Mohon tunggu...
Zahra Safitri
Zahra Safitri Mohon Tunggu... Lainnya - seorang anak perempuan

sukses

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mengubah Nasib

24 Februari 2021   11:54 Diperbarui: 24 Februari 2021   12:03 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Sebuah keluarga kecil, dengan 4 orang anggota keluarga yang hidupnya sangat sederhana. Mereka memiliki dua putri yang selalu menemani mereka, bernama Rere dan Riri. Rere adalah kakak dari Riri yang umurnya lebih tua 3 tahun darinya. Mereka menjalani kehidupan sehari-hari dengan membantu kedua orangtuanya, karena perekonomian yang kurang mencukupi. Keadaan yang mengharuskan mereka untuk bekerja keras, hingga mereka bertekad untuk mengubah nasibnya menjadi yang lebih baik.

Tentang anak sulung perempuan yang mengharuskan menjadi seseorang yang pekerja keras, karena dibebani oleh setumpuk harapan. Wanita ini lahir tanggal 17 februari 1977, tepat seminggu kisah ini ditulis usia wanita ini bertambah. Wanita yang lahir di Bandung ini dibesarkan dengan sangat sederhana. Namanya Rere Indah Sari biasa dipanggil Rere, wanita yang sangat dewasa dan sangat pekerja keras.

Berawal dari Rere yang harus berangkat ke sekolah lebih awal setiap harinya, sebab jarak sekolah dari rumahnya yang terpaut sangat jauh. Saat itu Rere masih duduk dibangku sekolah dasar. Rere berbeda dari teman-teman yang lainnya, ketika mereka diantarkan oleh kedua orangtuanya sedangkan Rere berangkat ke sekolah sendiri dengan berjalan kaki. Meskipun begitu Rere selalu bersemangat untuk bersekolah, karena tekad Rere yang ingin merubah kehidupan kedua orangtua dan adiknya.

Pada suatu saat, Rere harus berangkat sekolah sambil membawa dagangan ibunya ke sekolah. "Assalamu'alaikum mah, Rere berangkat ya mah" Ucap Rere kepada ibunya. "Wa'alaikumsallam hati-hati ya nak, jangan lupa dagangannya titip ke ibu kantin ya nak" Jawab ibunya. Usai berpamitan dengan ibunya, Rere dengan semangat bergegas untuk pergi ke sekolah. Rere tidak pernah terlambat untuk datang ke sekolah, karena ia selalu berangkat lebih awal.

Sesampainya di sekolah Rere langsung pergi ke kantin untuk menitipkan dagangan ibunya, setelah itu ia langsung bergegas ke kelasnya. Rere selalu dikucilkan dan diejek oleh teman sekelasnya, sebab perekonomian keluarga Rere yang kurang mampu. Rere selalu mengabaikannya karena, ia tahu ia tidak bisa berbuat apa-apa selain berdiam diri. Walaupun selalu diejek dan dikucilkan oleh teman sekelasnya, semangat Rere tidak pernah pudar untuk menggapai ilmu. Rere tahu dan mengerti bahwa orang yang berilmu pasti bisa sukses dan dapat membalik keadaannya saat ini.

Usia Rere saat itu masih sangat muda karena ia masih duduk dibangku sekolah dasar. Tetapi Rere merupakan anak yang sangat dewasa dibandingkan teman-teman sebayanya. Ketika sepulang sekolah Rere tidak langsung bermain dengan teman-temannya, melainkan ia langsung membantu ibunya berjualan dan menjaga adiknya. Rere biasanya selalu berkeliling untuk menjual gorengan "gorengannya bu....., dibeli bu gorengannya". Sepulang dari berjualan, Rere membiasakan diri untuk mandi sore membersihkan dirinya setelah seharian beraktivitas.

Malam harinya, Rere biasanya selalu belajar dan mengerjakan tugas sekolahnya. Sedangkan ibunya terkadang masih sibuk dengan dagangannya. Tepat jam 9 biasanya mereka sudah pergi untuk tidur, karena harus bangun lebih awal. Kumandang adzan subuh terdengar tepat pukul 5.30, mereka sudah bersiap untuk melaksanakan solat subuh. Setelah solat subuh Rere pergi untuk mandi pagi, sedangkan ibunya menyiapkan dagangan untuk Rere bawa ke sekolahnya.

Seperti biasanya Rere tak pernah terlambar untuk bersekolah, dan seperti biasa juga Rere selalu mendengar ejekan dari teman-temannya. Salah satu temannya mendekati dan berkata "Hey Rere kamu punya ga tempat pensil yang seperti ini ? Tempat pensil yang bertingkat gini kamu punya ga ?", "Hey gausah ditanyalah Rere pasti gapunya dia kan gapunya uang buat membeli itu hahahaha...." Sahut teman yang lainnya. Rere hanya bisa berdiam sambal menunduk, meratapi kesedihannya dengan tegar. Pelajaran pun dimulai, Rere yang selalu menjawab pertanyaan gurunya dengan benar membuat teman-temannya iri. Siapa sangka anak yang mereka ejek, ternyata lebih pintar.

Rere selalu mendapat pujian dari gurunya, karena selalu menjawab pertanyaan dengan benar. Waktu berlalu dengan cepat, Rere lulus dari sekolah dasar. Akan tetapi perekonomiannya tak kunjung membaik, karena ayah Rere jarang berada dirumah dan jarang memberi nafkah untuk mereka. Rere harus bersiap untuk melanjutkan sekolahnya ke sekolah menengah pertama. Sebenarnya dengan nilai akhir Rere yang cukup besar, ia dapat bersekolah dimana saja. Tetapi karena perekonomian keluarganya yang masih kurang, ia harus bersekolah yang biayanya tidak terlalu mahal.

Kehidupan Rere di sekolah menengah pertama tak jauh berbeda dari kehidupannya semasa dibangku sekolah dasar. Perbedaannya hanya teman-teman Rere, mereka cukup dewasa tak seperti teman-temannya dulu. Tetapi ejekan yang selalu Rere dengarkan tak pernah berhenti, karena alasan yang sama seperti saat di sekolah dasar. Ejekan dan kata-kata mereka sangat tidak mengenakan hati untuk Rere, karena mereka mengejek keluarganya. Ketika Rere mendengar ejekan itu, Rere hanya menelan ludah tanpa mengucapkan satu kata pun untuk melawan. Rere tak pernah bercerita kepada ibunya, karena Rere tak ingin ibunya merasa sedih.

Suatu hari ketika Rere merasa sangat sedih, ia mendengar kabar buruk. Ternyata ayahnya yang ia tak pernah tahu kemana selama ini pergi, datang kerumah. Ini kabar buruk bagi Rere, karena ketika ayah dan ibunya mereka selalu bertengkar. Dalam pertengkaran tersebut ibunya sangat marah dan kesal, ibunya berkata "Kita cerai saja! Saya sudah tidak kuat dengan tingkahmu yang seperti ini!". Mendengar perkataan ibunya itu, ia hanya bisa menangis diam-diam didalam kamarnya sambil menenangkan adiknya. Hari itu adalah hari terburuk yang Rere rasakan, karena ia harus mendengar dan mengalami kesedihan yang begitu mendalam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun