Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilpres 2024, Prabowo Lawan Anies

8 Oktober 2022   08:18 Diperbarui: 8 Oktober 2022   08:27 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Prabowo Subianto  VS Anies Baswedan, Foto Dok. DetikNews-Detik.com

Kita tahu, Nasdem telah keluarkan keputusan untuk capreskan Anies Baswedan. Sementara sebelumnya, Gerindra sudah lebih dulu mengusung Prabowo Subianto ikut kontestasi para pilpres 2024 juga sebagai capres. Ini menggugah saya untuk otak atik kekuatan jika keduanya betul-betul jadi bertarung. Siapakah yang lebih berpeluang untuk menang..?

Namun sebagai pedoman, perlu dipahami bahwa apa yang saya sampaikan ini hitung-hitungan sementara ya. Sebatas merespon munculnya dua kandidat dari Gerindra dan Nasdem. Karena figur dari parpol lain masih belum diresmikan secara pasti. Meskipun nama-nama para kandidatnya sudah bisa ditebak. Selain itu, perkembangan koalisi juga belum final.

Periode tahun 2017 hingga 2019, Prabowo dan Anies ada dalam satu kelompok. Mereka berdua adalah teman. Tahun 2017, Anies ikut pilkada DKI Jakarta di usung oleh partai “milik” Prabowo bersama PKS. Sementara saat Prabowo nyapres pada 2019, Anies merupakan pendukungnya. Bahkan ketika itu, Anies sempat mengatakan kalau Prabowo ikut tarung di pilpres, maka Anies tak akan  ikut jadi capres.

Dalam konteks tersebut, Prabowo dan Anies memiliki ceruk suara yang sama. Jika keduanya jadi bertarung nanti, maka akan terjadi pecah kongsi. Kebersamaan mereka selama ini akan terputus tak bisa dilanjut. Visi, misi dan tujuan juga pastinya akan bertolak belakang, guna saling mengalahkan dalam pertarungan politik.

Selama ini, meski Prabowo dan Anies sempat kerjasama, namun kesan yang terpatri dari keduanya relatif berbeda. Terlebih setelah Prabowo ikut masuk jadi anggota kabinet Presiden Jokowi. Prabowo digolongkan ada di kelompok politik kebangsaan. Sementara Anies Baswedan di posisi sebelahnya. Yaitu politik identitas. Kesan ini muncul akibat berbagai fakta dan proses yang terjadi pada pilkada 2017.

Meski sempat ikut arus saat pilpres 2019 dengan cara menghimpun suara dari pendukung Anies saat pilkada, namun diyakini itu bukan kondisi Prabowo yang sebenarnya. Menilik sejarah latar belakang keluarga dan platform partai Gerindra, mantan Danjen Kopasus ini tak mungkin ada di golongan yang sama dengan Anies. Fenomena merapatnya kelompok identitas ke Prabowo saat pilpres, semata hanya untuk menjaring vox pop publik.

Jika pada pilpres 2024 hanya ada dua pasang calon yakni Prabowo lawan Anies, maka ada kemungkinan situasi pertarungan mirip pilkada DKI Jakarta tahun 2017 akan terulang kembali. Namun meski demikian, semoga saja tidak terlalu parah hingga merembet ke masalah syariat dan akidah. Agar tak sampai merobek nilai-nilai kesatuan di negara kita.

Tapi kalau benar akan terjadi situasi pertarungan mirip pilkada DKI, kemungkinan besar Prabowo akan menang. Sebab dalam kalkulasi umum dinegara kita yang bernama Nusantara ini, jumlah habibat kelompok kebangsaan lebih besar dibanding golongan politik identitas. Perkiraan saya, sumbangan terbesar suara kemenangan Prabowo berasal dari wilayah Indonesia Timur. Meliputi Sulawesi, Nusa Tenggara, Bali, Maluku dan Papua.

Sekedar dipahami, kelompok politik Identitas di Indonesia sangat lekat dengan islam. Tapi bukan berarti semua umat muslim Indonesia adalah pendukung politik identitas. Yang saya maksud adalah, dibanding penganut lain, yang sering menggunakan agama sebagai alat politik adalah kaum  muslimin. Mungkin karena mayoritas. Andai komposisi pemeluk agama seperti India, mungkin yang sering menggunakan agama sebagai alat politik adalah para pemeluk agama Hindu.

Kembali pada soal kemenangan Prabowo. Alasan utama mengapa Prabowo bisa memperoleh suara lebih banyak dibanding Anies adalah, karena pilkada beda dengan pilpres. Pilkada punya cakupan regional. Sementara pilpres nasional. Perbandingan cakupan demikian tentu saja berpengaruh terhadap tingkat keberagaman kelompok yang eksis didalamnya.

Khusus wilayah DKI Jakarta, tingkat keberagaman secara agama menunjukkan angka yang jomplang. Dikutip dari Databoks yang tayang tanggal  09/09/2021 berdasar info Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, pemeluk agama islam di DKI sejumlah 9.43 juta atau setara dengan 83.81 persen. Jadi wajar kalau Anies menang pilkada DKI. Mengingat para pendukung Anies menggunakan agama sebagai jembatan meraih suara.

Kebetulan, ketika itu lawan Pak Anies yakni Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok beragama non muslim. Klop sudah. Penggunaan politik identitas mendapatkan momentum dan obyek. Perhelatan pilkada dianggap waktu yang tepat memunculkan Anies sebagai gubernur muslim. Karena lawan tandingnya Pak Ahok, adalah seorang pemeluk agama nasrani..

Tapi ingat saudara-saudara. Itu kalau potensi menang dilihat dari unsur kewilayahan khususnya DKI Jakarta yang mayoritas muslim. Tapi dalam pilpres kan hitungan suara bukan hanya DKI. Melainkan seluruh Indonesia. Yang meliputi seluruh provinsi dari sabang sampai merauke. Maka kalau ditinjau berdasar kelompok, pendukung Pak Prabowo terhitung lebih besar dibanding Anies Baswedan.

Secara garis besar, platform kelompok politik di Indonesia terbagi menjadi dua. Yaitu nasionalis dan religius. Nasionalis lebih dekat pada paham kebangsaan. Sementara religius pada faktor agama. Makanya, untuk dapat memikat vox pop publik yang lebih banyak, parpol memberi lebel dirinya sesuai platform yang disusun dalam AD/ART partai.

Ada yang menyebut parpol nasionalis, ada pula yang religius. Tapi ada pula yang mengkombinasikan keduanya. Yang termasuk nasionalis misal Gerindra, PDIP dan Golkar. Yang religius misal PKS. Sementara yang merupakan gabungan keduanya adalah PKB. Parpol yang didirikan oleh Gus Dur ini menggolongkan dirinya sebagai partai nasionalis religius.

Lalu seperti apa timbang-timbangan kekuatan jika Prabowo lawan Anies terjadi pada pilpres 2024..? Akan terjadi pecahan suara yang sangat besar dikalangan umat islam. Sementara pecahan dikalangan non muslim sangat kecil. Pastinya kondisi tersebut sangat menguntungkan bagi Pak Prabowo dan petaka bagi Pak Anies.

Ingat, tidak semua pemeluk muslim sepakat terhadap politik identitas yang di kesankan lekat pada Anies. Perkiraan saya, malah lebih besar yang tak setuju. Maka pecahan suara yang tak setuju tersebut akan memilih Prabowo. Jika dihitung mudahnya saja, anggap fifty-fifty atau paruhan, maka skor Prabowo Anies dikalangan muslim imbang. Alias 1-1.

Sebaliknya, pecahan suara dari kelompok kebangsaan yang mayoritas non muslim, utamanya di kawasan Indonesia Timur sebagaimana saya singgung diatas tadi, jelas tak mau pilih Anies. Meski bukan bukti representative yang dianggap mewakili, mundurnya beberapa kader Nasdem baru-baru ini akibat Surya Paloh mencapreskan Anies, cukup sebagai prediksi awal bahwa Anies akan kalah di daerah basis non muslim seperti Sulawesi, Nusa Tenggara, Bali, Maluku dan Papua.

Maka jika dihitung mudahnya saja seperti kelompok  muslim tadi, akan didapat skor 1-0 untuk Prabowo. Hasil penjumlahan total suara adalah 2-1 bagi kemenangan capres Gerindra. Ini hitungan minimal ya. Mengingat dalam perkiraan saya, pendukung Anies dikalangan kelompok islam mayoritas macam NU dan Muhammdiyah juga tak bisa dikatakan besar. Sebaliknya, pendukung Prabowo dikalangan nasionalis sangat-sangat banyak.

Yang saya sampaikan diatas semata prediksi. Belum tentu terjadi. Karena prediksi politik sering tak linier dengan hitungan matematika. Ini hanya sebagai masukan saja. Bahwa jika Anies ingin menang, secepat mungkin harus bisa melepaskan diri dari jeratan politik identitas. Sementara bagi Prabowo, juga harus bisa merangkul kelompok islam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun