah Pasal 1 UU Nasionalisasi yang Jadi Ulah Mafia

18 Mei 2018   18:06 Diperbarui: 18 Mei 2018   18:28 609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Aset nasionalisasi. Apa itu? Sederhananya: pengalihan hak milik yang sebelumnya dikuasai bangsa asing lalu setelah kemerdekaan diambil alih menjadi milik pemerintah Indonesia dan ditawarkan ke publik untuk dikelola sesuai fungsinya.

Mengenai aset nasionalisasi telah jelas di atur dalam UU Nomor 86 tahun 1958 tentang Nasionalisasi Perusahan Milik Belanda. Dikenalnya UU Nasionalisasi. Menilik terbitnya regulasi itu menunjukkan penerapan nasionalisasi telah lama dilakukan.

Banyak aset telah dinasionalisasi oleh pemerintah. Sebut saja beberapa contoh; Istana Pamularsih (harta Oei Tiong Ham) di Semarang, Jawa Tengah, gedung Koninklijke Paketvaart Maatschappjjij (KPM), gedung Chartered Bank of India, Australia, and China, di Kota Tua, Jakarta, atau SMAK Dago, di Bandung, Jawa Barat.

Selama ini amat jarang terdengar terjadinya perselisihan soal aset nasionalisasi. Kalaupun ada kehebohan yang terdengar tentang kasus aset nasionalisasi ke publik adalah SMAK Dago.

Ya, ada sekelompok pihak mengatasnamakan penerus pemilik awal SMAK Dago ingin kembali merampas lembaga pendidikan tersebut yang telah dikelola Yayasan Badan Pembinan Sekolah Menengah Kristen Jawa Barat (YBPSMKJB) setelah dibeli dari pemerintah melalui Departemen Keuangan (kala itu).

Berjalannya waktu. Kemudian muncul pendapatan, pemikiran, anggapan, ada kelemahan pada pasal 1 UU Nomor 86 Tahun 1958 tentang Nasionalisasi. Sorotannya mengenai makna kata 'bebas' yang termaktub pada penjelasan pasal tersebut.

"Perusahaan-perusahaan milik Belanda yang berada di wilayah Republik Indonesia yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dikenakan nasionalisasi dan dinyatakan menjadi milik yang penuh dan bebas Negara Republik Indonesia."

Makna kata 'bebas' itu, menurut pihak YBPSMKJB, berdampak merugikan secara khusus kepada mereka dan umumnya terhadap pemilik aset yang telah dinasionalisasi. Akibat dirasakan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat secara bersyarat (conditionally unconstitutional) kata 'bebas' itu, aset SMAK Dago terus mendapat gangguan dan usaha untuk dirampas dari kelompok-kelompok tertentu yang tidak berwenang sejak tahun 1991 hingga kini.

Faktanya: YBPSMKJB secara sah membeli aset SMAK Dago dari Kementerian Keuangan tahun 2003 sehingga dengan begitu hak penguasaan negara telah dilepaskan.

Tidak tegasnya pemaknaan pasal 1 UU Nomor 86 tahun 1958 tentang Nasionalisasi itu lantas diuji materiil ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh YBPSMKJB. Kuasa hukum konstitusi pemohon YBPSMKJB Refly Harun, meminta agar majelis hakim MK menafsirkan kata 'bebas' dalam pasal 1 UU Nasionalisasi juga berarti "bebas dari segala tuntutan dan gugatan hukum." (detik.com)

Mencermati sengketa hukum konstitusi UU Nasionalisasi, rasanya memang penting menguji kembali kelemahan pasal-pasal yang ada. Supaya jangan pernah ada lagi aset-aset nasionalisasi yang sah tapi coba dirampas mafia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun