Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pencabutan Laporan KDRT Lesti dan Usulan Amandemen UU

15 Oktober 2022   07:38 Diperbarui: 15 Oktober 2022   07:42 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kuasa Hukum Rizky Billar, Philipus Sitepu Memperlihatkan Surat Perdamaian Klieannya Dengan Lesti Kejora, Foto Dok. Kompas.com/Baharuddin Al Farisi

Terus terang, saya dan mungkin juga sebagian besar para pembaca paling tak suka kejahatan KDRT. Kalau mau di klasterkan, ini jenis kejahatan yang menurut saya lebih keji dari merampok atau mencuri. Tak bermaksud kasih toleransi dan membenarkan, merampok atau mencuri bagi saya masih lebih “terhormat” dibanding KDRT.

Lesti Kejora yang awalnya laporkan suami tercinta Rizky Billar lalu mencabut lagi, nampaknya tak paham apa yang saya maksud diatas. Bahwa apa yang dilakukan sang suami sebenarnya tak pantas diberi maaf. Bahkan, ketika banyak netizen pengagum Lesti menyesalkan pencabutan itu, malah disambut kurang simpati oleh Lesti. Kata Lesti, untuk apa netizen ikut-ikut. Pencabutan itu adalah hak pribadi rumah tangga.

Patut disayangkan, Lesti memberi tanggapan negatif demikian. Padahal, mata pencaharian Lesti Kejora dan Rizky Billar ya berasal dari netizen dan para penggemar. Mereka inilah yang selalu setia nonton penampilan Lesti dan Rizky, baik di akun pribadi, televisi dan pentas panggung terbuka. Yang secara langsung maupun tidak, “kasih” cuan kepada mereka berdua.

Andai ditinggal para penggemar, habislah kedua artis pasangan suami istri tersebut secara financial. Misal, netizen ramai-ramai unfollow akun mereka. Otomatis jumlah pengikut turun drastis atau berkurang banyak. Akibatnya, endorse berkurang. Lalu para penonton juga ogah lihat penampilan di televise dan panggung terbuka, hingga berakibat sepi penonton. Tentu perusahaan media dan peminat hiburan enggan mengikat kontrak Lesti dan Rizky.

Tanggapan netizen atas pencabutan gugatan KDRT Lesti menurut saya merupakan hal yang wajar. Bahkan, jika ditelisik lebih dalam sebenarnya merupakan salah satu bentuk kasih sayang netizen kepada Lesti. Bisa dikatakan, mereka ini peduli atas keselamatan Lesti dan prihatin terhadap musibah KDRT yang dilakukan oleh suaminya. Mestinya, Lesti kasih tanggapan positif. Bukan malah bela diri sok menyalahkan netizen sebagai pihak yang ikut campur urusan pribadi rumah tangga.

KDRT adalah kejahatan kompleks. Pengaruh yang ditimbulkan tidak sebatas pada lingkup suami istri. Pada tulisan terdahulu, saya sampaikan KDRT berakibat negatif pada perkembangan mental anak-anak. KDRT yang dilihat oleh anak laki-laki, kelak akan terbiasa menjadikan kekerasan sebagai media menyelesaikan masalah rumah tangga. Sebaliknya, kalau yang lihat anak perempuan, menimbulkan masalah traumatic berkepanjangan. Bisa-bisa, tak mau nikah karena takut diperlakukan kasar oleh suami.

Suami pelaku KDRT menurut saya bukan laki-laki terhormat. Ia hanyalah seorang pengecut. Kalau melihat pada latar belakang terjadinya KDRT kepada Lesti yang karena alasan perselingkuhan, Rizky Billar sebenarnya tak punya solusi mengatasi ketakukan berlebih akibat perbuatannya ketahuan istri. Berhubung pemikiran Rizky kurang cerdas, satu-satunya jalan, ya cari jalan instan. Yaitu main pukul.

Selain itu, palaku KDRT juga tergolong sebagai laki-laki tak jantan. Beraninya adu otot sama perempuan. Istri sendiri lagi. Coba itu tumpahkan kekuatan fisiknya pada penjahat atau preman jalanan. Ini kan tindakan mulia. Selain bantu polisi atasi kejahatan, juga dapat meningkatkan rasa aman masyarakat. Jadinya, yang didapat simpati. Bukan antipati.

Sungguh memalukan ya. Jika pelaku KDRT orang biasa, masih bisa diterima. Tak menimbulkan efek kabar heboh apalagi gempar. Tapi kalau publik figur, sangat keterlaluan. Ketenaran dan publisitas yang dimiliki tak mampu dijadikan sebagai rem meniadakan perilaku brutal pada istri. Sebaliknya, justru malah jadi “penyakit” lahir yang menimbulkan tindakan main kasar.

Melihat dampak negatif yang begitu besar sebagaimana diatas, sudah saatnya pemerintah, dalam hal ini anggota DPR RI bersama pemerintah, melakukan kajian hukum soal upaya amandemen terhadap UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Khususnya pada Pasal 51 yang mengatur masalah KDRT.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun