Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Panik Separuh Penyakit, Tenang adalah Obat, Sabar Awal Kesembuhan

19 Mei 2022   12:33 Diperbarui: 29 Mei 2022   00:04 732
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: ANTARA/Pixabay

Yang merasa senang, mungkin selama ini tidak nyaman selagi pakai tameng ini. Apalagi untuk waktu yang lama. Tak dapat dipungkiri, pakai masker memang tidak selamanya membawa suasana nyaman. Terkadang sumpek dan terasa sesak. Terlebih, ada sebagian ahli yang mengkritik penggunaan perisai hidung dan mulut ini.

Ada seorang dokter pensiunan ahli bedah saraf. Namanya, dokter Russell Blaylock. Mengutip hasil sejumlah penelitian, katanya penggunaan masker selama berjam-jam berpotensi mengganggu masuknya oksigen. Efeknya, menimbulkan sakit kepala. Bahkan, dapat meningkatkan resistensi saluran pernapasan, akumulasi karbondioksida, hipoksemia, hingga komplikasi serius yang mengancam jiwa. (CNN Indonesia Kamis, 28 Mei 2020).

Memang benar, klaim Dokter Russel secara spesifik ditujukan khusus kepada masker jenis N95 bagi tenaga medis. Jenis ini memiliki daya saring sangat kuat dan tingkat kerapatan tinggi. Namun sejumlah fakta dilapangan menunjukkan, hampir semua jenis masker yang beredar dipasaran, sungguh menggangu terhadap hirupan sirkulasi udara yang masuk ke hidung. 

Apalagi, masker yang dijual belikan dipinggir jalan. Terbuat dari kain. Punya motif, corak dan gambar beragam. Entah apa maksudnya dan siapa pembuatnya. Tidak jelas. Nyatanya, itu beredar secara bebas. Apakah memenuhi standard kualifikasi kesehatan.? Menurut saya tidak. Karena belum ada sertifikasi, atau minimal pernyataan dari lembaga berwenang.

Saya, dan mungkin sebagian pembaca, pernah membeli masker jenis pinggir jalan itu. Terus terang, rasanya memang kurang nyaman. Sumpek. 

Desainnya kurang pas diwajah. Tdak menyenangkan, agak sulit bernafas. Dan ketika bicara, maskernya sering melorot. Harus sering-sering dibetulkan. Sangat menggangu sekali. Naah, bagi yang pernah mengalami seperti yang terjadi pada diri saya, terlebih pada dasarnya memang kurang suka pakai masker, anjuran pelonggaran masker adalah kabar baik.

Namun demikian, bagi yang sejatinya sangat suka pakai masker, belum tentu pelonggaran masker dianggap kabar buruk. Bisa jadi, juga merupakan kabar bagus. Mengapa, karena pelonggaran masker mengesankan keadaan, bahwa dari segi kesehatan negara kita sedang baik-baik saja. 

Sudah mulai bergerak ke arah normal seutuhnya. Dimana, keberadaan covid-19 dianggap virus biasa. Seperti halnya flu yang sering ditemui sehari-hari. Disini, terjadi pergeseran kondisi. 

Dari yang awalnya berupa pandemi, sekarang berubah jadi endemi. Meskipun hal ini belum dinyatakan secara resmi oleh pemerintah, tapi paling tidak sudah memenuhi harapan kebatinan masyarakat Indonesia. Hingga mereka dapat bersikap lebih tenang.

Membandingkan situasi dulu, saat melihat dimana-mana orang selalu pakai masker, rasanya ada sesuatu yang mengkhawatirkan. Mengapa, karena selama dua tahun ini, kita disuguhi oleh fakta bahwa tujuan memakai masker adalah untuk menangkal virus pembunuh yang namanya covid-19. 

Jadinya, pakai masker identik dengan sesuatu yang gawat. Hingga patut diwaspadai. Disini, hati, sikap dan perbuatan selalu dipenuhi oleh kewaspadaan dan kecurigaan yang tinggi. Jangan-jangan nanti ketularan virus. Lalu meninggal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun