Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan putusan yang mengguncang panggung politik lokal: hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Serang 2024 dibatalkan.
Keputusan ini bukan sekadar koreksi prosedural, melainkan tamparan keras bagi integritas demokrasi. MK memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menggelar pemungutan suara ulang (PSU), sebuah langkah ekstrem yang menandakan adanya pelanggaran serius.
Putusan ini didasarkan pada temuan MK mengenai pelanggaran fundamental yang merusak kemurnian suara pemilih. Keterlibatan struktur aparat pemerintahan desa, yang diduga kuat terkait dengan tindakan Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal RI, Yandri Susanto, dalam kapasitasnya sebagai pejabat negara, menjadi sorotan utama. Pelanggaran ini memicu keberpihakan kepala desa secara masif di berbagai kecamatan di Kabupaten Serang, menguntungkan Ratu Rachmatu Zakiyah, istri Yandri Susanto, yang sebelumnya ditetapkan sebagai pemenang Pilkada Serang 2024.
MK tidak hanya membatalkan Keputusan KPU (PKPU) Nomor 2028 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pilkada Serang 2024, tetapi juga memberikan tenggat waktu 60 hari bagi KPU Kabupaten Serang untuk menggelar PSU. Keputusan ini menunjukkan betapa seriusnya MK dalam menegakkan keadilan pemilu.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Keadilan menilai bahwa putusan MK adalah bukti nyata kegagalan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Serang dalam mengawasi Pilkada 2024.
Mereka mendesak Bawaslu Republik Indonesia untuk mencopot seluruh anggota Bawaslu Kabupaten Serang dan menugaskan Bawaslu Banten untuk mengambil alih pengawasan PSU.
"Bawaslu Kabupaten Serang telah gagal total dalam menjalankan tugas pengawasan, padahal pelanggaran berupa keterlibatan aparat desa sudah jelas tertera dalam pertimbangan MK," tegas Ketua Pengurus LBH Keadilan, Abdul Hamim Jauzie, dalam siaran pers yang diterima pada Senin malam, 24 Februari 2025.
LBH Keadilan juga mendesak Presiden Prabowo untuk memberikan teguran keras kepada Menteri Desa, Yandri Susanto, yang diduga kuat telah melakukan intervensi untuk memenangkan istrinya.
Tindakan "cawe-cawe" ini mencoreng citra pejabat negara dan merusak kepercayaan publik terhadap proses demokrasi.