Mohon tunggu...
Zuhdy Tafqihan
Zuhdy Tafqihan Mohon Tunggu... Tukang Cerita -

I was born in Ponorogo East Java, love blogging and friendship..\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Pengalaman Wawancara Panel dengan HRD

24 April 2012   12:54 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:10 4036
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13352719902044003018

[caption id="attachment_184042" align="aligncenter" width="300" caption="from google"][/caption]

Jika Anda sedang menghadapi wawancara kerja saat ini, mungkin ini tips yang berguna untuk Anda. Tips ini kudapatkan secara orisinal, berdasarkan pengalaman pribadi. Jadi tips ini bukan dari buku petunjuk untuk para pencari kerja atau dari situs yang memuat tips wawancara kerja.

Beberapa tahun yang lalu, aku mengikuti rekrutmen sebuah perusahaan multinasional yang berkantor pusat di Jakarta. Setelah lulus test tulis, aku harus mengikuti wawancara dengan HRD di Jakarta. Singkat cerita, rasa deg-degan dan cemas menghantui diriku ketika akan masuk ruang wawancara. Maklumlah, ini wawancara pertama yang amat penting untuk masa depanku.

Ketika namaku kemudian dipanggil, bergegas aku segera masuk ke ruang wawancara. Dan alangkah kagetnya aku ketika kemudian aku dipersilakan duduk oleh tiga orang yang ternyata kuketahui kemudian bahwa aku memang akan diwawancarai oleh tiga orang tersebut secara bersama-sama, alias wawancara panel, sebuah istilah yang pernah disebut seorang teman alumni jurusan psikologi yang bekerja sebagai staf HRD. Agak geli memang, mengingat suasananya mirip audisi idol sebuah televisi swasta.

Setelah basa-basi dan menanyakan hal-hal ringan kepadaku, mulailah ketiga orang itu membaca kurikulum vitae ku dan menanyakannya secara bergantian kepadaku. Ketika sampai pada suatu pertanyaan manakah yang lebih kusukai, berhubungan dengan orang lain atau bersosialisasi, ataukah mengutak-atik program komputer atau membongkar CPU komputer, aku menjawabnya dengan sebuah jawaban yang akhirnya kuketahui tidak tepat sama sekali. Aku mengatakan bahwa aku suka kedua-duanya. Salah seorang pewawancara bahkan menanyakan hal itu sekali lagi, dan aku menjawabnya dengan jawaban yang sama yaitu suka kedua-duanya.

Beberapa saat aku memang berpikir bahwa mungkin saja pertanyaan itu menjebak, tapi aku tak mengetahui jebakannya ada dimana. Tak berapa lama kemudian aku juga ditanya perihal keseriusanku melamar posisi marketing. Dan anehnya, satu dari tiga orang itu segera mengajukan pertanyaan lagi apakah ada software programming yang aku kuasai. Tentu saja aku kelabakan karena aku dihadapkan pada dua sisi yang kemudian memang segera dipahami bahwa itu adalah dua sisi yang amat berlawanan.

Singkat cerita, aku tidak diterima di perusahaan itu. Beberapa saat kemudian aku menemui kawanku yang bekerja di HRD dan aku mendapatkan pencerahan darinya. Dia mengatakan bahwa menghadapi wawancara panel memang relatif lebih sulit karena ada pertanyaan-pertanyaan tertentu yang berpotensi menjebak. Salah satunya adalah model pertanyaan yang ditanyakan kepadaku pada saat wawancara itu. Kawanku yang jadi staf HRD itu mengatakan bahwa tak mungkin seseorang mempunyai kemampuan maksimal pada dua hal yang sama sekali berbeda ditinjau dari aspek psikologi.

Lumrahnya, sebuah posisi marketing akan banyak diisi oleh mereka yang menyukai kegiatan yang banyak berhubungan dengan orang lain, suka menjalin relasi, supel dan mempunyai interpersonal skill yang dibutuhkan secara maksimal. Berbeda dengan posisi itu, posisi IT Staff yang profesional tentu banyak diisi oleh mereka yang banyak bergelut dengan benda mati semacam software atau hardware komputer. Meski bisa saja kedua sifat ‘berhubungan dengan orang lain’ dan ‘berhubungan dengan benda mati’ dapat menyatu pada diri seseorang, tapi tentu masih kalah dengan dalih bahwa tak ada manusia yang menguasai segalanya. Setiap manusia pasti memiliki kelebihan di sisi tertentu, dan memiliki kekurangan di sisi yang lain. Seperti juga tenaga yang profesional tentu akan berada pada titik tertentu yang menjadi konsentrasinya, dan tidak mungkin dia menguasai tingkat profesionalisme yang lain secara bersamaan secara maksimal.

Berdasarkan pengalaman itu, aku hanya bisa menyimpulkan bahwa tak ada salahnya seseorang mempunyai kemampuan tambahan, tapi jika menghadapi wawancara kerja, pastikan bahwa Anda memiliki kemampuan professional satu saja yang akan mendukung posisi yang Anda lamar. Jika dalam wawancara itu ditanyakan perihal kemampuan Anda, jawablah dengan jujur dan fokus, mengenai kemampuan professional yang Anda punya untuk mendapatkan posisi yang Anda inginkan di perusahaan itu. [ ]

Salam Kompasiana,

Mr. President.

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun