Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ingin Masuk Surga, Bernegaralah yang Baik

15 Juni 2022   11:25 Diperbarui: 15 Juni 2022   11:39 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Sosialisasi Kebangsaan, Photo, Dok. Pribadi

Tahukah anda bahwa persepsi tentang bernegara bisa menjadi jalan kebaikan hidup di dunia dan akhirat..? Tahukah pula anda, bahwa kewajiban mengangkat pemimpin dalam satu komunitas merupakan satu pertimbangan untuk bisa masuk surga..?

Jika kebetulan muslim, anda wajib tahu tentang hal-hal tersebut. Jangan dikira, jalan masuk surga hanya bisa dicapai lewat memperbanyak amalan ibadah wajib dan sunnah. Jangan dikira pula, berpegang teguh pada soal fiqh merupakan satu-satunya upaya agar bisa meninggal khusnul khotimah. Mati dalam keadaan baik. Bertemu Allah tidak dicap sebagai kelompok jahiliyah. Tapi masuk barisan yang dikomandani oleh Kanjeng Nabi Muhammad SAW.

Bernegara sangat penting bagi seorang muslim. Kedudukannya sama dengan kewajiban menjalankan syariat. Abai terhadap hal ini, bisa dihukumi murtad. Yaitu keluar dari agama islam secara sengaja. Ada niat dalam hati, diucapkan dalam bentuk perkataan dan ditindak lanjuti oleh perbuatan. Persepsi tentang bernegara juga demikian. Seorang muslim tidak boleh ingkar terhadap adanya sebuah negara. Umat muslim bahkan wajib masuk didalamnya. Menjadi salah satu bagian dari berbagai macam kelompok. Penetapan terhadap negara, harus disertai baiat. Atau pengakuan secara total.

Karena itu, seorang muslim yang hidup di Indonesia harus memiliki dua sikap sekaligus. Pertama, menuntut hak untuk mendapat layanan, perlindungan dan kebebasan beribadah. Kedua, sekaligus juga wajib mengakui keberadaan pemerintah yang dilahirkan melalui proses konstitusi. Sebagaimana ketentuan fiqh, sikap-sikap tersebut mesti wujudkan dalam bentuk niat dalam hati, terucap secara lisan serta ditunjukkan melalui perbuatan. Dan perlu disadari, itu semua tidak lain justru untuk menjaga kepentingan hak asasi umat islam sendiri. Dimana hak asasi tersebut tidak bisa diwujudkan, kecuali ada campur tangan pemerintah disebuah negara.

Dalam Kitab Sullam Taufiq Karangan Syekh Nawawi Albantani, dijabarkan bahwa terdapat lima Hak Asasi Manusia yang perlu diperhatikan. Kelimanya, yang juga disebut dengan istilah lima prinsip dasar, wajib dijaga oleh umat muslim. Dalam konteks kebhinekaan, hal serupa patut di lakukan pula oleh umat beragama lain. Jadi, baik umat muslim maupun non muslim, punya kewajiban yang sama. Namun demikian, penjagaannya tidak bisa dilakukan sendiri oleh umat pemeluk agama. Tapi harus melibatkan pemerintah yang berkuasa.

Kelima prinsip dasar tersebut meliputi, pertama hifdhud din atau menjaga agama. Pemerintah memberikan jaminan kepada umat Islam untuk memelihara agama dan keyakinan yang dipercaya. Pemerintah juga harus menjamin adanya kelompok agama selain islam. Baik dalam hal kebebasan beribadah maupun jaminan perlindungan terhadap kemungkinan pemaksaan oleh satu kelompok agama kepada yang lain.

Kedua, hifdhun nafs wal ’irdl. Yaitu menjaga perlindungan fisik dan nyawa.  Pemerintah memberi jaminan keamanan dan hak hidup setiap manusia. Agar bisa eksis, tumbuh serta berkembang secara layak. Dalam hal ini, pemerintah dituntut berbuat adil, memenuhi standard kebutuhan atas pekerjaan, kemerdekaan, keselamatan serta bebas dari penganiayaan dan kesewenang-wenangan.

Ketiga, hifdhul aql atau menjaga akal. Yaitu adanya suatu jaminan dari pemerintah terhadap kebebasan berekspresi, berbicara diatas mimbar, mengeluarkan pendapat, melakukan penelitian dan sebagainya. Yang termasuk juga dalam konteks ini adalah larangan mengeluarkan kebijakan yang berpotensi dapat merusak akal. Sebaliknya, pemerintah harus melakukan perlindungan terhadapnya. Terutama dari tindakan penyiksaan, penggunaan ekstasi, minuman keras dan lain-lain.

Keempat, hifdhun nasl atau menjaga keturunan. Merupakan jaminan oleh pemerintah terhadap kewajiban menjaga generasi penerus masa depan yang lebih baik dan berkualitas. Karena itu, pemerintah seharusnya melarang free sex, perzinahan, homoseksual dan beberapa kelakuan menyimpang sejenis. Mengapa, karena itu adalah perbuatan yang bertentangan dengan hifdh al-nasl.

Kelima, hifdhul mal atau menjaga harta benda. Dimaksudkan sebagai jaminan oleh pemerintah atas kepemilikan harta benda, properti dan sebagainya. Implementasinya dalam bentuk regulasi tentang larangan mengambil harta orang lain. Misal mencuri, korupsi, monopoli, oligopoli, monopsoni dan sebagainya.

Karena berbagai faktor diatas, maka islam memberi hukum wajib terbentuknya suatu pemerintahan. Salah satu bagian tak terpisahkan yang ada didalamnya adalah pemimpin atau penguasa. Jadi, mengangkat seorang pemimpin sama dengan mendukung terciptanya sebuah pemerintahan. Dalam hal mengangkat seorang pemimpin, islam memiliki dalil kuat. Jangankan di satu komunitas sebuah bangsa yang jumlahnya bisa mencapai puluhan, ratusan bahkan jutaan orang. Hanya terdiri dari tiga orangpun, seorang muslim tetap diwajibkan mengangkat seorang pemimpin.

Dalam sebuah hadits, Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda : “Jika ada tiga orang bepergian, hendaklah mereka mengangkat salah seorang di antara mereka menjadi pemimpinnya.” (HR Abu Dawud dari Abu Hurairah). Setelah diangkat, perintah seorang pemimpin wajib di taati. Allah berfirman dalam Al-Qur’an yang artinya, "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri (pemimpin) di antara kamu." (QS. An Nisa' : 4)

Namun demikian, taat dimaksud jika perintah seorang pemimpin ditujukan untuk kebaikan. Kalau untuk maksiat, seorang muslim wajib ingkar. Rasulullah SAW bersabda, “Mendengar dan ta’at (kepada penguasa) itu memang benar, selama mereka tidak diperintahkan kepada maksiat. Jika mereka memerintahkan untuk bermaksiat, tidak boleh mendengar dan ta’at (dalam maksiat tersebut)” (HR. Bukhari).

Adanya seorang penguasa disuatu pemerintahan, memungkinkan umat islam untuk tetap menjaga tegaknya hifdhud din, hifdhun nafs wal ’irdl, hifdhul aql, hifdhun nasl dan hifdhul mal. Berkat peran pemerintah, penjagaan itu bersifat sekaligus. Kesemuanya. Bukan hanya satu persatu. Sebaliknya, jika tidak ada pemerintah, kekacauan pasti terjadi. Mengapa, karena kelima hak dasar tersebut saling terkait satu sama lain. Tidak bisa dipisah atau berdiri sendiri.

Misal kewajiban menjaga hifdhud din atau agama. Bagaimanapun juga, bagi seorang muslim menjaga agama hukumnya wajib. Berpahala jika dilaksanakan. Dan berdosa jika diabaikan. Umpama ada satu kelompok berbeda coba-coba mengganggu, pasti muncul reaksi. Sebagai bentuk pembelaan. Kalau perlu jihad. Berperang atau bertaruh nyawa demi agama. Terjadi peristiwa saling bunuh antar sesama anak manusia. Bahkan, ini dapat terjadi antar sesama umat islam sendiri.

Peristiwa tragis tersebut mengakibatkan terabaikannya salah satu dari lima prinsip dasar hak asasi manusia, meskipun yang dilakukan juga dalam rangka menjaga salah satu diantara kelimanya. Perang saling bunuh memang terjadi untuk melaksanakan prinsip dasar hifdhud din atau menjaga agama. Namun demikian, bersamaan dengan itu pula, ada pelanggaran terhadap prinsip dasar hifdhun nafs wal ’irdl atau menjaga fisik dan nyawa seorang anak manusia.

Siapa yang bisa menyelesaikan masalah tersebut secara komprehensif..? Atau siapa yang dapat menjaga kelima prinsip dasar diatas secara utuh tanpa harus mengorbankan yang lain..? Jawaban satu-satunya adalah pemerintah. Melalui tangan penguasa lewat berbagai regulasi hukum yang mengikat terhadap seluruh warga negara. Anda dicubit oleh seseorang..? Jangan diam. Agar adil, anda harus balas cubit juga. Tapi jangan pakai cara langsung membalas nyubit sendiri. Yang terjadi nanti pasti carok. Karena tidak ada yang saling mengalah.

Lalu bagaimana..? Minta bantuan pemerintah. Lapor kepada aparat yang berwenang sebagai penengah atau hakim. Mekanisme ini akan membantu anda “balas dendam” secara benar dan proporsional. Kehormatan yang sebelumnya jatuh akibat dicubit, bisa dikembalikan lagi. Tanpa harus melupakan kewajiban anda untuk juga memegang prinsip hifdhun nafs wal ’irdl. Yakni menjaga badan atau fisik orang lain.

Itulah salah satu intisari yang saya peroleh saat menghadiri undangan Sosialisasi Wawasan Kebangsaan yang dilaksanakan oleh Bakesbangpol Pemerintah Kabupaten Bondowoso. Dilaksakan kemarin pada hari selasa, 14 Juni 2022. Dari pukul 09.00 WIB hingga selesai. Bertempat di Pondok Pesantren Miftahul Ulum. Intisari itu saya peroleh dari beberapa pemateri. Antara lain, Kepala Bakesbangpol, Ketua PCNU dan Ketua DPRD Kabupaten Bondowoso. Demikian. Semoga bermanfaat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun