Mohon tunggu...
Zaki Ahmad Satriana
Zaki Ahmad Satriana Mohon Tunggu... Mahasiswa - 23107030035 - Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga

Hanya orang biasa yang baru mulai menulis

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Film Women From Rote Island: Kisah Kelam yang Membudaya di Timur Indonesia

23 Februari 2024   21:12 Diperbarui: 23 Februari 2024   22:43 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar : instagram/womenfromroteisland

"Laki-laki waras tidak akan menyakiti hati perempuan, karena kita semua terlahir dari kelamin yang berdarah"

Begitulah salah satu kutipan dari film Women From Rote Island.

Women From Rote Island atau yang juga memiliki judul Perempuan Berkelamin Darah merupakan film drama yang ditulis dan disutradarai oleh Jeremias Nyangoen. Film ini diproduksi oleh Bintang Cahaya Sinema dan Langit Terang Sinema. Film berdurasi 108 menit ini mengangkat tema tentang kekerasan seksual terhadap perempuan dan juga budaya patriarki yang terjadi di Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur.


Sinopsis
Martha (Irma Rihi) yang bekerja sebagai TKW di Malaysia pulang ke Pulau Rote untuk menghadiri upacara pemakaman ayahnya. Ibunya, Orpha (Linda Adoe), dan adiknya, Bertha (Sallum Ratu Ke) terkejut saat mendapati Martha pulang dalam keadaan depresi dan trauma karena mengalami kekerasan seksual di lingkungan pekerjaannya dulu. Semenjak saat itu, mereka harus berjuang untuk mendapatkan keadilan dari berbagai diskriminasi dan kekerasan seksual lainnya yang terjadi.


Sebelum tayang di bioskop, film ini mengawali debut penayangannya di Busan International Film Festival 2023, dan kemudian tayang di beberapa festival lainnya di berbagai negara. Selain itu, film ini mendapat 4 nominasi Festival Film Indonesia atau biasa dikenal sebagai Piala Citra untuk "Film Cerita Panjang Terbaik", "Sutradara Terbaik" (Jeremias Nyangoen), "Penulis Skenario Asli Terbaik" (Jeremias Nyangoen), dan "Pengarah Sinematografi Terbaik" (Joseph Fofid). Menariknya, film ini berhasil menyabet semua piala dari nominasi yang didapat.


Tentu bukan tanpa alasan bagi Women From Rote Island menjadi jawara di Piala Citra 2023, mengingat dalam beberapa tahun terakhir ini, film-film terbaik dari Piala Citra selalu didominasi oleh film yang mengangkat tema tentang perempuan, seperti Before, Now, & Then, Penyalin Cahaya, dan Perempuan Tanah Jahanam. Lantas, apakah film ini tidak kalah bagus atau bahkan mampu menandingi jawara-jawara di tahun sebelumnya?

Sejak menit-menit awal film ini dimulai, kita sudah disuguhkan dengan banyak sekali adegan-adegan dramatis yang diambil secara one take disertai pergerakan kamera yang rapi. Kehidupan di Pulau Rote sekaligus bahasa, adat, budaya dan keindahan alamnya berhasil di gambarkan dengan baik dibarengi dengan sinematografi yang cantik. 

Perlahan-lahan, masuk ke pertengahan film, kita akan melihat kehidupan keluarga Orpha beserta kedua anaknya, Martha dan Bertha dalam menjalani hari-hari di lingkungan yang dimana  kekerasan seksual seakan sudah menjadi budaya.


Salah satu hal menarik dari film ini adalah jajaran para pemainnya yang mungkin terasa kurang familier bagi kita sebagai penonton. Sebut saja nama-nama seperti Linda Adoe, Irma Rihi, Sallum Ratu Ke, Van Jhoov dan yang lainnya. Bagaimana tidak, hampir 100 persen para pemainnya merupakan warga lokal asli Nusa Tenggara Timur yang bahkan mayoritas sama sekali belum pernah bermain film. Meski begitu, akting dari para pemainnya ini cukup natural dan ekspresif dalam memerankan karakternya masing-masing. 

Kita sebagai penonton tidak akan merasa bahwa dialog-dialog berdialek yang diucapkan terasa dibuat-buat karena memang dituturkan oleh penutur asli. Selain itu, hadirnya para "wajah baru" ini membawa kesegaran bagi industri perfilman Indonesia yang belakangan ini terlalu monoton karena selalu diisi oleh aktor yang itu-itu saja.

Sayangnya, dengan durasi yang terbatas, film ini seolah ingin membahas banyak sekali hal-hal yang malah membuat arah ceritanya tidak fokus. Terkadang ada beberapa adegan yang tidak bersinambung dengan adegan-adegan sebelumnya yang telah dibangun. Selain itu, penggunaan beberapa elemen juga dinilai terasa terlalu berlebihan dan tidak pas. Penggambaran kekerasan seksual yang eksplisit juga terkesan terlalu vulgar dan eksploitatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun