Mohon tunggu...
Zairiyah kaoy
Zairiyah kaoy Mohon Tunggu... Penulis - Hipnoterapis, penulis buku seberapa kenal kamu dengan dirimu, bahagia dengan pemetaan pikiran.

Manusia sulit berpikir positif mengenai orang lain ketika ia berada pada muatan emosi negatif yang sangat kuat.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Perilaku Sosial Menentukan Kesembuhan Covid-19

9 April 2021   08:40 Diperbarui: 9 April 2021   11:58 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: Covid Fighters/ flickr

Sudah 1 tahun lebih dunia dirundung duka dengan adanya covid-19. Wabah yang melanda seluruh negara ini sangat meresahkan masyarakat dunia. Terutama mereka yang memiliki penyakit bawaan.

Pada dasarnya virus ini sama dengan virus lainnya hanya saja virus ini bercokol di saluran pernafasan dan paru-paru. Mirip dengan pneumonia dan penularannya melalui liur dari orang yang sudah terinfeksi. Seperti dproplet dan tangan atau pakaian yang terpercik liur penderita.

Dua orang sahabat saya bercerita kepada saya bahwa mereka terkena virus ini yang satu gejala 80% dan yang satu positif. Tentulah mereka merasa risau dan bergejolak dihati kenapa mereka terkena padahal yang 80% hanya kehilangan penciuman, tidak mengalami gejala lainnya, sebelumnya dia memang terkena flu dan mengalami kelelahan psikis karena problem rumah tangga. Sahabat satu lagi mungkin karena aktifitas yang padat sehingga mengalami kelelahan fisik.

Pertanyaan mereka tentu sama, mengapa bisa kena?, bagaimana penyembuhannya?, dan kapan sembuhnya?. Sementara sahabat saya yang satu lagi merasa dapat hukuman secara sosial. Dikucilkan, anaknya dijauhi para tetangga, orang jadi takut membeli sembako dirumahnya, dan menghakimi secara tidak langsung seakan-akan berpotensi sebagai pembawa virus kepada daerah tersebut.

Pada hari ke 7, sahabat saya yang masih gejala tersebut dinyatakan positif covid. Disini terjadi hal yang menyakitkan bagi penderita covid, yang seharusnya dapat semangat dan dukungan untuk kembali sehat, tapi warga memperlakukannya seperti seorang penjahat yang akan membunuh banyak orang. Benar-benar tidak prikemanusiaan.

Sedangkan sahabat saya yang satu lagi yang positif covid akhirnya sembuh dari covid. Apa yang terjadi?, yah sahabat saya yang satu ini dilingkupi orang sekeliling yang mendukung kesehatannya, dikirimi makanan, diberi perhatian, sama sekali tidak diperlakukan seperti penjahat oleh orang sekitarnya. Orang sekitar memberinya semangat seperti akan menjalani perlombaan yang akan dimenangkan.

Terdapat dua perbedaan dari cara menyikapi pasien gejala dan penderita covid, terjadi keadaan yang terbalik. Sakit apapun manusia bila ia dihujat dan dicerca maka daya tahan tubuhnya akan semakin menurun karena perasaan sedih dan khawatirnya menjadi tinggi. Perasaan insecure membuat daya tahan tubuh manusia menurun.

Bagaiman mengantisipasi bila sudah terkena covid? Atau untuk menjaga agar tidak terkena covid?. Tentu kita semua sudah tahu secara protokol kesehatan, mencuci tangan sesering mungkin, menggunakan masker, jaga jarak, makan makanan yang bergizi, vaksinasi. Namun ada yang terlewatkan untuk penjagaan imunitas dari dalam diri sendiri.

Jauhi Insecure

Perasaan insecure ini menimbulkan rasa takut, sedih dan marah. Rasa ini diakibatkan dari akses mata dan telinga. Mendengar dan melihat sesuatu hal yang memicu rasa marah, sedih dan khawatir kedalam diri kita. Terkesan membiarkan lingkungan sekitar meracuni kesehatan kita melalui pikiran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun