Mohon tunggu...
Yusuf Nurhidayat
Yusuf Nurhidayat Mohon Tunggu... Kreator Media

Halo Semuanya, Perkenalkan Saya Yusuf Nurhidayat seorang mahasiswa aktif di Institut Pariwisata Trisakti jurusan Pariwisata. Saya saat ini mengikuti salah satu program Unit Kegiatan Mahasiswa sebagai Pers Mahasiswa, sebagai pembuat artikel yang menarik untuk kalian. Salam Kenal dan Terimakasih.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kota ini memiliki salah satu bedug terbesar di dunia sekaligus menjadi kota kelahiran pahlawan revolusi

28 Juli 2025   14:34 Diperbarui: 28 Juli 2025   15:28 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PURWOREJO - Bedug merupakan sebuah alat musik tabuh seperti gendang yang ukurannya besar. Bedug di Indonesia adalah sebuah media tanda pengingat telah memasuki waktu ibadah umat muslim yakni shalat. Hampir semua tempat ibadah umat muslim seperti Masjid dan Mushola memiliki benda yang ditabuh ini. Bedug ini sendiri identik juga dengan waktu shalat dan bulan Ramadhan. Namun ada daerah di Jawa Tengah yang memiliki Bedug yang ukurannya berbeda dengan yang biasanya. Di daerah ini juga, menjadi tempat kelahiran salah satu pahlawan revolusi yang terkenal sampai saat ini.

 

Sejarah Bedug Pendowo dari Kota Pejuang

Alun-Alun Purworejo (Foto: krandeganbayan.id)
Alun-Alun Purworejo (Foto: krandeganbayan.id)

Kota Pejuang adalah sebutan bagi suatu Kabupaten di Jawa Tengah yang berada di dekat pesisir pantai selatan, berbatasan dengan Provinsi Kota Pelajar yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta, dan berada di sisi timur suatu kota yang dijuluki Kota Beriman ( Kebumen ) yakni Kabupaten Purworejo Jawa Tengah. Kota ini, memliki salah satu bedug terbesar di dunia yang terletak di Masjid Agung Purworejo yang terletak di barat alun-alun Purworejo, Jawa Tengah. Bedug tersebut dimanakan bedug Kyai Bagelen atau sering disebut dengan bedug Pendowo yang telah ada sejak Tahun 1834 di Purworejo.

Beduk Pendowo di Masjid Agung Purworejo. (Foto: KR Jogja)
Beduk Pendowo di Masjid Agung Purworejo. (Foto: KR Jogja)

Menurut kanal YouTube Dian Novriandini, sejarah bedug terbesar di Indonesia bermula dari gagasan Raden Adipati Cokronagoro I yang ingin membuat bedug raksasa di Purworejo. Tujuannya adalah untuk melengkapi perlengkapan Masjid Agung Purworejo sebagai penanda waktu salat, penunjuk kegiatan umat Islam, serta mendukung aktivitas masyarakat kota saat itu. Keinginan tersebut kemudian didiskusikan bersama para ulama masjid dan Kadhipaten Suntoro. 

Proses pembuatan bedug melibatkan penggunaan batang pohon jati setinggi sekitar 2,5 meter untuk dijadikan bagian utama atau sprei bedug. Raden Adipati Cokronagoro I menyetujui penggunaan kayu jati dan menugaskan saudaranya, Raden Tumenggung Prawironagoro, yang saat itu menjabat sebagai Wedana Bragolan, untuk memimpin pembuatan bedug raksasa tersebut. Bedug ini kemudian dikenal dengan nama Bedug Pendowo, dan diyakini sebagai bedug terbesar di dunia serta salah satu warisan sejarah penting di Indonesia. 

Papan informasi Bedug Pendowo ( Postingan Blogspot Johan Budi Ifana )
Papan informasi Bedug Pendowo ( Postingan Blogspot Johan Budi Ifana )

Bedug tersebut memiliki ukuran luar biasa: diameter bagian depan 194 cm, diameter belakang 180 cm, panjang 292 cm, dengan keliling bagian depan 601 cm dan belakang 564 cm. Karena ukurannya yang besar, dibutuhkan 120 paku di bagian depan dan 98 paku pada rangka belakang untuk mengikat dan memperkuat kulit bedug. Bedug yang juga dikenal dengan nama Kyai Haji Bagelen ini diakui sebagai salah satu bedug terbesar di dunia, khususnya di wilayah Asia Tenggara.

PAHLAWAN REVOLUSI LAHIR DI KOTA INI

Sumber: wikipedia.org
Sumber: wikipedia.org

Jenderal Ahmad Yani adalah Pahlawan Revolusi yang menjadi salah satu korban dari kejamnya peristiwa Gerakan 30 September 1965. Ahmad Yani Lahir di Jenar, Kabupaten Purworejo, pada 19 Juni 1922 dan tinggal di Desa Rendeng, Kecamatan Gebang, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.

(Foto: Rinto Heksantoro/detikJateng)
(Foto: Rinto Heksantoro/detikJateng)

Sejak usia muda, Ahmad Yani telah menunjukkan minat dan kecintaannya terhadap dunia militer. Ia memulai perjalanan hidupnya pada masa penjajahan Jepang, di mana ia belajar tentang arti disiplin, keberanian, dan tanggung jawab. Ahmad Yani tidak gentar menghadapi ketidakpastian; semangatnya itu mendorongnya melewati berbagai tantangan hingga akhirnya berhasil mencapai posisi yang lebih tinggi. Karier militernya berkembang secara bertahap namun pasti. Berkat integritas dan visi yang jelas, ia diangkat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) pada tahun 1962. Sosoknya dikenal tegas, disiplin, dan konsisten dalam memperjuangkan kedaulatan serta keutuhan bangsa. Bagi banyak orang, ia bukan sekadar panglima, melainkan juga simbol keberanian dan keteguhan prinsip, seorang pahlawan sejati yang rela berkorban demi tanah air.

Namun, perjalanan hidupnya tidaklah mudah. Pada tahun 1965, ketika Indonesia mengalami salah satu periode tergelap dalam sejarahnya melalui peristiwa Gerakan 30 September (G30S/PKI), Ahmad Yani menjadi salah satu tokoh yang menjadi korban kekejaman. Ia ditembak mati oleh kelompok pemberontak yang berusaha menghancurkan persatuan nasional. Peristiwa tragis ini menjadi bukti nyata atas besarnya perjuangan dan pengorbanan Ahmad Yani dalam menjaga kedaulatan dan persatuan bangsa Indonesia.

Kesimpulan 

Bedug Pendowo dibuat atas prakarsa Raden Adhipat Cokronagoro I yang ingin melengkapi Masjid Agung Purworejo sebagai penanda waktu sholat dan aktivitas umat Islam.

Pembuatannya menggunakan batang pohon jati setinggi 2,5 meter dan dikerjakan oleh Raden Tumenggung Prawironagoro Wedana Bragolan. Ukurannya sangat besar, dengan diameter depan 194 cm, diameter belakang 180 cm, panjang 294 cm, serta keliling depan 601 cm dan belakang 564 cm, sehingga membutuhkan ratusan paku untuk memperkuat kulitnya.

Selain keunikan bedugnya, Purworejo juga memiliki nilai sejarah yang mendalam sebagai tempat kelahiran Jenderal Ahmad Yani, salah satu Pahlawan Revolusi yang gugur dalam peristiwa G30S/PKI tahun 1965. Lahir di Jenar, Purworejo pada 19 Juni 1922, Ahmad Yani adalah sosok militer yang disiplin, tegas, dan berani, yang karirnya menanjak hingga menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) pada tahun 1962. Beliau dikenal gigih memperjuangkan kedaulatan bangsa dan menjadi simbol keberanian serta keteguhan prinsip.

Jadi, Purworejo bukan hanya sekadar kota dengan bedug terbesar di dunia, tetapi juga tanah kelahiran seorang pahlawan nasional yang berjuang demi keutuhan Indonesia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun