Mohon tunggu...
Yuva Lianda
Yuva Lianda Mohon Tunggu... -

| MAHASISWA | STATISTIK | FOTOGRAFI | MUSIK |\r\n| about.me/yuvalianda | @yuva_lianda | http://www.facebook.com/yuva.lianda

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengenal Lebih Dekat Sosok Hamka

10 November 2012   06:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:40 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1352528268939061497

Tokoh yang satu ini boleh terbilang luar biasa. Lelaki multitalenta yang benar-benar bisa menjadi teladan bagi kita semua. Semangat dalam dakwah, lihai bermain tulisan namun juga kritis terhadap pemerintahan membuatnya menjadi pribadi yang benar benar dirindukan. Ya, beliau adalah Prof. Dr. H. Abdul Malik Karim Amrullah atau yang lebih dikenal dengan nama Hamka. Hamka lahir di Maninjau, Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, 17 Februari 1908. Terlahir dari negeri yang memiliki darah Islam yang kuat membuat Hamka menjadi pemuda yang taat. Didikan sang ayah yang merupakan seorang ulama dan ibu yang berasal dari keluarga pedagang semakin mengasah Hamka agar lebih bijak dan idealis dengan agama. Semenjak usia 17 tahun,  Hamka sudah aktif berdakwah. Mengawali karir sebagai guru agama di Padang Panjang, beliau berinisiatif mendirikan Muhammadiyah di daerah tersebut. Setahun berikutnya, beliau berkelana ke Bagan Siapi-api, Labuhan Bilik, Medan dan Tebing Tinggi. Pada tahun 1932, ia dipercaya pimpinan menjadi mubaligh di Makassar, Sulawesi Selatan. Di sinilah mulanya Hamka mulai aktif di bidang sastra dengan menerbitkan majalah Islam bulanan dengan nama Al-Mahdi. Tahun 1945, Hamka kembali ke Padang Panjang. Ia dipercaya memimpin Kuliyatul Mubalighin. Disinilah Hamka menyalurkan dan mengasah kemampuan jurnalistiknya. Beberapa Karya tulis diantarnya Negara Islam, Islam dan Demokrasi, Revolusi Pikiran, Revolusi Agama, Adat Minangkabau Menghadapi Revolusi, dan Dari Lembah Cita-Cita menjadi tulisan popular dan mampu menyedot perhatian banyak orang. Tahun 1949, Hamka memutuskan untuk meninggalkan Padang Panjang menuju Jakarta. Disini, ia benar-benar menekuni dunia jurnalistik dengan menjadi koresponden majalah Pemandangan dan Harian Merdeka. Tak banyak orang yang tahu bahwa sebenarnya Hamka pun aktif di bidang politik. Pada tahun 1945, beliau membantu menentang usaha kembalinya penjajah Belanda ke Indonesia melalui pidato dan menyertai kegiatan gerilya di dalam hutan di Medan. Pada tahun 1947, Hamka diangkat menjadi ketua Barisan Pertahanan Nasional. Pada tahun 1955 Hamka beliau masuk Konstituante melalui partai Masyumi dan menjadi orator utama dalam Pilihan Raya Umum. Pada masa inilah pemikiran Hamka sering bergesekan dengan arus mainstream politik ketika itu. Misalnya, ketika partai-partai beraliran nasionalis dan komunis menghendaki Pancasila sebagai dasar Negara, Hamka dengan lantang menyuarakan agar  dalam sila pertama Pancasila dimasukkan kalimat tentang kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya. Namun, pemikiran Hamka ditentang keras oleh sebagian besar anggota Konstituante, termasuk Presiden Sukarno. Tahun 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit pembubaran konstituante, dan pada tahun 1960 Masyumi resmi dinyatakan haram. Banyak sekali sisi menarik yang bisa kita ambil dari perjalanan hidup Hamka. Misalnya saja pada tahun 1964-1966, Presiden Soekarno memenjarakan Hamka atas dasar tuduhan pro-malaysia. Namun, dalam kurun waktu tersebut Hamka berhasil menyelesaikan karya monumentalnya yaitu Tafsir Al-Azhar. Tidak hanya sampai disitu, saat Presiden Soekarno meninggal, yang menjadi imam shalat jenazah adalah Hamka. Tidak ada dendam ataupun benci yang nampak dari sikap Hamka. Yang ada hanyalah melaksanakan kewajiban sebagai seorang muslim. Dalam perjalanannya sebagai sastrawan, kepiawaian hamka tentu tidak diragukan lagi. Pengalamannya sebagai wartawan, penulis, editor dan penerbit membuat kualitas tulisan Hamka sudah diakui di ranah internasional. Bahkan beberapa karya ilmiah Islamnnya menjadi rujukan dan buku pegangan wajib di banyak Negara Islam seperti Malaysia, Arab dan Mesir. Beberapa karya beliau yang fenomenal adalah Tenggelamnya Kapal Van der Wijck dan Di bawah Lindungan Ka’bah. Ratusan artikel, novel dan roman pun ia tulis demi menyampaikan nilai-nilai keagamaan dalam bentuk cerita yang menarik. Lalu bagaimana dengan zaman sekarang? Mungkinkah masih ada seorang “Hamka” lainnya di negeri ini? Banyak tokoh-tokoh bangsa yang harusnya menjadi panutan malah terjerat korupsi. Para pemimpin-pemimpin yang di awal jabatannya melakukan pencitraan namun kemudian namanya terseret kasus serupa. Bahkan kementerian agama pun yang harusnya menjadi contoh bagi kementerian lain juga diduga melakukan korupsi pengadaan kitab suci. Sungguh keadaan yang benar-benar memilukan. Memang benar negara kita sedang mengalami krisis tokoh. Sebagai generasi baru, tentu besar harapan para pahlawan kepada kita agar kelak bisa menjadikan bangsa ini menjadi lebih baik. Karena itu, hendaknya kita mulai melakukan perubahan. Tidak usah turun ke jalan sambil membawa spanduk dan melakukan orasi, lakukanlah perubahan sesuai dengan porsi masing-masing. Jika anda mahasiswa, maka jadilah mahasiswa solutif bukan hanya kritis.Silahkan tanya pada diri sendiri, apakah anda datang ke kampus tepat waktu? Atau mungkin pernah titip absen? Mwngutip pernyataan Bapak Romi Satria Wahono pada romisatriawahono.net, Sungguh tidak pantas mahasiswa yang telat ngampus berteriak anti korupsi. Jika anda seorang birokrat, jadilah birokrat yang jujur. Jangan korupsi biaya perjalanan dinas, jangan permainkan anggaran proyek pembangunan. Hal-hal kecil seperti inilah yang akan membawa negara ini ke arah yang lebih baik. Hamka telah kembali kepada-Nya pada tanggal 24 juli 1982. Mengenang sosok Hamka tentu banyak sekali nilai-nilai positif yang bisa kita ambil. Kuatnya idealisme tanpa intervensi pihak manapun menjadi pilar dalam perjalanan hidup Hamka. Disini, Hamka juga menunjukkan bahwa masih banyak cara untuk merubah bangsa ini menjadi lebih baik. Tidak harus masuk parlemen, cukup dengan secarik kertas dan goresan pena kita bisa menyuarakan apa yang tidak bisa disampaikan. foto : http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/5/54/Hamka2.jpg

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun