Jam Tiga Pagi (#1)
Di ambang hening malam,
langit menunduk bisu,
aku bersimpuh
di hadapan Bunda Tuhan, penuh harap
Tiada lagi kata,
hanya manik-manik Rosario kugelung satu demi satu
seperti tangis jiwa yang merindu,
mengalirkan harap melalui hembusan doa
“Ave Maria,”
nada suci mengalun dalam sunyi,
setiap patah kata meniti relung hati
menuju cinta ilahi
Bunda yang diberkati,
jembatanku nan lembut menuju Sang Putra
pelita di relung terdalam,
membimbingku ke hadirat Allah
Dalam adzan yang senyap,
ratapan dan kerinduan mengalir,
mendamba rahmat-Nya,
menyelam cinta suci ilahi
Lewat tangan Bunda,
kuharap Sang Putera memenuhi setiap nafasku,
hingga cintanya menghunjam ke akar jiwa,
menjadikan hidupku ada arti
Jam jadul Bapak kembali berdentang
Satu, dua, tiga
nyala iman membakar harap,
cinta-Nya menembus kabut malam,
terbenam aku dalam damai kekal
Jam Tiga Pagi (#2)
Ayam berteriak parau
Lilin di meja menyala redup
Angin bergemuruh di balik jendela
Bumi memeluk erat tubuhnya sendiri
Jam kuno berdentang
Satu, dua, tiga
Melaju seperti tombak
Menikam dalam doa
Tuhan…
Cukupkan aku
Kayakan aku
Kebaikan dan berkat-Mu
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI
Baca juga: Puisi: Ketika
Baca juga: Puisi: Setelah Hari ke Tiga Puluh Dua
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!