Perjalanan kali ini membawa saya menyusuri jalan berkelok dan rindang menuju pesisir selatan Kabupaten Malang.Â
Sekitar dua jam dari pusat kota, melintasi Sumbermanjing Wetan, saya dan rombongan tiba di sebuah pantai yang namanya menyimpan kisah pertemuan antara alam, sejarah, dan budaya: Pantai Goa Cina.
Berada di Dusun Tumpak Awu, Desa Sitiarjo, pantai ini mungkin belum seterkenal Balekambang atau Tiga Warna. Tapi siapa sangka, tempat ini menyimpan banyak cerita, mulai dari jejak ekspedisi laut Laksamana Cheng Ho, semangat pertapaan seorang biksu, hingga suasana yang memanjakan mata dan hati.
Gerbang Tionghoa
Saat memasuki kawasan pantai, saya langsung disambut oleh gapura dengan desain khas Tionghoa. Warnanya merah menyala dengan hiasan naga dan ornamen klasik. Rasanya seperti tak sedang berada di pantai selatan Jawa, melainkan di sebuah desa pesisir di provinsi Fujian.
Gapura itu bukan sekadar penanda tempat wisata, tetapi menjadi simbol betapa kuatnya jejak budaya Tionghoa di tempat ini. Bahkan, nama pantai ini Goa Cina juga tak lepas dari warisan akulturasi dan kisah spiritual orang-orang Tionghoa yang pernah singgah di sini.
Jejak Cheng Ho: Pelaut, Penjelajah, dan Penyebar Damai
Menurut cerita yang berkembang, pada tahun 1400-an, armada besar Laksamana Cheng Ho dari Dinasti Ming pernah bersandar di pesisir ini. Kapal-kapal mereka dikabarkan rusak karena badai saat menjelajah Samudra Hindia.Â
Mereka menepi, beristirahat, dan memperbaiki kapal di sekitar pantai yang kala itu dikenal sebagai Pantai Parang Dringo.