Mohon tunggu...
ZAKARIA
ZAKARIA Mohon Tunggu... Laa Tahzan,,

✨ “Rakyat Kuat, Pertahanan Hebat”

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Aku Pernah Mengenal Ning

13 Oktober 2025   03:02 Diperbarui: 13 Oktober 2025   03:02 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar hanya Ilustrasi (Sumber: Penulis)

"Refleksi ringan tentang peran generasi muda, khususnya figur Cak dan Ning Surabaya, dalam menjaga pesona budaya dan karakter kota."

Surabaya tidak hanya dikenal sebagai Kota Pahlawan; ia adalah kota yang hidup oleh semangat, tawa, dan keramahan warganya.
Di antara hiruk pikuk lalu lintas dan gedung-gedung tinggi yang terus menjulang, selalu ada denyut budaya yang menenangkan
salah satunya tampak melalui figur Cak dan Ning Surabaya, wajah muda yang mewakili pesona dan karakter kota ini.

Cak dan Ning bukan sekadar pemenang kontes atau simbol seremonial.  Mereka adalah duta kebudayaan, penjaga etika dan keanggunan lokal di tengah derasnya arus modernitas. Melalui tutur yang santun, sikap yang ramah, serta pengetahuan tentang sejarah dan potensi kota, mereka memperkenalkan Surabaya bukan hanya lewat destinasi wisata, tetapi lewat kepribadian yang merefleksikan jati diri Arek Suroboyo, tegas, terbuka, dan berjiwa besar.

Aku pernah mengenal seorang Ning
Bukan hanya cantik dalam balutan kebaya dan senyum di atas panggung, tapi juga cerdas menuturkan makna di balik setiap tarian, setiap sapaan, dan setiap bendera kecil yang dikibarkan di acara-acara budaya. Ia pernah berkata bahwa menjadi Ning bukan tentang busana atau mahkota, melainkan tentang bagaimana menyampaikan cinta kepada kotanya dengan cara yang sederhana namun berkesan.  Dari ucapannya aku paham, Surabaya tak hanya membutuhkan promosi, tapi juga penghayatan.

Peran Cak dan Ning kini semakin penting di era digital.
Di tengah derasnya informasi dan citra instan di media sosial, mereka menjadi penyeimbang antara budaya dan modernitas, antara kecerdasan dan kesantunan.  Mereka membuktikan bahwa menjadi muda tidak berarti kehilangan akar tradisi, dan mencintai budaya bukan berarti menolak kemajuan.

Sebagai duta pariwisata, figur-figur muda ini memperkuat daya tarik Surabaya, membawa kehangatan lokal ke ruang global. Mereka hadir di forum nasional, kampus, hingga media sosial dengan bahasa yang segar namun berisi, menunjukkan bahwa kebanggaan terhadap daerah sendiri adalah sumber energi yang tak pernah habis.

"Budaya itu bukan masa lalu yang harus diingat,
tapi nafas yang harus dijaga agar tetap hidup."

Dari seorang Ning yang pernah kukenal, aku belajar bahwa pesona sejati bukan pada kecantikan yang dilihat mata, melainkan pada ketulusan yang dirasakan ketika seseorang mencintai kotanya tanpa pamrih.

Surabaya akan terus tumbuh, modern dan megah, tetapi ia akan selalu butuh sosok-sosok muda yang menjaga jiwanya.
Dan mungkin, di setiap senyum seorang Ning, tercermin semangat abadi: bahwa cinta pada budaya adalah bentuk bela negara yang paling lembut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun