Keseimbangan hidup itu bukan cuma teori motivator, tapi kewajiban moral. Boleh kerja keras, boleh juga nongkrong sesekali, asal jangan lupa pulang---baik secara fisik maupun emosional. Karena rumah bukan cuma tempat rebahan, tapi tempat kita diingat, dirindukan, dan disembuhkan.
Jangan sampai karena terlalu sering nongkrong, anakmu nanti lebih akrab sama suara notifikasi HP daripada suara ayahnya. Jangan juga karena terlalu sibuk kerja, istrimu belajar berdialog dengan kesepian.
Mulailah dari hal kecil. Misalnya, sesekali ajak keluarga makan bakso di pinggir jalan, atau nonton film di ruang tamu sambil rebutan remote. Nggak perlu nunggu gajian atau libur panjang untuk sekadar "hadir". Kadang, yang mereka butuhkan bukan hadiah, tapi perhatian.
Dan kalau kamu masih mikir, "Ya gimana, aku kan cari uang buat mereka juga," coba ubah sudut pandang. Rezeki itu bukan cuma soal uang, tapi juga waktu dan kehadiran. Kadang, hadir 30 menit di rumah lebih bernilai daripada kerja lembur tiga jam tanpa hati.
Karena nanti, ketika anak-anak tumbuh besar, mereka nggak bakal ingat kamu beliin sepatu mahal. Mereka bakal ingat siapa yang pertama kali ngajarin mereka naik sepeda, atau siapa yang nemenin mereka pas takut gelap.
Jadi, sebelum kamu pakai alasan "capek kerja" atau "butuh nongkrong" lagi, tanya dulu ke diri sendiri: kamu benar-benar sibuk, atau cuma lari dari kewajiban yang paling sederhana---menjadi suami dan ayah yang hadir sepenuhnya?
Ingat, rumah tangga itu bukan tempat singgah, tapi tempat tinggal. Dan pulang lebih awal bukan cuma soal waktu, tapi soal niat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI