Mohon tunggu...
Zahrotul Mutoharoh
Zahrotul Mutoharoh Mohon Tunggu... Guru - Semua orang adalah guruku

Guru pertamaku adalah ibu dan bapakku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pemijat Sepuh Itu

23 Oktober 2021   09:32 Diperbarui: 23 Oktober 2021   09:40 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sebut namanya Mbah Yahyem. Wanita sepuh yang sampai saat ini masih dibutuhkan oleh kami karena keahliannya. Pijat tradisional.

Langkah kakinya yang sudah semakin menua tak menyurutkan semangatnya untuk membantu orang yang tubuhnya merasa lelah. Soal harga, tak ada pathokan khusus. Seikhlas yang memberi saja.

Sore itu ku lihat Mbah Yahyem berjalan menuju ke arah utara. Mungkin ada yang membutuhkan pertolongannya. Ya, Mak Yahyem lebih senang memijat di rumah "pasien"nya daripada memijat di kediamannya.

"Biar Mbah Yahyem sehat dan kuat.. Sisan silaturahim neng ngomahe tetangga.. Sekalian silaturahim di rumah tetangga..".

Itulah jawaban Mbah Yahyem ketika dulu ku tanya. Sebenarnya kadang ada yang mau menjemputnya dengan motor, tetapi tetap saja Mbah Yahyem tidak mau.

Oh iya, jangan membayangkan Mbah Yahyem berjalan dengan menggunakan sendal. Tidak sama sekali. Dia berjalan tanpa alas kaki.

Ada benernya sih, dengan berjalan nyeker maka syaraf kaki akan menginjak bebatuan. Sakit pastinya, tetapi pasti membuat tubuh menjadi lebih fit.

***

Keesokan harinya tak ku lihat Mbah Yahyem. Padahal sebagai tetangga terdekat, aku sering melihatnya menyapu halaman rumahnya. Ia memang tinggal sendirian di sini. 

Oh iya, anak-anak Mbah Yahyem yang berjumlah empat orang, tinggal di luar kota. Semua menjadi orang yang berhasil.

"Pak, kok Mbah Yahyem tidak kelihatan ya..", kataku kepada suamiku.

"Ayo kita ke rumahnya, pak.. Jangan-jangan Mbah Yahyem sakit..", lanjutku tanpa menunggu komentar suamiku.

Tak menunggu lama, aku dan suamiku berjalan menuju rumah Mbah Yahyem. 

Sesampainya di rumah Mbah Yahyem, ku ketuk pintu.

"Mbah.. Assalamu'alaikum..".

Ku ketuk berulang. Dan ku ucapkan salam berulang juga.

***

Ku lihat anak-anak Mbah Yahyem telah berada di rumah simboknya. Mata mereka sembab. Kami, para tetangga juga berkumpul di rumah itu.

Ya, tadi pagi aku dan suamiku membuka paksa pintu rumah Mbah Yahyem karena tak ada tanggapan dari dalam rumah Mbah Yahyem. Dan di dalam kamarnya, kami temukan Mbah Yahyem masih dalam keadaan bersujud. 

Ku dekati dan ku pegang tubuh Mbah Yahyem. Sudah dingin tubuhnya. Dan hari ini juga Mbah Yahyem akan dikebumikan. Dengan disaksikan oleh anak-anaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun