Dredek
[Kang J]
Dredek, gerogi, nervous. Kira-kira itu perasaan hatiku. Beberapa hari lagi memasuki Bulan Ramadhan. Kotor, jiwa dan hatiku tidak bersih. Penuh dosa, maksiat, alfa, lupa, atau semacamnya. Dengan sampah sekalipun, masih jauh lebih kotor. Paling kelasnya mutawasithah (najis sedang), hati dan jiwaku mughallazah (najis sangat besar). Perlu ekstra pencucian, berulang-ulang, jika perlu ditambahkan zat khusus.
Masya Allah, la haula wala kuwwata illa billahil aliyyil 'adziim. Tiada daya dan upaya, melainkan atas izin-Nya. Aku tidak mampu berbuat apa-apa. Masih terseret dusta dan nista. Kekuatan jiwa dan ragaku, tiada apa-apanya.
Syetan, ternyata dia sangat kuat. Ada rasa maklum ketika teringat kisah Ayahanda Adam as dan Ibunda Hawa as. Beliau berdua yang sangat mulia saja masih tergoda tipu muslihat Syetan. Apalagi aku, kelas apa aku? Kekuatan jurus apa punyaku? Aku bukan siapa-siapa. Pun tidak punya apa-apa.
Tersungkur dalam sujud. Teringat dosa yang telah kulakukan. Brebes mili, minimalis, sangat sedikit, ibadah yang sudah kulaksanakan. Khusyuk? Ugh, jauh. Tumakninah? Subhanallah, cepat, express. Istikamah? Hiks, kadang ingat, sering lupa. Ikhlas? Kok, ya masih ingat ibadah yang kulakukan.
Seharusnya tidak ingat, amal baik yang sudah dilakukan. Seakan-akan belum pernah melaksanakan. Sehingga ada rasa haus dan lapar. Semangat menggebu-gebu untuk segera menjalankan, selalu mendirikan, ibadah yang belum dilakukan.
Ah, apalah aku ini? Sok berteori tentang agama. Bukan agamawan, rohaniawan, apalagi bangsawan. Sopo Koe Nal-Nal?! Tidak tahu apa-apa. Bocah kemarin sore, sombong, besar kepala, tidak ada apa-apanya. Zonk! Kosong! Melompong!
Emboh! Aku ora weruh. Malam ini, malam Jum'at Legi terakhir. Sayyidul ayyaam, Gusti atau rajanya hari. Di Bulan Sya'ban. Tidak akan kutemui lagi Jumat Lagi di Bulan Sya'ban tahun ini.
Ada rasa greng, mendengar tetangga hataman Al-Qur'an. Iri hati, memperhatikan orang-orang tua bersedekah. Dengan caranya masing-masing. Anak-anak kecil diundang, selamatan, among-among jajan pasar. Setelah anak-anak pulang, air berisi kembang setaman disiramkan di depan rumah. Harum, semerbak bebauan khas masuk ke dalam rumah.
Syirik! Dimana unsur syiriknya? Aku tidak mengerti pendapat syirik tentang hal itu. Sedekah kok syirik? Menyiram halaman rumah dengan bunga yang harum baunya, kok dikatakan menyekutukan Tuhan yang Mulia. Justru jika disiram dengan air comberan, baru harus dilarang. Bau menyengatnya tidak baik untuk kesehatan. Warna hitam, pekat, kotornya merusak pemandangan.
Beberapa orang berduyun-duyun ke makam orang tua dan sanak famili. Berdoa lebih tepatnya mendoakan para arwah leluhur. Menyiramkan bunga di atas pusara. Syirik juga! Akupun tidak mengerti alasan syar'i nya. Mendoakan orang tua dan sanak famili kok syirik. Menyiramkan bunga di atas pusara kok juga syirik, khurafat?