Teori Adaptasi Menurut John William Bennett

Teori adaptasi menurut John William Bennett menerangkan bahwa asumsi dasar adaptasi berkembang dan berasal dari pemahaman evolusioner yang melihat manusia selalu berusaha menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungannya baik secara biologis, sosial, dan budaya. 

Hegemoni adaptasi wajib mengakui bahwa di masyarakat negara yang paling fleksibel sekalipun prosedur perubahan terikat dan dibingkai oleh konteks budaya yang mungkin menjadi titik masuk untuk hegemoni serta menghadirkan peluang untuk perubahan. 

Adaptasi pada rakyat yang tidak sesuai secara budaya merupakan pengalaman asli dari budaya menjadi tidak sinkron sehingga menjadi persepsi dan perilaku yang tidak sesuai. Pandangan internasional yang diperluas memasukkan konstruksi relevan menggunakan pandangan global budaya lainnya. Adaptasi tidak menggantikan satu perangkat kebudayaan, namun sebagai sarana yang melibatkan perluasan repertoar keyakinan dan sikap warga pendatang. 

Jadi dengan demikian, pendatang tidak perlu kehilangan ciri-ciri budaya utamanya untuk menjalankan kehidupan serta berkomunikasi secara efektif pada konteks budaya yang tidak sama. J.W Bennet membedakan antara adaptive behavior (perilaku adaptif) menggunakan adaptive starategies (strategis adaptif) dan adaptive processes (proses-proses adaptif).

Adaptive behavior mengarah pada cara-cara aktual rakyat dalam menemukan atau merencanakan usaha untuk memperoleh asal daya untuk mencapai tujuan serta memecahkan dilema. Adaptive behavior artinya suatu pilihan tindakan menggunakan dan mempertimbangkan pergerakan yang harus dikembangkan serta hasil yang akan dicapai. Adaptive strategies ialah pola umum yang terbentuk melalui banyak prioritas penyesuaian pemikiran rakyat secara terpisah.

Adaptasi menjadi hal penting dalam menjalankan komunikasi antar budaya bagi warga pendatang internasional. Banyak penjelasan mengenai teori adaptasi yang dikemukakan oleh J.W Bennet yang dipergunakan dalam melihat berbagai tantangan sosial budaya yang dihadapi anak-anak Indonesia dan strategi adaptasi sosial budaya yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. 

Daya tahan hayati populasi tidak bekerja secara pasif dalam menghadapi kondisi lingkungan tertentu, melainkan menyampaikan ruang bagi individu serta populasi untuk bekerja secara aktif memodifikasi perilaku mereka dalam rangka memperlihatkan syarat tertentu, menanggulangi risiko eksklusif di suatu syarat yang baru, atau mengimprovisasi kondisi yang ada. Beberapa adaptasi juga merupakan kesempatan dan dampak dari interaksi sosial serta praktik kultural secara tak sadar.

Adaptasi itu sendiri secara tidak langsung bisa dari interaksi diri sendiri ke orang lain, teman, serta keluarga, yang berdasar untuk mengenal dan mencari dialog yang sesuai dengan siapa lawan bicara yang dihadapi

Adaptasi dapat ditinjau sebagai perjuangan untuk memelihara kondisi kehidupan dalam menghadapi perubahan. Berdasarkan definisi tersebut maka adaptasi berkaitan erat dengan pengukuran, yang berarti sejauh mana taraf keberhasilan suatu organisme hayati dapat bertahan. 

Teori strategi adaptasi yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari dapat diumpakan seperti seorang mahasiswa yang sudah saatnya pergi ke kampus karena ada jadwal kuliah di hari tersebut tetapi lokasi tinggalnya sedang hujan. 

Mahasiswa tersebut wajib beradaptasi berawal dari memiliki kewajiban memakai jas hujan/payung untuk melindungi dirinya dari air hujan yang turun agar diri tidak basah saat berangkat ke kampus. Teori adaptasi juga dapat diartikan menjadi suatu sikap yang secara sadar serta aktif dapat menentukan serta memutuskan apa yang ingin dilaksanakan sebagai usaha penyesuaian. 

Proses sikap semacam ini mungkin terkendali oleh berbagai sifat sistem sosial, namun tidak berlaku secara absolut. J.W. Bennet menyampaikan perbedaan antara adaptasi alamiah menggunakan adaptasi aktif yang dilaksanakan oleh insan sebagai makhluk yang beradab. Adaptasi sebagai hal krusial dalam menjalankan komunikasi antar budaya bagi rakyat dalam kehidupan. Individu pasti menghadapi lingkungan-lingkungan yang tidak sesuai dengan yang pernah dialami sebelumnya. 

Sering juga seorang mengalami proses culture shock (ketidaksiapan budaya) dalam menghadapi lingkungan yang berbeda dengan lingkungan yang sebelumnya. Hal tersebut bisa disebut adaptasi dengan catatan lingkungan baru berbeda dengan lingkungan yang lama. 

Individu cenderung akan mengalami proses kehidupan dan mengalami fase untuk mencari masa depan yang diinginkan daripada sebelumnya. Orang yang rela keluar dari zona nyaman sering memikirkan masa depan yang sama menggunakan seni manajemen. Adaptasi itu sendiri memikirkan masa depan atau bisa juga dianggap memikirkan apa pun yang belum terjadi. John William Bennett juga menerangkan arti dasar adaptasi adalah prosedur penyesuaian yang dimanfaatkan manusia sepanjang kehidupannya.

Proses adaptasi adalah tanggapan individu untuk melangsungkan kehidupannya di masa kini dan masa depan. Kelanjutan yang berasal kehidupannya di masa lalu kemudian menjadi bagian interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya. 

Pada adaptasi ini individu memakai kebudayaan menjadi pedoman. John William Bennett sendiri menjelaskan proses adaptasi artinya prosedur pengulangan yang dimanfaatkan insan sepanjang kehidupannya, tunduk di interpretasi berdasarkan nilai sosial. Lingkungan yang paling dekat serta konkret pada individu ialah alam fisio-organik. 

Contoh teori adaptasi asal John William Bennet ialah pada tahun 2020 dunia dihadapi dengan kasus virus Covid-19 serta semua menjadi berubah drastis dari yang tadinya beraktivitas tanpa masker kini wajib menggunakan masker serta menjaga kesehatan. 

Pola yang berubah ketika terjadi Covid-19 terutama di Indonesia. Saat awal kasus semua hanya berdiam di rumah dan tidak boleh keluar jika tidak krusial, harus menjaga kebersihan diri dan sekitarnya, tidak boleh mengobrol di luar sebab mampu menularkan virus Covid-19. Banyak orang yang sudah menjadi korban Covid-19, ada yang tewas dunia, terdapat yang dirawat lebih dari 2 minggu dan terdapat pula yang hanya wajib isolasi mandiri di ruang sendiri karena tidak boleh berinteraksi dengan siapa pun.

Seluruh pelajar, mahasiswa/mahasiswi melakukan aktivitas pembelajaran dilakukan lewat rumah atau daring. Pekerja pun bekerja dengan metode melakukan pekerjaannya dari tempat tinggal atau wfh (work from home). Keseluruhan hal tersebut dilakukan selama dua tahun karena kasus Covid-19, tetapi saat perkara itu menurun telah diperbolehkan melakukan aktivitas yang sama seperti dahulu atau biasa diklaim proses transisi masa pandemi. Namun kewajiban permanen tambahan harus melakukan vaksin, swab tes, dan rapid tes untuk melakukan perjalanan keluar kota. 

Hal itu semua wajib dilakukan saat adaptasi, yang pada awalnya hidup normal tidak terlalu memikirkan kebersihan menjadi memikirkan keluar harus menggunakan masker untuk menghindari terkena Covid-19. 

Kebiasaan lain lagi adalah tidak boleh terlalu berinteraksi langsung dengan orang lain, tidak bersalaman ketika bertemu sahabat karena hal itu menjadi salah satu penyebab penularan. Ketika kasus Covid-19 sudah selesai, penduduk wajib melalui adaptasi kembali untuk memulai kegiatan sesudah terjadinya Covid-19. Adaptasi yang sudah dijelaskan merupakan cara untuk mencegah seseorang terkena Covid-19.