Mengakhiri liburan kali ini saya mengunjungi sebuah destinasi yang tak jauh dari kota Malang. Jalanan kota padat dan macet, yah maklum minggu terakhir liburan sekolah; ada yang kembali dari luar kota dan sebaliknya. Ada yang memang sengaja menghabiskan liburan menuju tempat-tempat yang ingin dikunjungi jelang akhir masa liburan.
Kali ini saya sengaja mengunjungi sebuah sumber mata air yang tersimpan di tengah keramaian kota, bernama Sumber Gentong. Sumber ini bukan sekadar oase alami, namun juga menyimpan sejarah dan filosofi kehidupan yang melekat kuat dalam budaya masyarakat setempat.
Terletak di Dusun Gentong, Desa Tirtomoyo, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang, Sumber Gentong kini menjadi destinasi ekowisata berbasis komunitas yang tumbuh dari warisan leluhur.
Tirtomoyo, Tirtonirmoyo: Air yang Menghidupkan
Menurut penuturan salah satu keturunan sesepuh setempat, Tirtomoyo sejatinya berasal dari kata Tirtonirmoyo, yang berarti ""tirto"(air) dan "moyo"" (penghidupan). Nama ini menjadi penegas bahwa di kawasan ini terdapat sumber air yang menjadi simbol kehidupan bagi warga sekitar. Dari sinilah kemudian Sumber Gentong mendapatkan maknanya sebagai “air kehidupan", yang tak pernah berhenti mengalir sejak masa silam.
Khusnul Khotimah Kusumawati, selaku pengelola; Kepala Unit Wisata Sumber Gentong BUMDes Tirtomoyo menjelaskan bahwa penamaan “Gentong” pun memiliki dasar historis dan geologis.
“Dulu di bawah mata air itu, bentuknya seperti gentong, keluarnya mata air berasal dari batu cadas yang berbentuk bulat seperti gentong. Ditambah lagi, dusun ini juga bernama Dusun Gentong, karena posisinya paling rendah di antara desa Tirtomoyo," ungkapnya.
Awalnya air sumber ini digunakan warga setempat untuk mandi dan cuci karena airnya bersih, segar, dan terus mengalir. Air sumber gentong menjadi sumber kehidupan warga Tirtomoyo dan sekitarnya.
Peninggalan Sejarah dan Situs Budaya
Tak hanya sebagai mata air, kawasan Tirtomoyo juga menyimpan situs sejarah lain seperti "lingga yoni" yang berada di depan kantor desa. Peninggalan ini menandakan adanya jejak peradaban Hindu-Buddha di wilayah Malang Timur yang pernah jaya pada masa klasik.