Mohon tunggu...
Zainul Abidin
Zainul Abidin Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Plt Gubernur Jabar, Penyoalan Kekuasaan

22 Juni 2018   10:46 Diperbarui: 22 Juni 2018   11:03 941
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber: beritaliputan.com)

Penunjukan Pelaksana Tugas (PLT) Gubernur Jawa Barat kepada pejabat Srtuktural Mabes Polri yaitu Komisaris Jenderal Polisi M Iriawan sepertinya membrangus demokrasi.  Tentu yang menjadi alasan utamanya ialah demokrasi merupakan antitesis dari kepemimpinan militer.

Sejarah demokrasi telah dikemukakan oleh Hutington (1989), bahwa proses demokratisasi terjadi secara bergelombang dan terintegral dengan penguatan perlembagaan demokrasi, dan runtuhnya berbagai rezim militer yang otoriter.

Persoalan PLT Gubernur Jabar, bukan karena berbagai tesis menyebutkan militer atau polisi tidak bisa berdemokrasi. Namun yang terpenting juga adalah menelaah legitimasi kekuasaan yang diberikan kepada PLT yang digembor-gemborkan saat ini adalah status PLT tersebut dilegitimasi oleh Pasal 201 UU Nomor 10 tahun 2016.

Tentu ini terlihat tidak ada masalah, namun jika merujuk pada pergeseran kekuasaan, legitimasi kekuasaan didapatkan dari undang-undang semata, maka sepertinya kita digiring pada kondisi dan situasi purba. Dimana kekerasan menjadi indikator penting seseorang yang dianggap berkuasa.

Menurut Alfin Toffler dalam teori Powershift bahwa pergeseran kekuasaan tidak semata-mata tranfer kekuasaan, tetapi juga mentrasformasikan. Transformasi kekuasaan tersebut, tidak akan pernah lepas dari tiga sumber kekuasaan. Pertama, kekerasan. Kedua, kekayaan. Terakhir, pengetahuan. Ketiganya membentuk trilogi kekuasaan, dan masing-masing memiliki relasi sejarah panjang.

Jika ditarik sejarah transformasi kekuasaan tersebut, kasus PLT Gubernur Jawa Barat tertumpu pada pergeseran kekuasaan pada sumber kekerasan. Transformasi kekuasaan yang berdasarkan sumber kekerasan yang berkulminasi pada legitimasi undang-undang, sehingga harus dipersoalkan secara kritis. Karena ini menyangkut kepentingan umum dan kelangsungan kehidupan sosial dan politik regional dan nasional.

Penyoalaan Kekuasaan

Jika kekuasaan yang bertumpu pada kekerasan, maka kita mentransformasikan peradaban politik saat ini yaitu demokrasi pada situasi masa purba. Toffler mencitrakan bahwa kekuasaan pada sumber kekerasan dapat ditelusuri sejak zaman purba, dimana situasi pada zaman purba manusia berburu merupakan aktualisasi dari kekuasaannya. Tentu simbol-simbol kekuasaan berada pada alat buruannya, seperti batu, tombak, dan lain-lain.

Dan jika di peradaban di Jawa kuno sendiri, diceritakan di berbagai legenda selalu kekuasaan disimbolkan pada benda-benda yang memiliki kesaktian. Benda-benda tersebut, seperti keris, dan benda-benda sejenis yang dapat melumpuhkan dan mematikan lawan.

Sumber kekuasaan yang berdasarkan pada kekerasan, sekarang bertransformasi kepada hukum. Hukum menjadi sumber kekuasaan yang melegitimasi berbagai kekerasan di dunia politik. Selain itu, transformasi sumber kekuasaan dari kekerasan adalah pada institusi yang memiliki kuasa legal pada moncong senjata. Sedangkan moncong senjata sendiri sebagai alat yang sebanding dengan alat buruan di zaman purpa, atau keris di peradaban Jawa Kuno.

Jadi kasus PLT Gubernur Jawa Barat saat ini terjadi kekuasaan berdasarkan kekerasan kompleks. Hukum atau undang-undang bersekongkol dengan individu yang memiliki kuasa atas moncong senjata. Tentu dalam hal ini yang memiliki moncong senjata adalah kepolisian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun